Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (5)

15 September 2024   12:00 Diperbarui: 15 September 2024   14:11 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

**Bagian 5: Doa Lembayung di Sepertiga Malam**

_Enam tahun sudah Arum meninggalkan Bima dan Lembayung. Sedikit demi sedikit luka Bima memang telah terobati waktu. Bima sudah tak lagi menunggu Kepulauan Arum. Tapi ia juga sepertinya belum mau untuk membuka hati. Walau dengan pekerjaannya yang sekarang, pria tampan seperti Bima sepertinya tak kan sulit mendapatkan seorang calon istri. Bahkan beberapa janda kaya mencoba mendekatinya. Tapi ia sepertinya tak lagi tertarik untuk memulai hubungan baru. Baginya, seluruh hidupnya adalah untuk merawat dan membesarkan Lembayung._

***

Hari itu, ulang tahun Lembayung yang keenam dirayakan dengan sederhana, namun penuh kehangatan. Bima memberikan hadiah istimewa untuk putri kecilnya---sebuah boneka Barbie yang cantik, lengkap dengan gaun indah yang berwarna merah muda. Mata Lembayung berbinar-binar saat melihat boneka itu, dan tanpa ragu ia memeluknya erat dengan satu lengannya yang hanya sebatas sikut.

"Terima kasih, Baba! Boneka ini cantik sekali!" seru Lembayung dengan penuh kegembiraan, wajahnya berseri-seri. Bima hanya tersenyum melihat kebahagiaan di wajah putrinya. Meski hidup mereka tidak mudah, senyum Lembayung selalu menjadi pelipur lara bagi Bima.

Setelah bermain-main dengan bonekanya sejenak, Lembayung menatap boneka itu dan berkata, "Baba, aku mau beri nama bonekanya. Namanya... Arum, seperti nama Ibu." Jelas Lembayung penuh keceriaan.

Bima tertegun sejenak. Nama "Arum" selalu membawa perasaan campur aduk di dalam hatinya---rindu, kecewa, dan harapan yang tak pernah pudar. Namun, ia tak ingin memadamkan semangat Lembayung. "Tentu saja, sayang. Kamu bisa menamai bonekamu apa saja yang kamu suka," jawab Bima dengan lembut.

Sejak saat itu, Lembayung selalu membawa bonekanya ke mana-mana. Boneka "Arum" menjadi teman bermain dan sosok yang ia anggap sebagai pengganti kehadiran ibunya. Di kamar, masih tersimpan beberapa foto pernikahan Bima dan Arum, yang pernah menjadi saksi kebahagiaan mereka dulu.

Meski Lembayung tidak banyak mengingat ibunya, ia tahu dari foto-foto itu seperti apa wajah cantik ibunya. Di lubuk hatinya yang terdalam, Lembayung merasa sangat merindukan sosok itu.

***

Suatu hari, ketika sedang bermain di depan rumahnya, Lembayung tanpa sengaja mendengar celotehan para ibu yang sedang bergosip. Mereka berbicara tentang ibunya---tentang Arum yang dikabarkan sudah menikah lagi dengan pria kaya. Salah satu dari mereka berbisik, "Kok tega ya ninggalin Bima yang tampan dan baik? Katanya karena gak mau punya anak cacat kaya Lembayung, kasihan ya anak itu."

Lembayung yang sedang bermain dapat mendengar setiap kata dengan jelas. Meski masih kecil, Lembayung adalah anak yang cerdas. Ia mampu mencerna informasi tersebut dengan baik, dan tiba-tiba saja hatinya terasa berat. Dengan mata yang mulai berkaca-kaca, ia bergerak masuk ke dalam rumah sambil membawa boneka "Arum" di pelukannya.

Sesampainya di rumah, Lembayung segera menghampiri ayahnya. "Baba, benar ya, Bu Arum pergi karena Lembayung lahir cacat? Trus ibu sudah menikah lagi dan punya keluarga baru?" tanyanya dengan suara bergetar, air mata mulai mengalir di pipinya.

Bima, yang mendengar pertanyaan itu, merasa hatinya tersayat. Namun, ia tahu ia harus tetap tenang untuk menenangkan putrinya. "Tidak, sayang... Siapa yang bilang? Tidak seperti itu. Terkadang orang dewasa membuat keputusan yang sulit dipahami. Tapi apapun yang terjadi, Baba selalu ada di sini untuk kamu," jawab Bima sambil memeluk putrinya erat.

"Jadi itu gak benar Baba? Tapi... Lembayung kangen Ibu. Lembayung berharap Ibu pulang..." lirih Lembayung memeluk bonekanya.

Bima mengusap lembut rambut Lembayung dan berkata, "Kalau Lembayung sedang merasa sedih, coba berdoa kepada Allah, ya? Apa pun yang Lembayung minta, Allah pasti dengar. Kamu bisa sampaikan semua keinginanmu kepada-Nya."

Sejak saat itu, Lembayung mulai mengamati kebiasaan Bima yang selalu shalat dan berdoa di sepertiga malam. Setiap malam, saat Bima shalat tahajud, ia sering melihat ayahnya berdoa dengan khusyuk, tak jarang air mata menetes di wajah Bima saat memohon kepada Allah. Doa-doa panjang dan penuh harap itu selalu dipanjatkan dengan hati yang tulus, meminta kekuatan dan petunjuk di tengah segala kesulitan.

Melihat hal itu, hati kecil Lembayung tergerak. Suatu malam, ketika Bima hendak bangun untuk shalat, ia mendapati Lembayung sudah lebih dulu terjaga. Di bawah cahaya temaram lampu kamar, ia melihat putrinya sedang menyelesaikan rakaat terakhir shalatnya. Lembayung mengangkat tangan, lalu berdoa dengan penuh penghayatan.

Bima berdiri diam di ambang pintu, tak ingin mengganggu. Namun, saat mendengar doa putrinya, hatinya luruh.

"Ya Allah... Lembayung mau Ibu. Bawa ibu pulang atau berikan seorang Ibu dari langit untuk Lembayung dan Baba. Lembayung ingin punya Ibu sepertinya teman-teman," ucap Lembayung dalam isak tangis yang tertahan.

Mendengar doa tulus itu, Bima tak mampu menahan air matanya. Ia merasa sangat bangga dan sekaligus sedih. Lembayung, di usia yang masih begitu muda, telah belajar berdoa dan meminta hanya kepada Allah, tapi permintaannya adalah sesuatu yang tak bisa dijanjikan oleh Bima. Ia tahu bahwa Lembayung mungkin tidak akan pernah mendapatkan kembali ibunya, tetapi ia juga percaya bahwa doa-doa yang tulus selalu didengar oleh Sang Maha Kuasa.

Dengan langkah pelan, Bima menghampiri Lembayung yang masih tenggelam dalam doanya. Ia berlutut di samping putrinya dan memeluknya erat. "Lembayung, sayang... Baba selalu ada untukmu. Kita tidak tahu apa yang Allah rencanakan, tapi Baba yakin, apa pun yang terbaik, Allah pasti akan memberikan kepada kita."

Lembayung mengangguk kecil dalam pelukan ayahnya, meski air matanya masih mengalir. Malam itu, di bawah langit yang gelap, doa-doa penuh harap terucap dari bibir kecil seorang anak yang rindu akan ibunya, dan dari seorang ayah yang tak henti-hentinya memohon kekuatan untuk menjalani hari-hari yang penuh cobaan serta doa yang selalu dipanjatkan untuk buah hati tercintanya, Lembayung. Akankah Allah mengabulkan doa Lembayung di malam itu?

***

Pagi itu terdengar salam dan suara ketukan di pintu rumah lembayung. "Baba ada tamu!"seru Lembayung memberi tahu ayahnya. Namun tak ada jawaban dari ayahnya.

Lembayung mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Ia tahu ayahnya mungkin sedang mandi, sehingga ia bergerak mengesot menggunakan kaki tunggalnya menuju arah pintu. "Waalaikumsalam, sebentar.." jawab Lembayung.

Ketika ia membuka pintu, terlihat sebuah wajah cantik terbalut kerudung tersenyum kepadanya. Wajahnya seperti malaikat yang begitu ramah. Ada sebuah perasaan yang tak biasa ketika menatap wajah itu.

"Lembayung ya, selamat pagi sayang." sapanya.

Dalam hati ia bertanya-tanya. Siapa perempuan cantik yang menenangkan hatinya ini. Apakah ia ibu yang Allah turunkan dari langit untuk Lembayung?

*Bersambung*

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun