Petungkriyono bagi sebagian orang di Pekalongan mungkin bukan hal yang asing lagi. Tapi bagi saya dan juga teman-teman lainnya dari luar daerah, nama Petungkriyono memberikan tanda tanya besar jenis makanan apa ini dan bagaimana bentuknya.
Untunglah pertanyaan itu bisa segera terjawab dengan terpilihnya saya menjadi salah satu peserta Amazing Petung Nasional Explore 2017 (APNE 2017) yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Pekalongan (Pemkab. Pekalongan). Saya bersyukur karena saya termasuk diantara 80 peserta yang dinyatakan lolos. Keikutsertaan saya dalam kegiatan ini masuk dalam kategori Blogger.
Lebih-lebih saya memang belum pernah menjelajah kota Pekalongan. Walaupun nama Pekalongan seakan sudah menjadi legenda bagi nama suatu produk garmen yang dikenal dengan batik Pekalongan. Ditambah saya juga punya adik yang tinggal di Kudus yang boleh dibilang tidak terlalu jauh dari Pekalongan. Â Tapi lucunya kesempatan untuk jalan-jalan ke Pekalongan belum juga ada. Jadi pepatah yang mengatakan Tak kenal maka tak sayang, benar-benar terjadi pada diri saya. Malu juga sebenarnya karena saya kurang mengenal daerah di negerinya sendiri.
Salah satu cara yang bisa digunakan untuk membantu menyerap karbon lebih banyak  adalah dengan mempertahankan keberadaan hutan alam yang belum terkontaminasi dengan campur tangan manusia menjadi hutan produksi. Itu sebabnya hutan sering dikatakan sebagai paru-paru dunia yang berfungsi untuk mempertahankan oksigen dunia  dan mencegah terjadinya pemanasan global.
Beruntung Indonesia merupakan salah satu negara yang masih memiliki hutan hujan tropis terbesar di dunia, walaupun kerusakan hutan tropis di Indonesia terus meningkat secara tajam. Menurut perkiraan terbaru dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun, 2006) Â kerusakan hutan primer yang disebabkan oleh penebangan dan perubahan fungsi mencapai 1.6 juta ha pertahun.
Sayangnya untuk sebagian besar hutan di Jawa telah mengalami modifikasi, terutama sebagai  hutan tanaman atau hutan produksi. Hutan alam, baik hutan primer maupun hutan sekunder, yang tersisa di Jawa Tengah tidak mencapai 10% dari luas total hutan. Dan itu pun hanya terdapat pada puncak gunung, kawasan lindung maupun daerah yang sulit dijangkau. Perubahan  struktur hutan dari hutan alam menjadi hutan tanaman diduga berdampak terhadap perubahan ekosistem yang pada akhirnya berdampak pada keragaman hayati flora maupun faunanya.
Untuk itu hutan Petungkriyono sangat efektif apabila dijadikan sebagai salah satu tempat wisata hingga ke tingkat Internasional. Banyak potensi unggulan yang dimiliki oleh Hutan Petungkriyono seperti keindahan alam dan hutan yang masih murni, serta keanekaragaman hayati. Disamping itu hutan Petungkriyono dapat dijadikan sebagai media edukasi dan pengenalan masyarakat kepada Hutan agar dapat menumbuhkan rasa cinta lingkungan.
Apalagi saat ini dunia tengah diguncang oleh permasalahan isu pemanasan global, maka dengan mengangkat Hutan Petungkriyono sebagai paru-paru dunia dapat mengingatkan masyarakat dunia dan menggugah mereka untuk berkunjung ke Hutan Petungkriyono. Oleh sebab itu, hutan Petungkriyono memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai tempat pariwisata ke tingkat Internasional.
Salah satu caranya adalah dengan menerapkan konsep eco tourism pada kawasan dengan keragaman hayati yang tinggi. Pengembangan pariwisata dengan model ekowisata ini selain mampu memberikan keuntungan secara ekonomis juga mempunyai keuntungan lain sebagai basis konservasi kawasan hutan hujan tropis, yang membutuhkan investasi sedikit serta mampu melibatkan masyarakat lokal.
Apabila hal ini bisa diwujudkan, tidak mustahil kalau Petungkriyono bisa menjadi sebuah model pengembangan daerah ekowisata bagi seluruh wilayah di Indonesia bahwa hutan pun dapat menghasilkan keuntungan yang sangat besar apabila dilakukan perawatan dan manajemen yang baik tanpa harus merusak kondisi alam sekitarnya.Â
Akhirnya keuntungan yang diperoleh pun dapat menjadi lebih banyak, tidak  hanya sekedar menjadi paru-paru dunia, tetapi juga menambah devisa  negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H