Tajuk kampanye Hari Perempuan Internasional tahun ini adalah Embrace Equity, sebagaimana tertulis pada laman resmi International Women's Day (IWD).
Tajuk tersebut mengandung arti kita bisa bebas dari bias, menantang diskriminasi dan stereotip gender, serta hidup di dunia yang beragam, adil, dan inklusif.
Kondisi kehidupan seperti itu bisa terwujud dengan aktivisme kolektif antara perempuan dan laki-laki yang dimulai dengan menyadari ada diskriminasi, lalu bersama-sama bertindak mewujudkan kesetaraan gender.
"Hari Perempuan International milik semua orang. Kita bisa mendukung dan merangkul kesetaraan dalam lingkup pengaruh masing-masing."
Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional tahun ini, Aitana Bonmati (Sant Pere de Ribes, 1998) memaparkan pandangan perihal kesetaraan gender dalam sepak bola bersama La Vanguardia (5/3/2023).
Gelandang andalan FC Barcelona Femeni tersebut memandang kesetaraan gender dalam sepak bola belum selesai, tetapi mulai berjalan positif.
Sepuluh tahun lalu, Aitana tidak pernah membayangkan menjadi pemain profesional di tim utama Barcelona wanita. Kondisi itu berubah ketika pengurus klub menjadikan tim utama Barcelona wanita sebagai klub profesional.
Lebih dari itu, Barcelona pun sudah mulai mengerjakan proyek serupa untuk akademi Barcelona wanita.
Kesempatan menjalani kehidupan sebagai pemain profesional dan andalan pelatih di lini tengah FC Barcelona Femeni mendorong Aitana lebih aktif membantu kelompok yang ditindas ataupun kurang beruntung.
Hal itu tampak pada aktivismenya di luar lapangan sebagai aktvis di Barcelona Foundation, bekerja sama dengan LSM dan asosiasi-asosiasi lain, serta menjadi duta UNHCR dan La Liga Genuine. Selain itu, Aitana mengambil studi Physical Activity and Sports Sciences di Ramon Llull University.
Aitana senang jika sikapnya di dalam dan luar lapangan tersebut menjadi referensi positif atau panutan bagi anak-anak karena hal itu penting bagi mentalitas saat dewasa.
Dengan memiliki perempuan panutan sejak dini, mereka akan tumbuh dengan mentalitas bahwa laki-laki dan perempuan setara.
Masalah kesetaraan gender dalam sepak bola yang belum selesai menurut Aitana adalah perempuan harus berusaha dua kali lebih banyak untuk memvalidasi profesionalisme mereka.
Masalah tersebut berdasarkan fakta bahwa perempuan, baik sebagai pelatih, wasit, maupun jurnalis, selalu dihubungkan dengan sepak bola wanita.
Aitana beranggapan bahwa masalah itu bersumber pada mentalitas masyarakat yang belum siap jika perempuan menjadi pelatih atau manajer tim sepak bola laki-laki--sebagai sosok yang harus menjelaskan ide permainan, perintah, dan mengajarkan cara bermain.
Perempuan bisa saja mengalami kondisi profesionalisme sebagai pelatih tim laki-laki saat ini. Namun mereka harus berusaha dua kali lebih banyak untuk memvalidasi profesionalismenya, pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H