Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mood Menulisku Mirip Seperti Yo-yo

11 September 2012   13:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:37 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13469400151983359640

[caption id="attachment_204287" align="aligncenter" width="531" caption="Permainan Yoyo (Doc: dianeaninditya.wordpress.com)"][/caption] Masih ingat khan permainan yang namanya "Yo-yo"? Itu lho permainan yang tersusun dari dua cakram dengan ukuran yang sama. Yoyo ini biasa dibuat dari plastik, kayu atau bahkan logam, terus dihubungankan oleh tali atau semacam benang ke sumbunya. Cara mainnya juga sangat sederhana, walaupun butuh ketrampilan pada awalnya yaitu tinggal digerakkan atau dihentakkan ke bawah, lalu ditarik lagi. Disitu ada semacam proses tarik ulur dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Dulu saya pikir permainan ini untuk anak-anak saja, ternyata banyak orang tua atau dewasa pun ikutan main. Bagusnya lagi permainan ini banyak digemari di beberapa negara. Ini yang baru aku tahu, kirain permainan Yo-yo merupakan permainan tradisional kita. Kuper info nih ternyata, hehehheh. Begitulah kira-kira moodku dalam menulis. Persis naik turun sesuai dengan kondisi yang ada dalam pikiranku. Padahal maunya sih bisa terus menulis dan berbagi, tapi apa daya masih belum bisa. Makanya produktivitasnya yaa bisa dilihat sendiri. Minim, antara ada dan tiada. Maksud hati memeluk gunung, apa daya tanganku pendek, jadi tidak sampai, hahhahaha. Aku sendiri tidak menginginkan sebenarnya, tapi sampai saat ini aku belum bisa melawannya atau baru bisa berkompromilah sedikit dengan moodku. Yaitu dengan cara mengimbanginya sedikit rileks kalau lagi jenuh banget atau otakku lagi capek. Ah! lagi-lagi alasan!!!. Itulah sebabnya sejak kecil aku paling tidak suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, karena ada tugas atau kegiatan mengarang, baik itu membuat cerita, puisi, pantun dan sebangsanya. Pokoknya menyangkut dunia tulis menulis. Tugas-tugas inilah yang membuatku tidak semangat untuk belajar bahasa Indonesia. Walaupun nilai bahasa Indonesia pada akhirnya bagus, tapi bukan karena kegiatan menulis. Kini aku tahu rasanya mengapa begitu sulit untuk mengembangkan mood menulis. Karena memang ada penyebabnya dari dulu. Makanya, tidak heran kalau aku memang menganaktirikan pelajaran bahasa Indonesia, dibanding pelajaran bahasa-bahasa yang lain. Maklum pelajaran bahasa lainnya tidak ada tugas untuk  mengarang atau membuat cerita, paling pekerjaan rumah atau sekedar memraktekkan langsung. Jadi  semangatku luar biasa. Dari pelajaran bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan bahkan pelajaran bahasa Jepang. Ah! aku jadi bernostalgia, mengenang kembali masa laluku. Rasanya memang aku ada bakat untuk mempelajari berbagai bahasa, secara aktif lagi. Namun, semua itu sekarang tinggal sejarah Sayang seribu sayang memang, hanya karena aku jarang memraktekkan hampir semua bahasa asing yang kupelajari menguap semua, tinggal bahasa Inggris saja yang masih tersisa. Yang terakhir ini memang aku akui karena aku rajin memratekkan, makanya sampai sekarang masih berbekas. Kalau tidak, aku yakin akan mengikuti jejaknya. Karena resep untuk belajar bahasa adalah dengan memraktekkannya, bukan dengan menghafalnya. Aku percaya itu!!! Miriplah dengan pisau, semakin sering dipakai semakin tajam, kalau jarang dipakai ... yaa lama-lama tumpullah atau berkarat. Betul nggak??? Analog ini persis sama dengan kegiatan tulis menulisku. Aku memang harus rajin memraktekkannya. Apalagi sudah kumaklumi kalau aku memang tidak mempunyai bakat dan tidak suka dunia tulis-menulis dari awalnya. Maka tantanganku jauh lebih berat lagi, dibanding mereka yang sudah ada bibit atau kecintaan sejak kecil. Hal ini tentu  akan lebih mudah untuk menggapai apa yang mereka inginkan. Sementara aku  baru mulai memupuk minat atau keinginan untuk bisa. Jadi yeah wajarlah kalau hasilnya masih antara ada dan tiada. Persis seperti Yo-yo itu yang naik turun gerakannya. Rasanya ngiri deh sama kawan-kawan yang sudah membuat buku, sementara aku sendiri masih merangkak dan mencari bentuk. Kapan yaa, aku bisa memetik hasilnya??? Masih lamakah kuharus menunggunya? Aku sungguh sudah tidak sabar untuk terus berlari dan mengikuti jejak mereka yang sudah berhasil. Tapi mungkin tidak adil yaa? Baru kemarin sore memupuk minat, sudah pingin berhasil. Apa kata dunia nanti!!! Memang proses  menulis bisa instant?? Aku yakin, bisa saja semua orang ingin menjadi penulis, kalau prosesnya bisa diperoleh dengan dadakan??? Orang mau menjadi juara saja harus berakit-rakit dulu. Sama donk dengan dunia tulis menulis. Tuh lihat bagaimana dunia perbulutangkisan kita. Dulu kita sering menjadi juara All England untuk Thomas dan Uber Cup. Tapi sekarang, kita bisa lihat sendiri hasilnya. Dua-duanya kita nggak dapat. Tragiskah ini dan apanya yang salah??? Itulah sebabnya aku perlu latihan yang banyak. Yeah, praktek dan terus menulis itu kata kuncinya agar aku bisa mencapai apa yang kuinginkan. Jadi proses ini memang harus kulalui. Jangan terlalu berharaplah dengan proses instant untuk mencapai suatu keberhasilan. Hanya mie instantlah yang ada, tapi bukan untuk suatu ketrampilan atau skills. Jadi capek itu pun wajar, karena memang aku harus berusaha. Heheheh lagi-lagi aku mengeluh dan mengeluh karena tidak bisa menulis. Okay kawan, selamat malam yaa. Sekedar curhat pengantar tidur. Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun