Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (3)

7 September 2024   19:00 Diperbarui: 7 September 2024   19:01 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

**Bagian 3: Perjuangan Sang Ayah untuk Lembayung yang Istimewa**

_Kepergian Arum meninggalkan ia dan Lembayung membuat Bima sangat terpukul dan sedih. Hanya Lembayung yang saja kini penyemangat hidupnya. Walau terlahir tanpa tangan dan dengan satu kaki saja, Bima yakin suatu saat nanti Lembayung dapat menjadi seseorang yang hebat_


***

Setiap hari adalah perjuangan bagi Bima. Tak ada lagi Arum di sisi, tak ada lagi teman berbagi beban. Sekarang ia harus menjalani semuanya sendiri---bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sekaligus merawat Lembayung yang masih bayi. Meskipun hidup terasa berat, Bima tak pernah menunjukkan keluh kesahnya. 

Setiap pagi, ia bangun lebih awal, menyiapkan sarapan, dan memastikan Lembayung mendapat semua yang ia butuhkan. Sebagian besar waktu memang ia habiskan untuk membuka jasa servis di rumah sambil menjaga Lembayung. Namun saat harus pergi keluar atau mengerjakan pekerjaannya di luar rumah, Lembayung seringkali ia titipkan kepada Bu Sari, tetangganya yang selalu berbaik hati menolong.

Penghasilan Bima saat ini memang tidak sebanding dengan gajinya dulu. Tetapi ia selalu mensyukurinya, karena apa pun yang ia dan Lembayung butuhkan masih tetap terpenuhi dengan baik. Allah memang Maha Baik dan Maha Adil. Selalu saja ada orang yang meminta jasa Bima setiap harinya. Orang-orang menyukai pekerjaan Bima yang rapi. Terlebih ia jujur dan tak pernah menetapkan tarif.

Di tengah segala kesulitan, Lembayung tumbuh menjadi malaikat kecil yang istimewa. Meski tanpa kehadiran ibunya, kasih sayang Bima dan dukungan orang-orang sekitar membuatnya tetap tumbuh dengan penuh cinta. 

Lembayung terlahir tanpa tangan dan hanya memiliki satu kaki, tetapi itu tidak menghalangi perkembangan fisiknya. Di luar dugaan, pertumbuhan Lembayung sangat pesat. Ia tumbuh menjadi balita kecil yang amat lucu dengan wajah yang menawan, hasil perpaduan sempurna antara paras rupawan Bima dan Arum.

Senyumnya yang manis sering kali membuat tetangga yang melihatnya tak kuasa menahan kekaguman. "Subhanallah, Lembayung ini benar-benar cantik sekali, ya. Seperti malaikat kecil," kata Ibu Sari, tetangga yang sering menjaga Lembayung saat Bima harus bekerja atau pergi keluar.

 Meskipun keadaan fisiknya tidak sempurna, kepribadian ceria dan lincah Lembayung membuat siapa pun yang bertemu dengannya langsung jatuh cinta.

***

Satu hari, saat sedang bermain bersama ayahnya di halaman, Lembayung tiba-tiba memanggil Bima dengan suara kecilnya, "Ba-ba!" Bima terdiam sejenak, tak percaya apa yang baru saja ia dengar. Kata pertama Lembayung adalah "Baba," meski selama ini Bima selalu memperkenalkan dirinya sebagai "Ayah."

"Lembayung... Kamu memanggil Ayah... Baba?" Bima tersenyum lebar, hatinya dipenuhi keharuan. "Baiklah, Baba pun tak apa," katanya sambil tertawa kecil, memeluk Lembayung dengan penuh kasih. 

Meskipun tanpa kehadiran ibu, Lembayung tumbuh dalam cinta kasih yang melimpah dari ayahnya. Setiap malam, Bima akan membacakan cerita sebelum tidur atau mengajaknya berbicara tentang dunia kecil mereka. Dengan penuh kesabaran, Bima mengajarkan Lembayung bagaimana bergerak, makan, dan bermain meski hanya dengan satu kaki saja. 

Lembayung tumbuh menjadi anak yang lincah dan cerdas. Ia belajar menggunakan kaki tunggalnya untuk berpindah tempat, mengambil benda, dan bahkan membantu dirinya sendiri dalam beberapa aktivitas sehari-hari. Tidak jarang, ia akan melompat-lompat dengan riang, tertawa bersama Bima atau tetangga yang sering berkunjung.

Kini, Lembayung juga mulai lebih cerewet. Ia suka berbicara ini dan itu, menirukan nyanyian, dan bercanda dengan suara-suara kecilnya yang lucu. "Baba, Baba! Ayo nyanyi!" katanya sambil memperlihatkan kebolehannya.

Sesekali Bima membawa Lembayung berjalan jalan ke minimarket, tempat wisata ataupun pasar malam. Tanpa ragu ataupun malu Bima menggendong Lembayung dan menikmati kebersamaan dengan puteri semata wayangnya itu.

Tak jarang pengunjung lain memandangi mereka dengan tatapan yang beragam, entah iba atau apalah itu. Sebagian orang bertanya terkait kondisi Lembayung. Bima selalu tersenyum dan menatap bangga puterinya. Ia selalu menjawab dengan jawaban yang membuat Lembayung nyaman dan tak merasa bahwa ia berbeda. 

Namun, di tengah semua kebahagiaan kecil yang mereka miliki, Bima masih harus menghadapi kenyataan yang tak kalah menyakitkan. Suatu sore, Rudi, sahabat lamanya yang baru kembali dari kota, datang berkunjung. Mereka duduk bersama di teras, berbincang tentang kehidupan dan banyak hal.

"Bim, aku merasa harus cerita sesuatu, tapi aku masih ragu. Aku... Aku kemarin lihat Arum Bim," kata Rudi perlahan, seolah-olah ia tak yakin apakah kabar ini pantas disampaikan.

Bima terdiam, tubuhnya menegang mendengar nama itu. "Arum?" tanyanya pelan, menatap Rudi dengan cemas.

"Iya Bim. Aku lihat dia di pusat perbelanjaan di kota. Tapi dia... Dia berjalan bergandengan dengan seorang pria," lanjut Rudi sambil mengusap tengkuknya, tak nyaman dengan pembicaraan ini. 

"Mereka terlihat seperti... pasangan. Pria itu tampak kaya raya, mereka mengendarai mobil mewah. Arum juga pakai pakaian bagus, sepertinya dia sudah menikah lagi Bim."

Bima merasakan hatinya tersayat mendengar kabar itu. Meskipun Arum telah pergi lebih dari 2 tahun, kabar tentangnya masih menimbulkan luka yang dalam di hatinya. 

Bima menatap ke arah Lembayung yang sedang bermain di dekatnya, mencoba mengumpulkan kekuatan. Ia tak ingin terlihat lemah di depan putrinya, apalagi di hadapan Rudi.

"Yah, mungkin memang begitu. Arum memang cantik Rud, tidak sulit baginya untuk menemukan seseorang yang bisa memberinya kehidupan yang lebih baik," ucap Bima dengan senyum tipis, meskipun rasa sakit jelas tergambar di matanya.

Rudi terdiam, merasa bersalah telah membawa kabar buruk itu. "Maafkan aku, Bim. Aku hanya merasa kau perlu tahu."

Bima menggeleng. "Tidak apa-apa, Rud. Aku harus tetap kuat apapun yang terjadi. Lembayung sangat membutuhkan aku, dan itu yang terpenting sekarang."

Di dalam hatinya, Bima merasa hancur. Kabar tentang Arum bersama pria lain semakin menambah beban di pundaknya. Tapi ia tahu, ia tidak boleh goyah. Untuk Lembayung, ia harus tetap berdiri tegak, apa pun yang terjadi. Sebab bagi Bima, Lembayung adalah alasan terbesarnya untuk terus bertahan dalam kehidupan yang tak pernah mudah.

**Bersambung**

Abu Hurairah r.a. berkata, bahawa Rasulullah bersabda“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik maka dia akan diberi-Nya cobaan.” (HR.Bukhari).

“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun