Jamaah masih sepi saat kami baru datang (doc: pribadi)
Itulah topik dari khotbah Idul Adha 1435H/2014 M yang diadakan di Lapangan Mesjid Baiturrahmah, Tanjung Barat yang saya ikuti pada tanggal 4 Oktober 2014 kemarin. Saya memang kasak kusuk sebelumnya, kapan shalat Iedul Adhanya diadakan. Karena selama ini saya tidak pernah mengikuti jadwal yang ditentukan oleh pemerintah. Makanya sebelum hari H datang, saya sudah mulai sibuk mau dimana saya nanti shalatnya.
Bagi saya, kalau harinya sama, saya tidak memasalahkan tempat dimana saya mau shalat. Tapi kalau sudah mendengar/membaca harinya lain, saya pun mengambil sikap dimana saya mau shalatnya. Biarpun tempatnya jauh sekalipun akan saya lakukan. Entahlah hati ini merasa cocok untuk mengikutinya. Lain dengan Bapak saya (alm), selalu kembali ke habitatnya tidak peduli harinya sama atau beda, hujan apalagi terang.
Karena saya shalatnya di tempat yang agak jauh, maka pada hari H nya saya sengaja berangkat pagi-pagi bersama anak saya dengan berharap kami tidak telat. Bener juga sampai di tempat, kami datang lebih awal dari jadwal shalatnya. Saya masih sempat berkenalan dengan jamaah di sebelah saya, yang ternyata adalah sesama jamaah dari kampung, Kebumen. Wow! jauh-jauh kami merantau, ketemu juga teman satu kampung. Bagusnya lagi, suami dari jamaah tadi adalah Ketua di mesjid Baiturahmah tersebut.
Luar biasa, pertemuan kami kemarin. Saya pun berpesan untuk diberi informasi kapan saja ada pengajian, agar saya bisa datang. Sebenarnya saya tahu jadwal rutinnya, namun kalau pembicara berhalangan, saya tidak tahu. Makanya kalau ada informasi lebih dulu, membuat saya lebih enak dan nyaman, karena kepergian saya tidak sia-sia. Maklum cukup jauh saya harus bolak balik, kalau ternyata pembicara tidak hadir. Itulah pesen saya, sambil kami bertukar nomer hp untuk memudahkan komunikasi.
Dengan mengucap takbir untuk menunggu waktu shalat tiba, saya juga memanfaatkan untuk menengok kanan, kiri serta di sekitar mesjid. Dari sekilas pemandangan, ada sesuatu yang menarik yang dikerjakan oleh panitia yaitu semua halaman mesjid yang dipakai untuk shalat Ied beralaskan tikar atau karpet, sehingga jamaah tidak perlu menggunakan kertas koran sebagai alasnya. Hal ini karena panitia menyiapkan segala sesuatunya buat jamaah dengan cara mengeluarkan semua karpet yang berada di mesjid, agar bisa digunakan oleh para jamaah untuk shalat. Jadi tidak ada satupun jamaah yang menggunakan koran sebagai alasnya.
Sekitar 10 menit sebelum shalat, panitia mengumumkan berbagai hal yang berkaitan dengan shalat Ied ini dan berapa hewan kurban yang mereka terima. Tepat pukul 7:00 pagi shalat Iedul Adha dimulai. Shalat berjalan dengan lancar. Kemudian dilanjutkan dengan khotbah Iedul Adha yang dibawakan oleh Drs. Harun Yahya Alrasyd. Lumayan tertib acaranya sampai selesai, karena memang jamaah dihimbau untuk tidak meninggalkan tempat agar tidak mengganggu ketenangan jamaah yang mendengarkannya. Padahal menurut saya ukuran khotbahnya termasuk panjang, heheheheh.
Berikut sekedar summary dari Khotbah hari Idul Adha kemarin dengan topik Pengorbanan, Jalan Menuju Kejayaan. Inti dari ceramah tersebut terdiri atas 4 bagian, yaitu:
1. Mengenang hari-hari Allah
Alhamdulillah, pagi ini kita semua berkumpul untuk memperingati satu diantara sekian banyak hari-hari Allah. Hari-hari dimana kelak akan menjadi saksi tentang jiwa-jiwa suci yang telah berjuang menggapai ketinggian; tentang jiwa-jiwa yang telah memberikan kematian untuk mendapatkan kehidupan. Untuk itulah Allah memerintahkan kita untuk senantiasa mengingat hari-hari Nya, agar dengan begitu kita senantiasa menemukan godaan luar biasa untuk berjalan dan mendaki langit ketinggian.
Dan hari yang kita peringati ini adalah hari ketika seorang manusia besar, seorang nabi Allah, Ibrahim as, sedang menapaki jalan terjal menuju ketinggian; menjalani detik-detik paling menggetarkan dalam kehidupan jiwanya dalam segenap gelombang sejarah kemanusiaan; saat-saat ketika ia melampaui batas keraguannya dan memasuki wilayah keyakinan baru dimana ia benar-benar memutuskan untuk menyembelih puteranya tercinta, Ismail as.
Dengarlah dialog antara kedua anak manusia itu pada jejak-jejak terakhir menjelaskan mereka tiba pada kesepakatan besar itu, seperti tertulis dalam QS: 37: 102, yang artinya:
Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia (Ismail as) menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Itulah momentum pengorbanan paling akbar dalam sejarah manusia. Dan itulah momentum kebesaran paling agung dalam sejarah manusia. Dan itulah hari-hari Allah.
2. Beginilah Sungai Sejarah Mengalir
Begitulah kisah pengorbanan itu mengalir dalam sungai sejarah kemanusiaan. Sebab dalam sungai sejarah itu selalu hanya ada darah dan air mata. Tapi hanya itulah yang dapat mengatur setiap pribadi menuju muara kebesaran dan kejayaannya. Dengan demikian, pengorbanan akhirnya menjadi kisah panjang yang mengalir deras dalam sungai sejarah kemanusiaan.
Berikut berbagai contoh pengorbanan dari para nabi, rasul dan orang-orang terdahulu. Lihatlah bagaimana putera Adam, Habil mempersembahkan hewan terbaik yang ia miliki sebagai persembahan kepada Allah untuk membuktikan kedalaman takwanya. Hal ini sesuai dengan QS Al Maidah ayat 27 yang artinya:
" ...... ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)
Begitu juga kisah betapa mirisnya perasaan ibunda nabi Musa saat ia memutuskan untuk melepaskan bayi laki-lakinya terapung di atas sungai. Nabi Yusuf yang harus mengorbankan masa mudanya di dasar sumur yang gelap, lalu dalam penjara yang begitu melelahkan. Serta bagaimana nabi Nuh dengan mengorbankan 950 tahun dan masa hidupnya untuk dakwah dan akhirnya hanya mendapat dua belas (12) pasang pengikut. Belum lagi bagaimana nabi Musa as dan Harus as harus melewati jalan terjal untuk menyampaikan dakwah dan harus menghadapi seorang thagut besar yang mengklaim diri jadi Tuhan yaitu Fir'aun?
Lihat juga bagaimana Ashabul Kahfi harus mengorbankan masa muda mereka dan meninggalkan kota mereka untuk memertahankan agama mereka dan meminta kenyataan bahwa mereka harus hidup dalam gua. Serta bagaimana nabi kita, Muhammad saw harus berkorban demi dakwahnya sepanjang 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. Begitu juga dengan sahabat-sahabat beliau dan kaum Muhajirin harus meninggalkan tanah asalnya, anak istrinya serta semua harta benda mereka demi mempertahankan dan melebarkan sayap agama mereka? dan tidak lupa pula bagaimana orang-orang Anshar di Madinah yang notabene miskin harus menyambut saudara-saudara mereka kaum Muhajirin dari Mekkah yang datang tanpa apa-apa?
3. Mengapa Harus ada Pengorbanan
Dalam jiwa kita mungkin tersimpan satu pertanyaan: "Mengapa sungai sejarah kemanusiaan selalu harus dialiri oleh darah dan air mata? Mengapa kita harus selalu berkorban? Tidak bisakah Allah menjadikan hidup ini tenang, dimana manusia hanya menyembah-Nya, dimana manusia hanya punya satu agama, dimana manusia tidak berbeda dalam pikiran , jiawa dan watak, dimana dunia ini menjelma taman kehidupan yang indah?"
Allah mengetahui dengan baik bahwa setiap manusia menyimpan pertanyaan itu dalam batinnya. Sama seperti Allah juga mengetahui bahwa Ia bisa melakukan semua itu; Ia bisa membuat manusia hidup (damai dengan hanya satu agama, Tanpa pertentangan diantara mereka, tanpa konflik, tanpa darah dan air mata, dimana hanya ada kegembiraan, dimana hanya ada cinta, dimana hanya ada lagu-lagu kehidupan yang indah. Maka dengarlah Allah berfirman:
"Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kami dijadikan-Nya satu umat (saja) ... QS: 5 ayat 48
Begitulah akhirnya Allah mempertemukan kita dengan hakekat ini, yaitu hakekat bahwa hidup sepenuhnya hanyalah ujian semata dari Allah, dan bahwa ada satu kata kunci dalam setiap ujian; duri-duri di sepanjang jalan kehidupan ini harus dilalui dengan penuh pertanggung jawaban. Simak firman Allah QS 67: ayat 2:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa yang diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
Tapi masih ada satu hakekat lain lagi yang membuat ujian kehidupan menjadi semakin berat dan rumit. Hakekat itu adalah Allah ternyata tidak menurunkan Adam dan Hawa sendiri ke bumi. Allah menurunkan mereka berdua bersama Iblis yang akan menyesatkan Adam beserta segenap anak cucunya hingga hari kiamat dari jalan kebenaran. Selain iblis yang berada di luar diri kita, di dalam diri kita sendiri juga terdapat unsur setan yang menjadi pusat pendorong kepada perbuatan jahat. Maka hakekat ini telah menjadikan panorama kehidupan kita akan senantiasa dipenuhi konflik antara kebaikan dan kejahatan, antara kebenaran dan kebatilan, antara tentara Iblis dan tentara Allah.
Disini tidak ada pilihan untuk tidak memihak. Dan karenanya setiap orang pasti harus berkorban, sebab setiap orang pasti terlibat dalam pertarunggan abadi ini. Kalau seseorang tidak berada dalam kubu kebenaran, pastilah dia berada dalam kubu kebatilan. Dan sayangnya tidak ada kubu pertengahan.
Demikianlah kedua hakekat tersebut menjadikan pengorbanan sebagai keniscayaan hidup. Dan hanya ada satu hal yang kelak akan memutus siklus pengorbanan yang begitu melelahkan manusia ini, yaitu kematian. Ya, hanya kematianlah yang akan membebaskan kita dan pengorbanan.
Oleh karena itu, kalau pengorbanan telah melekat begitu kuat dalam tabiat kehidupan, maka begitulah pengorbanan menjadi wajah abadi bagi iman. Demikian juga pengorbanan menjadi harga mati bagi iman dan bagi kemenangan, dimana geliat iman hanya akan terlihat sebanyak apa yang kita korbankan, pada sebanyak apa yang kita beri dan sebanyak kita lelah, menangis dan puncak dari segalanya adalah saat dimana kita menyerahkan harta dan jiwa kita sebagai persembahan total kepada Allah swt. Jadi setiap mimpi kemenangan dan kejayaan tidak bisa lepas dari suatu kisah perjalanan yang panjang atas pengorbanan.
Maka bertanyalah kepada diri sendiri, sudah berapa banyak yang kita berikan?, sudah berapa banyak kita meneteskan air mata? , sudah berapa banyak kita lelah dan sudah berapa banyak dan sudah berapa? Sebab Allah hendak memenangkan agamanya di muka bumi dengan usaha-usaha manusia yang maksimal.
Maka pantaslah kalau Nabi Ibrahim dinobatkan sebagai pemimpin umat manusia setelah Ia menyelesaikan kisah pengorbanannya yang begitu panjang dan mengharu biru. Demikian juga dengan Rasulullah SAW mencapai kemenangan akhirnya setelah melalui masa-masa pengorbanan yang penuh darah dan air mata.
4. Jalan Kembali itu Hanya Ada disini
Para nabi dan sahabat-sahabatnya telah menggariskan jalan kemenangan itu bagi kita; bahwa harga yang harus dibayar untuk itu adalah pengorbanan. Dan kita, kaum muslimin yang kini terpuruk dalam semua bidang kehidupan, kalah dalam semua medan tempur dan harus rela untuk hanya berada di pinggiran sejarah; harus benar-benar menyimak pelajaran ini dengan baik.
"Generasi terakhir umat, tidak akan menjadi baik kecuali hanya dengan apa yang telah menjadikan generasi pertama menjadi baik. "Sesorang sastrawan Mulsim, Musthafa Shadiq Al-Rafi'i mengatakan: "Sesungguhnya kemenangan dalam pertarungan hidup tidaklah diperoleh dengan harta, kekayaan, dan kesenangan. Tapi dari perjuangan keras, ketegaran dan kesabaran. Dan bahwa kemajuan manusia tidaklah diperjualbelikan begitu saja atau diberikan secara gratis, tapi sesuatu yang kita bangun dengan kekuatan karakter yang dapat mengalahkan krisis dan tidak dimatikan oleh krisis.
Inilah jalan kembali itu, saat dimana cita-cita menuju ketinggian menguasai segenap pikiran dan jiwa kita; saat dimana kita melepaskan ikatan jiwa kita dengan dunia dan kita mulai terbang ke angkasa yang luas; saat dimana kita menemukan sang iman yang telah memberi kita gelora kekuatan jiwa yang dahsyat; maka kita mulai bergerak untuk melahirkan gagasan besar dan tidak ada satu detik pun dari waktu kita berlalu begitu saja tanpa kita gunakan untuk kemanfaatan; maka semua harta yang kita peroleh dengan bekerja, berdagang atau lainnya tidak kita gunakan kecuali hanya untuk kepentingan bersama; serta kita terus bekerja, memberi, dan memeras seluruh tenaga dan fisik kita untuk agama.
Itulah manusia-manusia yang dibutuhkan Islam saat ini. Manusia-manusia yang memiliki semua syarat untuk menciptakan peristiwa dan mengukir sejarahnya dengan tangannya sendiri; visa keislaman yang dapat menyinari kehidupan, tekad yang selalu dapat mengalahkan semua krisis, akhlak yang selalu dapat mengalahkan godaan. Dan manusia-manusia besar selalu hadir di tengah krisis, dan setiap krisis besar dalam sejarah sebuah masyarakat atau bangsa, pada mulanya selalu diselesaikan oleh sentuhan tangan dingin manusia-manusia besar itu. Dan begitulah pengorbanan menjadi bibit kebesaran manusia-manusia Muslim.
Maka berjanjilah kepada diri kita untuk melakukan itu. Buatlah perjanjian sekali lagi dengan Allah; bahwa segenap hidup dan mati kita, segenap jiwa dan pikiran kita, segenap harta dan waktu kita, telah kita jual kepada Allah swt yang akan dibayarnya kelak dengan surga Allah.
Demikianlah sekedar oleh-oleh dari acara Idul Adha di daerah kami yang diadakan di Lapangan Mesjid Baiturrahmah daerah kami. Terlihat semua berjalan dengan tertib dan lancar. Begitu juga panitia sibuk memberesin tikar dan karpet yang telah kami pergunakan selama dalam shalat. Jadi tidak ada kertas koran yang berceceran dimana-mana. Sedangkan untuk acara penyembelihannya, sengaja dilakukan pada hari Minggunya, untuk mengantisipasi banyaknya orang yang datang tidak diundang atau datang tanpa menggunakan kupon, demikian menurut sahabat yang baru saya kenal.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H