Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ternyata Kerja Politik Bukan untuk Job Seeker!

7 April 2014   16:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_318918" align="aligncenter" width="522" caption="Launching dan Bedah Buku Personal Branding karya Dewi Haroen (doc: pribadi)"][/caption]

Itulah kata yang sangat mengena pada diriku sekitar 4 tahun yang lalu, ketika aku baru pulang dari Amerika. Waktu itu aku berkeinginan sekali untuk masuk partai. Maklum beberapa anggota dari keluarga ibuku banyak yang bergabung. Jadi aku pun ingin juga bergabung, tentu masuk ke partai yang lain. Paling tidak aku punya ilmu dan aku suka blusukan untuk menyerap aspirasi. Namun saat itu aku terus berpikir, bagaimana dengan kebutuhan dapurku kalau aku bergabung dengan partai. Siapa yang akan membiayai semua kebutuhannya? Satu pertanyaan itulah yang akhirnya berhasil membatalkan niatku untuk bergabung dengan partai.

Sekarang pertanyaan itu terjawab sudah dari kehadiranku pada acara launching buku "Personal Branding Kunci Kesuksesan Berkiprah di Dunia Politik" karya Dewi Haroen. Acara launching ini diadakan di Gramedia Matraman, Jakarta Timur, pada hari Minggu, tanggal 6 Aril 2014. Hadir sebagai pembicara pada acara bedah buku adalah Prof. Dr Din Syamsudin (MUI), Prof. Dr Hamdi Muluk (Guru Besar Fak Psikologi UI) dan Dwiki Darmawan (seorang musisi). Sedangkan moderator dibawakan oleh Alvin Li

Dia mengatakan bahwa "kerja politik itu bukan untuk job seeker (pencari kerja)". Tapi merupakan suatu pengabdian, yang mau tidak mau kalau kita terjun ke partai harus sudah mapan dan tidak bingung lagi mengurusi dapur (alias keuangan). Namun keputusanku dulu untuk tidak bergabung dengan partai baru bisa terjawab sekarang, karena memang aku sendiri belum mapan dari segi ekonomi. Paling tidak untuk 4 tahun yang lalu.

Sedangkan untuk personal brandingnya, aku sendiri memang belum punya. Tapi paling tidak jangka waktu 4 tahun bisa aku pakai untuk menapaki dan membentuk personal branding, apa dan bagaimana bentuknya. Kebetulan ada beberapa ladang yang bisa aku garap, misalnya di Bidang Ekonom, meliputi Fiskal dan Budget, Sosial Ekonomi, UKM, Masalah Lingkungan dan juga tentang Pemberdayaan wanita dan anak-anak. Yeah, sekedar nostalgia saja mengenang masa lalu. Ini berarti apa yang aku lakukan adalah ada alasannya.

Kembali kepada pertanyaan diatas, kenapa kerja politik bukan untuk job seeker? Hal ini tidak lain kalau kita masih sibuk dan bingung bagaimana mendapatkan uang. Bisa dibayangkan bagaimana kerja publik nantinya. Itulah sebabnya kalau kita mau menyalonkan diri jadi caleg (calon legislatif) harus punya modal atau sudah mapan. Jadi pikiran kita bisa fokus untuk membantu dan membangun masyarakat. Karena kerja politik itu baik pada dasarnya, karena  merupakan suatu pengabdian. Siapa yang akan membangun masyarakat, kalau tidak ada yang mau jadi politisi. Tentunya dengan ada yang mau jadi politisi ini, diharapkan semua aspirasi kita bisa disuarakan. Syukur-syukur bisa diwujudkan.

Yang disayangkan adalah apabila kita belum mapan. Terus menerima amplop, karena kita masih perlu uang, maka diterima saja tanpa kita tahu dari mana, untuk apa dan bagaimana sumbernya. Inilah yang menjadi biang keroknya korupsi merajalela. Dengan kita sudah mapan paling tidak bisa menekan angka atau tingkat korupsi. Karena uang sudah tidak ada masalah lagi. Jadi amplop tidak asal diterima. Sebaliknya kerja politik, benar-benar untuk membangun masyarakat. Makanya kemapanan sebelum terjun itu perlu.

Disisi lain yang menyangkut personal branding tidak lain adalah bagaimana kita bisa membangun jati diri dengan menggali berbagai potensi yang ada. Oleh karena itu seorang politisi seyogyanya adalah para elit politik yang mumpuni dalam bidangnya, sehingga akan tampak aura dan inner beauty nya. Hal ini dilakukan dengan cara mengenal diri kita lebih mendalam "Siapakah diri kita sebenarnya? Dari situlah kita bisa menggali potensi diri untuk terus dikembangkan. Makanya personal branding itu bukan suatu kerja yang instant. Harus dibangun dengan proses yang akhirnya kita bisa benar-benar membentuknya sebagai jati diri kita atau karakter kita.

Yeah, ibaratnya kita mempunyai brand/merk yang benar-benar menggambarkan siapa diri kita. Jadi personal branding adalah sesuatu yang melekat (to be) bukan sesuatu yang dimiliki (to have). Kadang orang memanipulasi personal branding untuk tujuan yang diinginkan, tapi biasanya tidak akan abadi. Karena pada saatnya nanti akan terbongkar jati dirinya. Inilah yang orang sering menyebutnya dengan pencitraan.

Dan keberhasilan seorang tokoh politik dalam branding, yaitu ketika masyarakat mampu bercerita tentang tokoh itu secara fasih. Sedangkan yang tersulit dalam membangun  branding itu adalah membangun narasi. Karena hal itu membutuhkan kompetensi sekaligus konsistensi sikap dari seorang tokoh.

Oleh karena itu, personal branding sangat penting mengingat ramainya persaingan antar calon legislator maupun calon presiden di pasar elektoral. Bahkan apabila "Anda dipoles, lalu beriklan satu, dua, tiga kali. Lalu branding Anda terbentuk? Belum tentu. Lupakan sajalah. Anda harus punya modal karakter, karena  karakter itu seperti diamond. Biarpun ditaruh dalam lumpur pun, dia akan tetap berkilau," demikian ujar Hamdi Muluk, guru besar psikologi UI. Namun branding, berbeda dengan iklan lho. Iklan merupakan salah satu bagian dari branding. Maka membangun suatu branding sama dengan menggali atau menemukan potensi diri untuk ditawarkan kepada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun