PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyatakan optimis atas kiprah perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi tahun depan dalam rangka memberikan nilai tambah kepada masyarakat.
Optimisme tersebut diungkapkan dalam diskusi forum Kafe BCA seri keempat dengan tema "Economic Outlook 2017" yang digelar BCA pada Rabu 12 Desember 2017 yang lalu. Acara ini dibuka oleh Sekretaris Perusahaan BCA, Jan Hendra. Hadir sebagai pembicara dalam forum Kafe BCA kali ini adalah Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Doddy Ariefianto dan Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawiradan sebagai moderator acara dipandu oleh  Yuswohady.
Ternyata target pertumbuhan ekonomi 5,3 untuk tahun 2017 telah disepakati dalam Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Asumsi Makro RAPBN 2017 antara pemerintah dan Komisi XI DPR. Oleh karena itu, dalam acara sambutannya Jan Hendra mengungkapkan pentingnya peran perbankan di era mendatang menjadi semakin luas, bersamaan dengan gencarnya implementasi literasi dan inklusi keuangan yang mendorong masyarakat untuk memperoleh layanan perbankan. Bersamaan dengan target pertumbuhan ekonomi tersebut, perbankan juga perlu meningkatkan kualitas layanan dan solusi perbankan demi melayani berbagai kebutuhan masyarakat.
Hal ini untuk menjamin keberkesinambungan dan inklusif, agar semua dapat terlibat  dari pengusaha kecil hingga besar. BCA, sebagai bank swasta terbesar di Indonesia menyadari pentingnya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan cara meningkatkan berbagai layanan dan solusi perbankan agar kebutuhan masyarakat yang makin specifik dan beragam terkait transaksi keuangan dapat terpenuhi. Itu sebabnya semakin masyarakat mempercayai perbankan, semakin positif dampaknya untuk perekonomian nasional.
Melalui forum Diskusi kali ini, BCA Â menyadari pentingnya berbagi optimisme dalam memberikan sentimen positif bagi pertumbuhan ekonomi tahun depan, dengan berharap masyarakat ikut memberikan sumbangsih bagi pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi banyak orang.
Optimisme Menyambut Ekonomi Indonesia 2017
Sebagai pembicara pertama, Anggawira dalam memberikan pemaparannya mewakili peran dia sebagai pelaku usaha. Menurut dia, ada enam peluang yang dimilki Indonesia, yaitu (1) Indonesia merupakan pasar atau Produsen terbesar; (2)  Indonesia merupakan ekonomi terbesar ke-7 di dunia; (3) Adanya bonus demografi; (4) melimpahnya Sumber daya alam; (5) Kelas menegah  dan  (6) besarnya peran UMKM.
Namun kalau melihat dari sejarahnya, ternyata faktor perlambatan ekonomi Indonesia sejak tahun 2010 terjadi karena kita masih tergantung pada komoditi. Ketergantungan ini begitu besar hingga mencapai 79,6% dibanding  manufaktur yang hanya menyumbang 8,6% dan jasa 11,8%. Sehingga ketika terjadi penurunan harga minyak dunia dan komoditi, Indonesia terkena imbas yang jauh lebih besar daripada negara lain yang menaruh pendapatan negara <50%  untuk komoditinya.
Hal ini merupakan tantangan tersendiri, agar Indonesia bisa menjadi Negara industry yang tidak hanya mengekspor bahan-bahan mentah, namun mampu mengolahnya menjadi barang jadi. Dengan demikian ada nilai tambah (value added) yang dihasilkan.
Disamping itu indikator  makro ekonomi Indonesia juga bergerak positif. Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diperkirakan menyentuh angka 5,1% . Angka ini mengalami perbaikan dibanding tahun 2015 yang hanya mencapai 4.8%. Target pertumbuhan ekonomi ini memang terlihat kecil, namun angka ini merupakan yang tertinggi dibanding negara-negara tetangga lainnya di Asia Tenggara. Maka Indonesia pun boleh bangga, karena fundamental ekonomi kita relatif bagus (kuat).
ProgramTax Amnesty jilid satu yang menghasilkan uang sebesar Rp 97 Trilyun, juga merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Karena itulah Indonesia dianggap Negara yang paling berhasil dalam program Tax Amnesty nya. Â Kesuksesan Tax Amnesty tentu mempunyai dampak positif bagi indikator pertumbuhan ekonomi yang lain.
Akhirnya dengan angka inflasi pada kisaran 3.3 % dan deficit transaksi berjalan yang tidak lebih dari 3%, maka pencapaian pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 sebesar 5.1% boleh dibilang sudah cukup lumayan, Hal ini mengingat perlambatan ekonomi global yang masih terus membayangi. Namun berbagai kondisi yang berjalan sudah sesuai dengan jalur  yang benar, membuat kita merasa lebih optimis bahwa ekonomi Indonesia akan lebih baik di tahun 2017. Sayangnya terkadang ada isu yang dibesar-besarkan, sehingga  menyebabkan kita tidak memiliki rasa optimis yang tinggi.
Dampak Kemenangan Trump terhadap Ekonomi Indonesia
Sebagai narasumber kedua, Doddy Ariefianto yang bekerja sebagai pengamat ekonomi di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), lebih menyoroti efek dari kemenangan Donald Trump bagi perekonomian dunia.
Begitu juga adanya kebijakan Trump yang cenderung anti globalisasi dan anti liberalisasi perdagangan, dikhawatirkan akan menyulut perang dagang antarnegara yang ujungnya akan  menimbulkan ketidakstabilan ekonomi global. Persoalannya, banyak ekonom yang setuju dengan kebijakan ekonomi Trump, karena mereka berharap kebijakan yang inward looking ini justru dinilai bisa membangkitkan kembali perekonomian AS.
Namun  Doddy melihat efek Trump di Indonesia tergolong kecil, karena nilai ekspor Indonesia ke US juga rendah. Sehingga Indonesia diharapkan relatif aman. Hanya saja permasalahan di Indonesia tidak hanya dari dari negara Amerika saja. Tapi permasalahan di kalangan bawah yang memiliki bentuk/wajah yang berbeda yaitu adanya daya beli masyarakat yang melemah. Dengan demikian Gini rasio semakin melebar dan jurang distribusi pendapatan yang semakin curam.
Memperkuat diri
Untuk meminimalisir dampak negatif dari kebijakan pemerintahan Trump ke depan, hal yang paling mendasar adalah kita sebagai bangsa  harus memperkuat fondasi perekonomian domestiknya. Seperti halnya AS yang inward looking, Indonesia juga harus fokus membenahi  industry  nasional, sehingga ketergantungan pada asing semakin berkurang.
Sejauh ini, langkah pemerintah sudah berada dalam jalur yang benar dalam usaha memperkuat fondasi perekonomian.  Salah satu rangkaian kebijakan besar yang dilakukan pemerintahan  adalah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi  dari jilid 1 hingga 14 jilid. Paket-paket kebijakan tersebut bertujuan untuk memperbaiki iklim bisnis di dalam negeri, mulai dari kemudahan izin berinvestasi hingga kepastian hukum dalam berusaha.Â
Disamping itu pemerintahan Jokowi juga gencar membangun infrastruktur. Â Pada tahun 2015, anggaran infrastruktur mencapai Rp 290 triliun, sedangkan pada 2016, angkanya ditinggikan lagi menjadi Rp 313 triliun. Hal ini dilakukan karena Indonesia memang sangat membutuhkan infrastruktur untuk mengurangi biaya logistik, mengurangi kesenjangan antar-daerah, menciptakan kantong-kantong ekonomi baru, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu tanpa infrastruktur yang memadai, Indonesia tidak akan pernah bisa naik kelas menjadi negara maju.
Mari bersama-sama kita songsong tahun 2017 dengan penuh rasa optimis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H