Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jeli Melihat Peluang, Tapi Kurang Pinter Nyari Uang

26 Oktober 2020   14:46 Diperbarui: 4 November 2020   08:01 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Every opportunity coounts (doc:vibismedia.com)

Bayangkan kalau saya mendaftar dari Indonesia, bisa bertahun-tahun harus menunggunya. Mungkin bisa lebih dari 10 tahun saya baru bisa berangkat. 

Saat saya sedang berada di tanah suci Mekkah (dokpri)
Saat saya sedang berada di tanah suci Mekkah (dokpri)
Kala itu ada teman yang sekolah di Florida mengajak saya untuk bersama-sama menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Saya yang tidak pernah memikirkan untuk bisa menjalankan ibadah haji dari Amerika, akhirnya saya berniat dengan tulus untuk bisa pergi ke sana. Pasalnya uang sudah ada di tabungan, bahkan lebih dari cukup. Maklum, karena saya masih single jadi bisa menabung banyak. Kenapa tidak mendahulukan untuk pergi haji.

Saya berangkat bersama teman-teman Indonesia di berbagai negara bagian (seorang dari Florida, 2 orang dari Kentucky dan 2 orang dari New York).

Ada juga 4 orang lainnya dari Canada yang ikut bergabung dalam rombongan travel kami, Dar es Salam. Total dari Indonesia ada sekitar 9 orang, sisanya dari berbagai negara yang berjumlah 490 orang lebih. Kami sempat singgah di Kairo, Mesir untuk diajak jalan-jalan mengelilingi sungai Nile sebelum melanjutkan penerbangan ke Jeddah, Saudi Arabia. 

3. Saya lumayan lama tinggal di negara Paman Sam, akhirnya menikah juga dan mempunyai anak yang lahir di sana. Nama anak saya, Amri Mahardhika.

Dia lahir dan dibesarkan di US sampai selesai Elementary School (SD). Jadi kenapa Amri kurang pinter ngomong pakai bahasa Indonesia, salah satunya karena dia sudah terbiasa menggunakan bahasa Inggris sejak lahir. Itulah bahasa komunikasi sehari-hari dia dengan teman-temannya, baik di sekitar rumah maupun di sekolah. 

Sebenarnya rencana kami pulang ke Indonesia saat itu hanya untuk berlibur 2 bulan. Namun akhirnya terdampar sampai sekarang, karena ada sedikit drama saat kami hendak kembali ke US. Beruntung Amri sekarang sudah balik ke Amerika untuk belajar dan berusaha meraih semua impiannya di sana. Jadi memang dulu tidak ada niatan untuk tinggal di Indonesia dalam waktu lama. 

Pernah saya mencoba mengajarkan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sewaktu kami masih di US, tapi tidak banyak kosa kata yang menempel di otaknya, kecuali kata bobo dan pipis. Dua kata itu yang dia punyai sewaktu datang ke Indonesia. Makanya waktu di Indonesia dia harus belajar bahasa Indonesia dari awal.

Untuk bahasa percakapan dengan teman-temannya dia bisa cepat beradaptasi, karena saya ijinkan untuk bergaul dengan siapa saja. Tapi untuk bahasa ilmu pengetahuan (transfer ilmu) tidak semudah yang dia dapatkan. 

Ketika Amri masih kecil (dokpri)
Ketika Amri masih kecil (dokpri)
Di situlah dia mengalami hambatan dalam proses pembelajaran dan transfer ilmu. Belum lagi dengan sistem pendidikan yang lebih mementingkan hafalan menjadikan beban berat yang harus dia emban setiap harinya.

Jadi wajarlah kalau anak saya kurang semangat dalam menimba ilmu, malah akhirnya lebih menyukai dunia kerja karena dia tidak perlu belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun