Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asuransi Pendidikan Sebagai Wujud Surat Cinta Saya Kepada Anak

31 Oktober 2015   19:47 Diperbarui: 1 November 2015   05:26 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  

 

Ilustrasi Rencanakan Tabungan Pendidikan Anak Plus Anda (doc: rri.co.id)

Kalau saya ditanya penting tidaknya asuransi pendidikan, tentu saya akan menjawab sangat penting. Kenapa begitu?, karena saya tidak tahu apa yang bakal terjadi pada diri saya sendiri nantinya. Walaupun saya punya tabungan dan investasi yang bisa dipakai atau dijual kapan saja, tapi kalau saya sakit dan tidak mempunyai asuransi pendidikan. Terus bagaimana anak saya akan sekolah?.

Iya kalau saya sakitnya sekedar flu atau batuk saja, saya tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. Tapi kalau saya sakitnya, seperti terkena penyakit kritis, serangan jantung, kanker, stroke dan penyakit kritis lainnya. Apa tidak menghabiskan banyak biaya?.

Bisa-bisa tabungan dan investasi yang saya kumpulkan bertahun-tahun akan habis dipakai untuk pengobatan, mungkin saja masih kurang. Biarpun saya mempunyai asuransi BPJS, saya tetap harus mengeluarkan uang untuk kesana kemarinya, belanja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, obat-obatan, taxi, dll. Masih ditambah lagi untuk proses penyembuhan yang mungkin butuh waktu agak lama.

Disisi lain, saya tentu masih membutuhkan banyak dana untuk kehidupan saya dan anak untuk selanjutnya. Apakah saya harus pinjam kesana kemari atau meminta-minta ke saudara dan tetangga, karena tabungan saya sudah habis dipakai? Apakah setelah itu masalah yang saya hadapi langsung selesai? Saya masih harus mengembalikan uang pinjamannya. Apa tidak tambah pusing kepala saya jadinya.

Akhirnya saya pun berkeyakinan, kenapa saya mempersulit diri dan menyengsarakan keluarga?. Dengan mempunyai asuransi pendidikan, bukan karena saya pasti akan meninggal suatu saat. Tetapi karena anak saya harus tetap hidup dan melanjutkan pendidikan dan kehidupannya.

Itu sebabnya dengan mempunyai asuransi pendidikan, saya ingin mewujudkan kecintaan saya kepada keluarga. Bahkan saya menyebut polis asuransi pendidikan sebagai wujud dari SURAT CINTA saya kepada anak yang paling tulus. Kata "pendidikan" disini sebenarnya hanya embel-embel untuk menegaskan tujuan asuransi yang saya beli buat anak saya adalah dipakai untuk dana pendidikan anak.

Kelebihan dari produk asuransi pendidikan ini adalah dalam hal manfaat perlindungan jiwa. Bila suatu saat saya meninggal dunia atau terkena cacat tetap total akibat kecelakaan, maka dana pendidikan yang sudah direncanakan, tetap akan diberikan kepada ahli waris untuk biaya pendidikan anak saya. Ada juga beberapa manfaat tambahan lainnya, seperti penggantian biaya rawat inap di rumah-sakit, dan manfaat pembebasan premi.

Untungnya lagi asuransi pendidikan yang kami punyai adalah jenis asuransi unitlink, sehingga diharapkan imbal hasil mungkin akan lebih baik. Hal ini karena apabila tertanggung meninggal, ahli waris tak hanya mendapatkan uang pertanggungan (UP), melainkan juga hasil investasinya. Disamping itu, dengan unitlink, imbal hasil bisa lebih fleksibel, karena mengikuti nilai investasi yang dipilih. Misalnya, dengan saya memilih ekuitas, bisa memberi imbal hasil sekitar 18% per tahun. Walaupun hasil yang sebenarnya sangat tergantung imbal hasil riil di lapangan.

Kesadaran inilah yang memaksa saya untuk setia membayar premi asuransi setiap bulannya, agar saya tidak dipaksa untuk menanggung resiko membayar dalam jumlah yang besar. Justru dengan berasuransi saya melihatnya lebih pada suatu perencanaan akan masa depan dan bersiap siaga apabila terjadi sesuatu. Ibaratnya saya perlu sedia payung sebelum hujan. Kalau ternyata hujan tidak jadi turun, yaa tida apa-apa. Tapi kalau hujan turun dan lebat sekali pun, badan dan tubuh saya mungkin basah kuyup, tapi anak saya bisa terlindungi (terproteksi). Itulah bedanya orang yang membawa payung dengan yang tidak, apabila hujan deras turun.

Untungnya lagi, dengan mempunyai asuransi pendidikan buat anak saya, hidup saya terasa aman dan nyaman. Saya tidak perlu memikirkan bagaimana nanti saya harus menyekolahkan anak. Inilah yang membuat saya yakin bahwa TIDAK ADA ORANG BANGKRUT KARENA BERASURANSI. SEBALIKNYA BANYAK ORANG BANGKRUT KARENA TIDAK MEMILIKI ASURANSI.

Ini berarti saya perlu merencanakan pendidikan buat anak saya sejak dini dan menyiapkan dananya. Jangan sampai saya hanya mengharapkan yang terbaik buat anak, tapi lupa dengan tugas sebagai orang tua untuk menyiapkan dananya demi mewujudkan impian-impiannya. Kalau sebagai orang tua saya tidak merencanakannya sejak dini, tentu akan kelabakan pada saatnya saya membutuhkan uang dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat. Pertanyaan besar yang menghantui saya adalah darimana uang itu kalau saya tidak menyiapkannya sejak dini.

Kelebihan lainnya dengan perencanaan sejak dini adalah pembayaran preminya menjadi relatif lebih ringan, saya merasa tidak seperti dikejar-kejar karena harus membayar premi dalam jumlah yang besar. Walaupun sebenarnya besar kecilnya premi yang dibayar tergantung pada masing-masing orang tua serta jangka waktu yang diinginkan.

Dan satu tugas saya yang penting lainnya adalah saya harus mengusahakannya jangan sampai lapse (telat atau lupa), karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi ketika saya lupa membayarnya. Apalagi pembayaran premi asuransi pendidikan ini memerlukan waktu lama, saya perlu disiplin untuk membayar preminya. Sebab kalau saya lalai membayar, dimungkinkan polis akan dinyatakan batal atau lapse. Otomatis pertanggungannya menjadi batal. Kelalaian ini bisa membuat klaim asuransi pendidikan buat anak saya ditolak.

Itulah sebabnya untuk mewujudkan suatu cita-cita dibutuhkan suatu komitmen. Hal ini karena keinginan tanpa dibarengi dengan komitmen untuk membayar preminya, tidak akan ada artinya. Apalagi dengan tingginya biaya pendidikan yang boleh dikatakan naik setiap tahun antara 15 - 20% karena inflasi, membuat semua biaya-biaya menjadi naik. Belum lagi cakupan dari biaya pendidikan itu bukan hanya kebutuhan untuk membayar SPP, tapi meliputi uang buku, uang jajan, transport, mungkin juga uang kost kalau sekolah/kuliahnya jauh, uang makan dan juga kegiatan esktra lainnya yang diminati oleh anak.

Bayangkan semua itu harus saya siapkan untuk membiayai anak saya pada saatnya dia kuliah atau mengenyam pendidikan tinggi. Itu sebabnya saya tidak boleh hanya tergiur dengan nilai uang pertanggungan yang tinggi, yang dicantumkan dalam ilustrasi. Bisa jadi, angka itu sudah tidak memadai ketika anak saya masuk ke jenjang pendidikan mendatang.

***

Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, ijinkan saya mengutip ayat Al Qur’an yaitu Surat Al-Hasyr ayat 18 yang saya pakai sebagai landasan kenapa saya membuat perencanaan pendidikan: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dan satu lagi dari Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitab al-Mustadrak: “Ingatlah 5 Perkara sebelum datang 5 Perkara, yaitu  masa muda engkau sebelum datangnya hari tua, masa sehat engkau sebelum dilanda sakit, masa kaya engkau sebelum masa miskinmu, masa lapang engkau sebelum datangnya waktu sibuk, dan masa hidup engkau sebelum datangnya saat kematian.”

Hadis Nabi tersebut memiliki maksud supaya kita mempergunakan waktu dan kesempatan dengan sebaik-baiknya, sebelum hilangnya kesempatan yang ada. Namun sayangnya kita sering baru merasakan nilainya, setelah kelima hal tersebut hilang. Sebagai contoh, kita baru menyadari nikmat sehat, ketika kita merasakan sakit. Begitu juga kita baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Itu sebabnya penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.

Semoga kita bisa mempergunakan setiap kesempatan dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada enyesalan nantinya. Sekedar tulisan untuk berbagi dan semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun