Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

We Need Change

27 Juni 2014   14:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:39 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_330955" align="aligncenter" width="517" caption="We Need Change (doc: vi.sualize.us)"][/caption]

Itulah kata-kata yang selalu didengung-dengungkan oleh anak saya, Amri ketika dia sudah bosan dengan layout ruangan yang kami pakai untuk bisnis atau ketika komputer yang ada di rumah terlihat sudah lambat yang disebabkan karena banyaknya virus yang menyebar kemana-mana. Maka dia pun dengan tidak segan-segannya untuk mengajukan keinginan ingin merubah atau menformatnya kembali.

Saya sebenarnya tahu bagaimana pentingnya suatu perubahan bagi suatu perusahaan atau suatu dunia usaha, yang semua itu ditujukan untuk kemajuan. Bahkan perusahaan atau bisnis yang tidak mau berubah atau beradaptasi lambat laun bisa gulung tikar karena kalah persaingan. Makanya tuntutan suatu dunia usaha adalah untuk selalu menampilkan produk-produk baru dan selalu beradaptasi agar tetap bisa bertahan dan tentunya berkembang dan maju.

Tapi kadang kita terbentur pada banyak hal, diantaranya biaya, kenyamanan dan keenakan suasana atau tempat. Maka dengan adanya perubahan mau tidak mau ada sedikit ketidaknyamanan atau kesemrawutan yang muncul dan bahkan ada kemungkinan untuk gagal kalau kita tidak siap dan mengantisipasinya. Itulah sebabnya banyak perusahaan atau dunia usaha malas untuk berubah karena ada resiko itu.

Hal ini persis seperti apa yang pernah disampaikan oleh Robert Walcott, seorang akademisi dari Kellog School of Management, Northwestern University, Chicago, IL.USA pada acara the 8Th Markplus Conference 2014 di Ritz Carlton Hotel yang berjudul "Innovation in the Paradox Era". Dalam ceramahanya, beliau menekankan bahwa "Nothing is right forever, and everything is possible."

Menurut saya apa yang diomongkan oleh Robert Wolcott memang benar adanya, bahwa perkembangan teknologi yang baru akan menggantikan teknologi yang sebelumnya. Persis seperti perkembangan suatu ilmu atau penemuan baru akan memperbaharuhi penemuan yang lama. Maka automatis produk lama akan segera ditinggalkan. Paling tidak penemuan baru akan lebih canggih dari sebelumnya.

Itulah sebabnya beliau sangat mendukung munculnya inovasi-inovasi baru dari semua perusahaan agar  bisa  melangkah maju ke depan.  Dan hanya perusahaan yang berani melakukan inovasi jangka panjanglah yang akhirnya tampil jauh dari perusahaan yang menjadi pesaingnya. Tidak heran istilah Innovate or Die, sangat tepat untuk kemajuan suatu ilmu pengetahuan dan technology ini. Tentunya inovasi jangka panjang yang dibutuhkan untuk bisa maju beberapa langkah ke depan.

Sebaliknya jika suatu perusahaan sudah puas dengan kondisi yang ada, maka tunggulah saat untuk  gulung tikar (going out of business), seperti kebanyakan perusahaan besar yang ada di Amerika. Inilah yang disebut the Success trap, kata Bob. Untuk itu, inovasi adalah kunci dari kemajuan suatu perusahaan. Jika suatu perusahaan berani melakukan inovasi untuk jangka panjang (innovating in the long run) dan itu benar-benar berhasil, maka perusahaan tersebut akan maju beberapa langkah jauh ke depan, melebihi perusahaan lainnya yang menjadi pesaingnya.

Ibaratnya perusahaan tersebut sedang menciptakan masa depan and keeping the future relevant. Walaupun dalam kenyataannya tidak ada yang bisa memrediksikan masa depan (no one can predict the future). Tapi paling tidak perusahaan tersebut sudah bisa merencanakannya apa yang bakal terjadi.

Bagi saya sendiri, saya suka sekali dengan perubahan dan suasana yang baru. Namun kadang kalau sedang melakukan sesuatu yang membutuhkan konsetrasi atau perhatian sedikit, saya sering meminta untuk ditunda dulu. Bukan apa-apa, daripada nanti saya kesulitan untuk menemukan kembali apa yang saya butuhkan. Itulah sebabnya saya kadang meminta waktu untuk menyelesaikan lebih dahulu, habis itu saya memersilakannya. Itulah seringnya jawaban saya kepada anak saya, "Ya ya, I know that. But wait, ok!. Let me finish my work. I don't want to get stuck in the middle of it."

Ok sekedar intermezo saja yaa and sekaligus untuk mencoba mengisi blog saya daripada bolong-bolong antara ada dan tiada. Biasalah mood tidak datang setiap hari, hehhehe.

Selamat pagi dan selamat beraktivitas kawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun