Minggu pertama: terinspirasi puisi
Triiing...
Sebuah pesan via bbm masuk. Kulirik HP yang menunjukkan pukul 22.30 WIB.
"PING!"
"Mbakyu...sudah tidur?"
Demikian pesan yang tertulis. Mia, perempuan yang kukenal saat bergabung di sebuah grup kepenulisan. Hampir setiap malam, dia curhat tentang perlakuan kejam dari suaminya. Kesalahan kecil saja, bisa membuat suaminya kalap. Dari tamparan hingga tendangan kerap mendarat di tubuh kecilnya.
Dengan mata sedikit berat, kupaksakan menbalas bbmnya.
"Iya, dek...ada apa? Apa suamimu kalap lagi?"
"Bukan, mbak. Aku cuma mau kasih kabar. Aku sakit. Sakiiit sekali badanku. Suamiku pergi. Tadi pagi, ia ditelpon kekasihnya. Entah pergi kemana, aku gak berani tanya. Nanti dia marah lagi."
Terbawa emosi, ingin aku mengutuk lelaki bajingan itu.
" Kamu sakit apa?" Aku berusaha tenang membalas pesannya.
"Sebenarnya...aku sakit kanker payudara, mbakyu. Setiap banyak pikiran dan pekerjaan, sakitnya bertambah parah."
Aku tercekat. Rasa kantukku tiba-tiba lenyap.
"Jika malam ini aku tidak bisa bertahan, tolong carikan penerbit untuk naskah bukuku, ya."
Tak terasa mataku basah. Tak mampu menjawabnya.
"Maaf merepotkan, hanya mbakyu yang bisa kuajak bicara. Tak ada yang peduli padaku. Aku hanya ingin membagi pengalaman hidupku sebagai suvivor kanker, mbakyu. Semoga, suatu hari nanti anakku bisa mengenangku dari buku ini. Hingga ia bisa kuat menghadapi hidupnya."
"Iya, dek. Kirim saja ke e-mail aku, ya! Kuharap kamu berumur panjang dan cepat sehat. Bertahanlah demi anakmu, yang sabar ya! Peluuuk."
Hanya kalimat itu yang bisa kutuliskan untuk menghiburnya.
***********