Mohon tunggu...
Patricia Lestari
Patricia Lestari Mohon Tunggu... Guru - Seorang ibu

Seorang manusia biasa yg coba cari arti garam dan terang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Anakku Beranjak Dewasa

8 Mei 2020   05:28 Diperbarui: 8 Mei 2020   05:22 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kupandangi gambar-gambar yang berisi rekaman jejak gaya dan tingkah kedua buah hatiku saat mereka masih kecil. Begitu polos..lugu dan menggemaskan. Dan saat kupandangi dua buah foto kedua anakku mengenakan toga kelulusannya di perguruan tinggi, tak terasa air mataku menetes haru.

Rumah terasa begitu sepi. Tak ada lagi celoteh ramai kedua anakku. Rasanya baru kemarin aku disibukkan dengan rumah yang tampak berantakan karena mainan bocah yang berserakan, atau suara tangis bocah karena bertengkar atau merengek.... Yaa..semua hiruk pikuk itu sudah berlalu... Dan aku sangat merindukan lagi suasana itu. Tapi kini yang ada hanyalah sepi dan menunggu untuk bertemu lagi dalam detakan waktu.

Bukan berarti aku tak pernah berkomunikasi lagi dengan kedua buah hatiku. Tapi kini setelah mereka bekerja di luar kota, tentu saja aku tak bisa bertemu setiap hari.

Komunikasi hanya melalui telpon atau video call. Itupun sudah sangat bersyukur walaupun kerinduan yang kurasa seakan tak pernah tuntas karena tak dapat memeluk mereka melalui digital.

Yaa... Bagaimanapun, aku harus tetap bersyukur, karena mereka selalu dalam keadaan baik-baik saja. Dan aku sangat percaya, bahwa Tuhanlah yang telah menjaga dan memelihara mereka. Siapa lagi yang bisa kuandalkan selain Tuhan? Tidak ada.

Aku merasakan hal itu seiring dengan bertambahnya waktu...

Seiring dengan pertumbuhan dan kematangan usia mereka, aku semakin menyadari bahwa hanya Tuhan yang bisa kuandalkan untuk menjaga dan memelihara anak-anakku.

Dulu ketika mereka masih kanak-kanak, mereka selalu ada di dekatku setiap saat... Dari mulai matahari terbit sampai terbenam sampai terbit lagi mereka ada dalam rengkuhan tanganku. Tapi ketika mereka mulai memasuki usia remaja.. mereka mulai punya kegiatan kedua di luar rumah bersama teman-temannya. Dan tentu saja aku tak bisa mengikuti mereka kemanapun mereka pergi, berbeda dengan ketika mereka kecil.

Walaupun kedekatan ku dengan mereka sampai sekarang tetap terjaga, tapi aku harus bisa menerima bahwa kini bukan aku satu-satunya yang mengisi dunianya.

Ketika mereka bercerita tentang pengalaman mereka bersama-sama teman mereka, aku mulai merasakan warna yang baru dalam usia mereka saat itu. Tak jarang aku ikut terkekeh saat mereka menceritakan pengalaman lucu. Tapi hatiku ikut menangis ketika mereka menceritakan kesedihan yang mereka alami.

Bagaimanapun aku tetap harus menghargai privasi mereka untuk tidak mendikte atau mengatur mereka tentang apa yang harus mereka lakukan. Karena masalah-masalah yang mereka hadapi justru akan melatih mereka untuk tangguh, kuat dan mandiri.

Ketika mereka meminta pendapat atau saranku, dengan senang hati aku berikan pendapatku, namun aku tetap menyerahkan keputusannya pada mereka.

Memang bukan hal yang mudah buatku, bila kulihat anakku mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keinginanku...tapi aku harus bisa menahan diriku dan mempercayai keputusan yang mereka ambil.

Aku selalu berusaha menyampaikan segala konsekuensi dari tiap keputusan yang mereka ambil, dan membiarkan mereka bertanggungjawab atas pilihannya.

Sungguh.... Bagiku bukan hal yang mudah. Orang tua mana yang bisa tega membiarkan anaknya terluka atau terjatuh. Tapi aku harus berani lakukan itu kalau aku ingin anakku jadi pribadi yang kuat, tangguh dan bertanggungjawab.

Perlahan aku menyadari, bahwa aku memasuki fase yang berbeda dan cukup berat sebagai orangtua. Melepas mereka dan mempercayai mereka dalam setiap langkah hidup yang mereka ambil, terasa sangat berat dan menegangkan.

Tapi bagaimanapun aku harus menghargai mereka sebagai pribadi yang utuh, dan punya kebebasan menentukan sendiri keputusan mereka. Karena mereka bukan robot. Dan yang menjadi tempatku mengadu, menangis serta menyerahkan kekuatiranku hanyalah Tuhan saja.

Aku sadar, aku tidak berhak sepenuhnya atas kehidupan anak-anakku sekalipun mereka lahir dari rahimku. Karena yang memiliki hak sepenuhnya atas kehidupan anak-anakku adalah Tuhan dan anakku sendiri. Sebagai orang tua, aku diberikan titipan dan kepercayaan dari Tuhan untuk menjaga, mendidik dan memelihara anak-anakku menjadi pribadi yang utuh  dan bukan untuk memanfaatkan mereka.

Tapi disisi lain aku merasakan sisi positif dari kedewasaan sikap yang mereka miliki. Mereka menjadi sahabatku yang terbaik. Kami bisa saling curhat tanpa merasa sungkan. 

Dan aku merasa sangat bersyukur punya team yang solid bersama mereka. Hal lain yang sangat kusyukuri, di usiaku yang bertambah tua, aku tahu bahwa aku tak perlu kuatir atau mencemaskan tindakan atau pilihan mereka dalam hidup mereka karena aku tahu, mereka selalu bisa mengambil keputusan sebagai pribadi dewasa yang bertanggungjawab.

Dan yang terutama, di atas semua itu, aku percaya Tuhan yang akan mengawasi, menjaga dan memelihara tiap langkah anak-anakku, dan memampukan mereka untuk menjadi inspirator yang baik untuk sesamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun