Tenses adalah perubahahan bentuk kata kerja. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, kata kerja "drive" bisa dalam bentuk "drives", "drive", "drove", dan bisa juga digabung dengan kata lain dalam sebuah frase kerja seperti "is driving", "is going to drive" , "has driven" atau had driven". Kapan menggunakan masing-masing bentuk itu tergantung kapan waktu "drive" itu terjadi dan konteks maknanya. Jadi, tenses bisa dimaknai sebagai bentuk kata kerja yang berubah karena waktu terjadinya berbeda.
"TENSES" DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA YANG TIDAK MENGENAL "TENSES"
Bahasa Indonesia tidak mengenal tenses. Perubahan bentuk kata kerja tidak pernah ada dalam bahasa Indonesia. Hanya ada satu kata: 'mengemudi". Kapan pun waktu terjadinya kata itu tetap"mengemudi". Paling hanya ditambah aspek waktu yang berlaku untuk semua kata kerja seperti "sedang", "akan", "sudah" yang hanya mencakup waktu "persis saat ini", "di masa datang atau belum terjadi" dan ''lampau".
Diantara banyak hal yang berbeda antara bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia, masalah tenses adalah salah satunya. Bahkan banyak dari para pembelajar bahasa Inggris dari Indonesia yang meletakkan "tenses" sebagai daftar topik yang paling sulit atau setidaknya amat sulit. Tentu saja. Dari bentuk atau formatnya saja hal-hal yang harus diperhatikan sudah "seabrek" (Jawa: banyak sekali) Belum lagi tentang "the use" atau penggunaannya.
Pertama, tenses tidak ada dalam bahasa Indonesia. Apabila akan menambahkan info mengenai waktunya, kalimat itu ditambahi kata/ frase yang menunjukkan aspek waktu seperti 'sedang' 'akan' dan 'sudah'. Kedua, mungkin karena terkait dengan bahasa atau budayanya, pemahaman tentang waktu saat suatu aksi/ kegiatan atau fakta tersebut tidak jadi perhatian. Apakah suatu peristiwa sudah terjadi saat kini, lampau atau belum terjadi, mungkin memang kurang jadi fokus perhatian dalam budaya masyarakat dan kemudian tercermin dalam bahasanya atau sebaliknya: karena bahasanya tidak ada fokus perbedaan waktu maka memperkuat aspek budaya tersebut.
Di satu sisi, ketiadaan tenses dalam bahasa Indonesia membuat para pembelajar bahasa Indonesia lebih mudah menggunakannya karena tidak rumit. Di sisi lain, tenses dalam bahasa Inggris rumit dan sulit dipelajari, bahkan bagi para anak-anak yang merupakan native speaker' sendiri. Di sisi lain, kerumitan itu membawa kebaikan tersendiri juga. Dengan adanya tenses, bahasa Inggris lebih mampu menyatakan sesuatu dengan 'precise' (tepat, persis) seperti budayanya sendiri. Atau memang sebaliknya, karena terbiasa dalam bahasa yang harus 'precise' , masyarakat terpelajar pengguna bahasa itu juga berbudaya segala sesuatunya 'precise'.
Sebagai contoh ketika seseorang mengatakan " He drove his car very fast ". Tanpa keterangan waktu pun kalimat itu sudah menjelaskan bahwa kegiatan '"dia mengemudi mobil dengan cepatnya" tersebut sudah terjadi, satu kali, di suatu saat tertentu di masa yang sudah lampau (past). Bandingkan dengan kalimat bahasa Indonesia "Dia mengemudikan mobilnya dengan cepat'. Kalimat itu sudah betul dalam bahasa Indonesia. Bagi orang Indonesia tidak masalah kapan terjadinya. Kalau orang lain ingin tahu kapan mengemudikan mobilnya itu, baru orang itu tanya 'kapan?''.
Namun bagi orang Inggris yang sudah terbiasa precise dengan penggunaan tenses kalimat itu akan membingungkan dalam menerjemahkannya, karena secara otomatis otaknya akan menanyakan kapan itu terjadi. Apakah dia harus mengartikannya "He is driving his car very fast", ataukah "He drove his car very fast", atau "He drives his car very fast", atau "He has driven his car very fast". Begitulah proses berpikirya. Dan begitu pulalah cara kerja Google Translate yang biasanya tidak bisa menerjemahkan kalimat bahasa Indonesia yang tidak memiliki tenses ke dalam bahasa Inggris dengan tenses yang benar.
KETIADAAN "TENSES" DALAM BAHASA INDONESIA DAN KALIMAT DALAM ILMU SEJARAH
Kalimat-kalimat dalam sejarah yang ditulis bahasa Indonesia juga sering menimbulkan salah faham bagi orang yang sudah terbiasa dengan 'tenses". Terlebih bila kalimat itu sebagai soal (quiz) di sekolah yang tidak ada konteks bacaannya. Sebagai contoh, ada soal berbunyi: "Tugas Daendels sebagai Gubernur Jendral Belanda adalah .....". Bagi orang Indonesia yang sudah mempelajari sejarah Indonesia atau mengalaminya sendiri tentu sudah tahu bahwa Daendels itu sudah meninggal tahun 1818 dulu dan saat ini Indonesia tidak lagi berada di bawah Belanda. Bagaimana seandainya yang membaca adalah seorang siswa SD yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris dan tidak tahu sejarah Indonesia?
Contoh lain, "Berikut adalah tanaman wajib yang harus ditanam rakyat Indonesia kecuali ....."Â Orang berbahasa Inggris yang tidak tahu sejarah Indonesia mungkin mengira itu terjadi waktu ini bukan seperti yang dimaksud penulis dalam sejarah 'tanam paksa' di Indonesia jaman Pemerintah Kolonial Belanda dulu.