Senin, 5 Februari 2024. Sore itu aku berjubel dengan buanyaaak lautan manusia antre di MAC Ballroom, Jl. Majapahit. Di Semarang, kotaku yang kian hari kian cantik berkat sentuhan mantan wali kota Mas Hendy, aku dan temenku asyik menikmati antrean yang super panjang. Jadi ingat tahun '98 saat ikut demo mahasiswa menuntut Pak Harto mundur dari tahta kepresidenan. Ya, sore itu ditemani mendung gelap yang seakan siap memuntahkan isi perutnya ke bumi. Alhamdulillah, akhirnya aku dan temanku berhasil memasuki ruang lobby MAC.Â
Di lobby aku lihat ada beberapa orang berkerumun. Rupanya mereka antre pula untuk bisa menorehkan tulisan tentang harapan di "Wall of Harapan." Wiii... keren ya... Akupun tak mau ketinggalan, ikutan gantian spidol buat corat-coret tentang uneg-uneg di kepalaku. Setelah itu kami masuk ballroom, eits tampaknya ada photo booth yang sengaja dibuat untuk kami yang suka bergaya dan narsis di depan kamera. Wah, ini penting nih, harus nih, gak boleh terlewat, bisikku sama temenku. Langsung saja jeprat dan jepret dengan berbagai gaya, haha... Dah beres urusan fotonya.Â
Begitu masuk di ballroom, hmmm... hampir semua kursi sudah penuh terisi. Singkat cerita, kami pun memutuskan duduk lesehan dekat podium. Gak pa-pa deh, yang penting bisa deket dengan Pak Anies... Iyah, Pak Anies Rasyid Baswedan yang kian hari kayaknya kian "edan" saja. Kami semua, sekitar 9000 orang sedang menunggu kedatangan Pak Anies malam itu di acara Desak Anies.
Sesuka inikah aku sama Pak Anies? Jawabannya "iya" apalagi di malam hari itu. Pak Anies pun datang dengan kemeja biru dan blue jeans tampak keren dan berwibawa. Pak Anies dengan senyum autentik yang gak dibuat-buat layaknya calon presiden yang harus menarik simpati dari rakyat. Beliau dengan senang hati mendengarkan cuthatan, luapan emosi dan euforia dari peserta Desak Anies.Â
Pertanyaannya kenapa aku mau capek-capek ikutan acara Desak Anies?
Berawal dari kebencianku pada momen pemilu. Rakyat hanya jadi barang mainan politisi. Para paslon berlomba-lomba mengamalkan berbagai jurus dan strategi mujarab. Ujungnya rakyat diekploitasi untuk memuaskan nafsu paselon dan segelintir elit dibelakangnya. "Bansos "yang ternyata untuk "pansos," kampanye dengan bayaran, fitnah, ujaran kebencian, banyak deretan baliho memuakkan di sepanjang jalan, dan debat presiden yang sarat berjuta janji. Namun ada yang berbeda di tahun 2024 ini. Salah satu paslon menurut saya memiliki distinction dibanding paselon lain. Di Desak Anies, gak ada nasi kotak, bagi-bagi kaos, apalagi amplop. Semua orang datang dengan sukarela. Wow... Agak aneh sih, dibanding kampanye paslon sebelah...
Akhirnya aku rajin literasi dari berbagai referensi tentang ketiga paselon khususnya paselon nomor urut 01. Aku selalu ikuti dari bermacam sosial media, Â termasuk perkembangannya di debat presiden. Aku cari kelemahan dan kelebihan semua paselon. Aku cari counter-nya dari referensi yang aku googling. Aku gak sadar, dari semua rekam jejak yang aku temukan, kok makin hari aku makin suka dengan paslon 01.
Gagasan, narasi, dan karya yang Pak Anies miliki pas banget dengan pola pikirku. Ini bukan emosionalku yang berbicara tapi ini rasionalku. Bukan identitas tapi benar-benar hasil berpikir objektif yang aku lakukan. Rasio dan hati nuraniku mengatakan, Pak Anies yang paling tepat menjadi presidenku. Emang boleh aku "sejatuh cinta" ini padamu Niiies...?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H