[caption id="attachment_363036" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi Listrik Prabayar (doc: Pln.com)"][/caption]
Sudah lama saya mau menulis tentang ini, tapi belum sempat terus. Lha mumpung hari libur dan saya ada waktu untuk corat-coret, saya tergerak untuk menuliskannya. Kebetulan saya mempunyai banyak tetangga yang menggunakan token listrik, sementara saya sendiri di rumah menggunakan listrik bulanan.
Saya berusaha menuliskan keluhan-keluhannya, dimana mereka belum melek teknologi dalam transaksinya dan membeli token pun hanya sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian mereka beli token listrik, ketika saatnya harus beli dan itu harus dilakukan dengan pergi ke toko atau ATM.
Melihat apa yang mereka lakukan, menurut saya sedikit ribet ya, karena mereka harus bolak balik ke toko untuk pengisiannya. Sementara saya tinggal mengecek tagihan setiap bulannya. Jadi saya merasa tidak ribet untuk beli token setiap saat kuota nya mau habis, karena listrik saya bisa menyala terus asal tidak giliran atau mati dari pusat. Sedangkan banyak tetangga saya nyaris harus beli, ketika kuota listrik sudah menepis untuk mengantisipasi listrik mati lokal.
Istilah token listrik ini lebih populer daripada menggunakan istilah listrik prabayar atau listrik isi ulang. Mirip seperti kita isi ulang pulsa kalau mau menggunakan Hp yang prabayar. Hal ini merupakan trend baru dari PLN untuk para pengguna/pelanggan listrik untuk menghindari jebolnya tagihan karena tidak terkontrol dalam pemakaian atau bisa juga sebagai penghematan, karena bisa sewaktu-waktu listrik dimatikan kalau tidak dipakai. Praktis pelanggan tidak harus membayar biaya bulananya.
Lain hal nya untuk pelanggan yang bayarnya bulanan seperti saya, jelas setiap bulan saya harus membayar tagihan listrik. Biarpun katakanlah saya tidak memakainya selama bepergian atau liburan. Hal ini karena adanya biaya pokok yang harus dibayar.
Dari segi penghematan, memang membayar pakai token sangat membantu, karena kita tahu berapa pemakaian listrik per bulannya. Namun dalam setiap pembelian seringnya yang muncul adalah kodenya, sehingga kadang budget yang sama belum tentu bisa dipakai terus menerus, karena ada kenaikan harga per kwh nya. Bisa jadi dengan pembelian 100 ribu sekarang, dalam 6 bulan mendatang sudah tidak mungkin lagi, karena harga listrik per kwh nya yang naik. Walaupun pelanggan masih bisa membeli dengan harga 100 ribu, cuma jumlah kwhnya yang dikurangi.
Yang dulunya katakanlah dengan pembelian 100 ribu dapat 90 kwh, sekarang dengan harga yang sama hanya dapat 77 kwh. Dengan demikian jumlah kwh nya memang sudah berkurang. Praktis budget 100 ribu tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan listrik per bulannya.
Itulah kebanyakan keluhan yang dilontarkan oleh pelanggan yang menggunakan token listrik. Mereka banyak yang mengeluh, "kok sekarang jumlah kwh nya semakin kecil ya, dulu 100 ribu bisa untuk 2 minggu sekarang paling-paling hanya 10 hari."
Sama hal nya dengan pemakaian yang bayar bulanan, banyak pelanggan yang mendadak kaget, "lha kok tagihan listrik saya jadi naik banyak sekali. Padahal pemakaiannya sama?." Â Ini berarti tarif listriknya yang memang naik per kwh nya.
Namun dibalik semua itu yang saya pantau adalah kenyamanan pakai token listrik sering terusik, apabila malam-malam dimana toko sudah tutup memberikan signal atau bunyi untuk siap-siap listrik mati karena sudah mau habis. Kemana mereka harus membelinya? Sementara mereka lupa untuk membeli atau tidak mempunyai persediaan? Belum lagi kalau pelayanan pembelian token ada masalah seperti beberapa bulan yang lalu karena PLN mengalami gangguan?
Dari sini, saya jadi berpikir wah tidak nyamannya penggunaan token listrik kalau sewaktu-waktu mati dan saya tidak mempunyai persediaan? Pagi-pagi harus pergi ke ATM untuk beli token atau mencari toko/ penjual token listrik yang masih buka. Kalau saya tinggalnya di pelosok desa, kelihatannya kok ribet ya? Disatu sisi memang merupakan penghematan, karena sewaktu-waktu bisa dimatikan kalau tidak dipakai dan terkontrol dalam pemakaian. Tapi disisi lain kenyamanan sedikit terusik kalau mendadak listrik mati, yang berarti harus berjibaku untuk membeli dan mengisinya.
Sekarang mana yang lebih penting antara penghematan dengan kenyamanan yang mau kita nikmati? Tentunya kalau bisa dua-duanya yang akan kita pilih. Tapi kalau terpaksa tidak bisa, saya kok lebih memilih kenyamanan diatas penghematan. Pasalnya kalau saya malam-malam atau pagi buta harus beli token atau ke ATM, malah saya merasa sangat tidak nyaman. Belum ongkos lain yang harus dibayar, yaitu masalah keselamatan diri. Itu yang menurut saya nilainya sangat mahal.
Tapi masing-masing kita punya milihan. Namanya saja hidup, ya harus memilih. Cuma kalau bisa memang pilihlah yang terbaik. Begitu kira-kira logika saya. Bagaimana menurut Anda? Mungkin punya alasan atau ide-ide lain yang bermanfaat. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H