Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Generasi Stroberi: Ancaman Masa Depan Gen Z yang Rapuh Hasil Didikan Stroberi Parents

24 Januari 2025   07:00 Diperbarui: 23 Januari 2025   19:24 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Generasi Z sering kali dipandang sebagai generasi yang kreatif, penuh inovasi, dan melek teknologi. Namun, di balik itu semua, ada ancaman laten yang mulai mencuat ke permukaan.

Generasi ini disebut sebagai "Generasi Stroberi," istilah yang mencerminkan kerapuhan mereka dalam menghadapi tekanan dunia nyata. Pakar pendidikan, Ina Liem, menyebut bahwa fenomena ini lahir dari pola asuh yang disebut sebagai "Stroberi Parents."

"Generasi Stroberi terlihat indah dan berkilau dari luar, tetapi ketika dihadapkan pada tekanan, mereka mudah hancur. Ini adalah hasil dari pola asuh yang terlalu melindungi, yang lebih sibuk membersihkan jalan bagi anak-anaknya ketimbang mempersiapkan mereka untuk menghadapi kerasnya jalan itu," ujar Ina Liem, seorang ahli pendidikan.

Stroberi Parenting adalah pola asuh di mana orang tua terlalu terlibat dalam kehidupan anak hingga mereka tidak diberi ruang untuk belajar dari kesalahan atau menghadapi tantangan. 

Orang tua ini sering kali berusaha "menyelamatkan" anak dari segala bentuk kesulitan, mulai dari konflik kecil dengan teman hingga menghadapi kegagalan akademik.

"Mereka terlalu sibuk menjadi 'superhero' untuk anak-anaknya. Akibatnya, anak tidak pernah belajar bagaimana cara bangkit setelah jatuh," jelas Ina.

Hasilnya? Anak-anak yang tumbuh di bawah pola asuh ini memiliki customer mentality. Mentalitas yang menganggap bahwa dunia akan selalu menyediakan apa yang mereka inginkan tanpa harus berusaha keras. 

Generasi ini mudah menyerah, kurang berinisiatif, dan kesulitan beradaptasi dengan dunia kerja yang menuntut ketangguhan, inovasi, dan kemampuan berpikir kritis.

Ketahanan Mental: Kunci yang Hilang dari Generasi Stroberi

Ketahanan mental adalah salah satu kualitas yang menjadi korban utama dari pola asuh stroberi. Ketika anak-anak tidak pernah dihadapkan pada tantangan, mereka tidak memiliki kesempatan untuk membangun kemampuan menghadapi tekanan atau mengelola emosi negatif.

Dalam dunia kerja, hal ini menjadi masalah serius. Banyak perusahaan mengeluhkan kurangnya daya juang dan ketangguhan mental pada generasi muda. Ketika dihadapkan pada tugas yang sulit atau kritik, mereka cenderung mundur dan merasa tidak mampu.

Dunia kerja bukan tempat yang ramah, dan kegagalan adalah bagian dari perjalanan karier. Jika anak-anak tidak pernah diajarkan bagaimana menghadapi kegagalan, bagaimana mereka bisa bertahan?

Tidak hanya di dunia kerja, efek pola asuh stroberi parents juga terlihat dalam kehidupan pribadi anak-anak. Mereka cenderung lebih rentan mengalami kecemasan, depresi, dan kesulitan membangun hubungan sosial yang sehat.

Ketergantungan pada orang tua juga menjadi masalah serius, dengan banyak anak muda yang masih bergantung secara finansial maupun emosional hingga usia dewasa.

Ina menambahkan bahwa generasi ini juga kesulitan mengambil keputusan. Mereka takut membuat kesalahan karena tidak pernah diajarkan bahwa kesalahan adalah bagian dari pembelajaran. 

"Anak-anak ini tumbuh dengan ekspektasi bahwa semuanya harus sempurna, dan ketika kenyataan tidak sesuai harapan, mereka runtuh," ujar Ina selanjutnya.

Peran orang tua adalah membentuk generasi baja, bukan generasi stroberi. Untuk mencegah dampak buruk pola asuh stroberi parents, Ina menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam parenting. Orang tua harus mulai mempersiapkan anak-anak mereka untuk menghadapi dunia nyata, bukan melindungi mereka dari dunia itu.

Ajari anak bahwa kegagalan adalah hal biasa. Biarkan mereka mencoba, gagal, dan belajar bangkit lagi. Ini adalah pelajaran hidup yang tak ternilai harganya.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk menghindari pola asuh stroberi:

  1. Berikan Tantangan Sejak Dini
    Libatkan anak-anak dalam pekerjaan rumah tangga, ajak mereka untuk menyelesaikan masalah kecil sendiri, dan berikan mereka tanggung jawab yang sesuai usia.

  2. Ajarkan Konsekuensi
    Biarkan anak merasakan konsekuensi dari tindakan mereka, baik positif maupun negatif. Hal ini akan membantu mereka memahami pentingnya tanggung jawab.

  3. Bangun Ketangguhan Emosional
    Ajarkan anak untuk mengenali dan mengelola emosi mereka. Jangan langsung menyelesaikan masalah mereka, tetapi bantu mereka menemukan solusi sendiri.

  4. Kurangi Overproteksi
    Berikan anak ruang untuk menjelajahi dunia dan membuat keputusan sendiri. Percayalah pada kemampuan mereka untuk belajar dari pengalaman.

Ina menutup dengan pesan penting bahwa orang tua harus memilih apakah mereka ingin membesarkan anak yang rapuh seperti stroberi atau yang tangguh. 

Dunia nyata tidak akan melindungi mereka seperti yang dilakukan orang tua. Dengan pola asuh yang tepat, generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri, tahan banting, dan siap menghadapi tantangan apa pun yang datang.

"Ketahanan mental adalah investasi terbesar yang bisa diberikan orang tua kepada anak-anak mereka," tutup Ina.

Kini saatnya kita bertanya, apakah kita telah membekali anak-anak kita untuk bertahan di dunia nyata, atau justru membuat mereka bergantung pada perlindungan kita?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun