[caption id="attachment_341400" align="aligncenter" width="525" caption="Sample menu ceker ayam (doc: kita-dede.blogspot.com) "][/caption]
Dulu sewaktu di US, jangan harap kita bisa dengan mudah membeli ceker (kaki) dan kepala ayam. Kita perlu ngobok-ngobok, eh mencari dink kesana kemari lebih dulu dan bertanya ke penjual apa mereka menjual dua jenis makanan ini. Biasanya yang sering menjual sih toko-toko, dimana pemiliknya adalah dari Asia Tenggara, seperti Vietnam. Baru kita bisa menemukannya. Sedangkan untuk pemilik dari Timur Tengah seringnya jarang yang menjual ceker dan kepala ayam.
Sekarang di Indonesia, kalau kita mau beli ceker dan kepala ayam, akan bisa kita dapatkan dengan segera. Apalagi kalau belanjanya di pasar-pasar tradisional, tentu akan dengan mudah kita dapatkan. Begitu juga pada tukang sayur, mereka seringnya bawa dua jenis makanan ini.
Tapi kalau saya disuruh memilih antara ceker atau kepala ayam? Saya akan memilih beli kepala ayam daripada ceker. Saya suka makan dua-duanya, tapi kalau disuruh memilih, yaa saya akan memilih kepala ayam.
[caption id="attachment_341401" align="aligncenter" width="529" caption="Sample menu masakan kepala ayam (doc: belajarculinary.blogspot.com)"]
Entahlah saya suka sekali dengan makanan ini sejak saya masih kecil, walaupun daging yang melekat padanya sangat sedikit. Dulu setiap kali orang tua saya masak daging ayam, bagian kepala seringnya dikasihkan ke saya atau kakak saya. Kalau masaknya cuma 1, kami disuruh milih mau kepala atau ceker?.
Kebiasaan saya kalau memasak kepala ayam biasanya dipakai untuk sayur sop atau gulai (kepala ayam) yang dikombinasikan dengan tahu dan tempe. Jadi kepala ayam saya pakai untuk kaldunya. Sedangkan ibu saya, dulu kalau masak ayam termasuk kepala ayam ini, seringnya digoreng garing. Sementara saya memang sudah mengurangi makanan gorengan, jadi yaa tidak saya goreng. Sudah cukup lama saya mengurangi makanan gorengan. Sebagai gantinya saya lebih suka makanan di steam, rebus atau berkuah dan kadang-kadang saja saya masak dengan ditambah kecap, seperti semur.
Terus untuk makannya, bagian kulit saya bagikan ke anak saya, dan saya sibuk ngubek-ubek otaknya. Sedangkan untuk tulang-tulang leher, saya bagi-bagikan ke kucing saya. Semua kebagian dan dapat jatahnya sendiri-sendiri. Kalau kami makan, mereka tidak dapat jatah, tentu akan mengganggu. Makanya sambil kami makan, kucing pun ikut makan. Jadi kami makan bersama-sama, mirip seperti pesta, hahhahaha. Bagi kucing saya makanan ini sebagai bonus, karena mereka masih dapat jatah khusus makan dengan lauknya sendiri.
Sekedar intermezo di pagi hari. Cerita asyiknya yaa tentang makanan. Semoga bisa menambah selera bagi yang sedang kurang nafsu makan. Bagaimana dengan Anda, mana yang disukai antara keduanya? Silakan dishare pilihannya dan bagaimana memasaknya. Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H