Mohon tunggu...
Noviary Pramono
Noviary Pramono Mohon Tunggu... -

Penulis dadakan yang cinta otomotif

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Menilik Kejuaraan Balap yang Pas untuk Rio Haryanto Selain F1 (bagian 1)

17 Februari 2016   14:40 Diperbarui: 1 Maret 2016   14:45 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi balap Indycar (The Star)"][/caption]

Pagi ini saya baru saja membaca salah satu artikel koran Kompas Rabu, 17 Februari 2016 di rubrik Olahraga: "Manor Rekrut 3 Pebalap". Kemudian di dalam artikel tersebut dikatakan bahwa tim Manor dikabarkan menyiapkan skenario merekrut tiga pembalap sekaligus untuk mengisi satu kursi tersisa. Ketiga pebalap itu yakni Rio Haryanto, Will Stevens, dan Alexander Rossi. Lebih lanjut, ketiga orang tersebut diberi kesempatan akan bergantian membalap selama 21 seri Formula 1 (F1) musim 2016 mendampingi debutan sekaligus juara DTM 2015 asal Jerman, Pascal Wehrlein.

Berita tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang saya baca di laman-laman media online sebelumnya yang memuat tentang kepastian nasib Rio Haryanto membalap di F1. Akan tetapi saya tidak habis pikir, emang di dunia ini balap mobil cuma F1 doang? Okelah sebagai anak bangsa yang sedang berusaha mewujudkan impian untuk tampil di F1 sekaligus mengharumkan nama negara sah-sah saja jika Rio maunya bersikukuh demikian. Namun gue mencoba untuk menyarankan ke dia: daripada di F1 cuma membalap 7 seri saja dan buang-buang duit negara, kenapa Rio tidak berpikir ulang membuat rencana lain selain F1? Seperti misalnya balapan di IndyCar, yang bisa dapat kesempatan membalap selama satu musim dan jauh lebih menguntungkan dari sisi finansial, Super Formula, ajang balap sekelas Indy dari Jepang atau ajang balap ketahanan Le Mans Series seperti yang sudah dilakukan Sean Gelael via Asian Le Mans Series beberapa waktu lalu.

Why IndyCar?

Sebagai penikmat olahraga otomotif, saya tidak hanya senang menonton balap F1 saja namun balapan lain seperti IndyCar, NASCAR, DTM, dll juga ikut tertarik bahkan sampai MotoGP walau tidak begitu fanatik. Sulit memang menjadi fans olahraga bermotor disini mengingat negara kita fanatiknya lebih ke sepakbola - meskipun lagi mati suri - dan bulutangkis. Namun yang saya bahas kali ini bukan curhatan saya, melainkan mengenalkan balapan alternatif lain yang tak kalah seru dan bergengsi dengan F1 yang bisa menjadi bahan pertimbangan karier Rio Haryanto kedepannya. Pertama, yaitu ajang IndyCar Series, kejuaraan balap single seater termahsyur asal Amerika ini sebenarnya sudah ada sejak kejuaraan ini masih bernama Championship Auto Racing Team, atau yang dikenal dengan CART/Champ Car. Kemudian pada tahun 1996, IRL membentuk ajang open wheel tandingan bernama IndyCar akibat konflik internal dengan CART sampai keduanya menyatu kembali dengan nama resmi IndyCar Series tahun 2008. Dari kejuaraan tersebut sudah melahirkan nama-nama besar yang tak kalah melegenda dengan F1 semisal Rick Mears, Al Unser, Mario Andretti dan Emerson Fittipaldi (eks-F1), Dario Franchitti hingga Tony Kanaan, Scott Dixon, Helio Castroneves, serta Will Power yang masih eksis saat ini.

Mobil balap IndyCar juga tidak berbeda jauh dengan mobil F1 pada umumnya, sama-sama kokpit tunggal (single seater) dan roda terbuka (open wheeler). Yang menjadi perbedaan hanyalah kapasitas dan tenaga (power) mesin serta kerangka sasis yang dirancang khusus untuk tiga jenis sirkuit, yakni Road Course/Street Course, Oval Short Speedway, dan Oval Superspeedway. Kapasitas dan tenaga  mesin yang dihasilkan IndyCar sebesar 2.2 L, 550-700 hp (diproduksi oleh dua pabrikan, Chevrolet dan Honda). Sedangkan mesin F1 berkapasitas 1.6 L, 750 hp. Untuk ukuran pembalap seorang Rio Haryanto seharusnya tidak masalah terhadap spesifikasi demikian, hanya saja Rio harus berhadapan dengan trek oval yang belum pernah dia alami selama karier balapnya.

Dari segi finansial, saya yakin jikalau Rio balapan di Indycar akan menghasilkan keuntungan secara signifikan dibanding harus menungggu pencairan dana dari pemerintah lewat APBN. Sebagai perbandingan, pembalap-pembalap Indycar yang finis maupun tidak finis pun tetap dibayar oleh penyelenggara maupun dari sponsor pribadi. Dikutip dari laman indycar.com, dalam satu seri Indycar di St. Petersburg, Florida, peraih start pole position saja diganjar bonus $10.000 (sekitar Rp 130 juta), lalu apabila berhasil memenangi seri tersebut, pembalap kembali diberi bonus senilai $30.000 (sekitar Rp 400 juta). Belum lagi bonus tambahan dari keikutsertaan Indy 500 dan sponsor-sponsor pribadi. Jika penghasilannya di jumlah selama satu musim penuh, pembalap tersebut menerima sekitar $1-3 juta per musim. Memang, pamornya masih kalah besar dibanding F1, tetapi setidaknya ajang Indycar ini memberi alternatif lain apabila Rio ingin tampil semusim penuh dan menginginkan kompetisi balapan yang lebih ketat.

Meski begitu, pilihan untuk berkarier di Indycar Series ini tidak salah juga buat pengembangan dirinya. Justru dengan berkarier di Amerika, pengalaman Rio bisa bertambah, ditambah dengan pengalaman menjajal trek-trek oval yang menjadi tantangan baru baginya. Menjadi suatu kebanggaan bagi saya, dan juga masyarakat Indonesia, jika suatu saat nanti Rio Haryanto bisa berada satu trek dengan Juan Pablo Montoya, Helio Castroneves atau Scott Dixon di Indianapolis 500. Who knows...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun