Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (3)

7 September 2024   19:00 Diperbarui: 7 September 2024   19:01 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hari, saat sedang bermain bersama ayahnya di halaman, Lembayung tiba-tiba memanggil Bima dengan suara kecilnya, "Ba-ba!" Bima terdiam sejenak, tak percaya apa yang baru saja ia dengar. Kata pertama Lembayung adalah "Baba," meski selama ini Bima selalu memperkenalkan dirinya sebagai "Ayah."

"Lembayung... Kamu memanggil Ayah... Baba?" Bima tersenyum lebar, hatinya dipenuhi keharuan. "Baiklah, Baba pun tak apa," katanya sambil tertawa kecil, memeluk Lembayung dengan penuh kasih. 

Meskipun tanpa kehadiran ibu, Lembayung tumbuh dalam cinta kasih yang melimpah dari ayahnya. Setiap malam, Bima akan membacakan cerita sebelum tidur atau mengajaknya berbicara tentang dunia kecil mereka. Dengan penuh kesabaran, Bima mengajarkan Lembayung bagaimana bergerak, makan, dan bermain meski hanya dengan satu kaki saja. 

Lembayung tumbuh menjadi anak yang lincah dan cerdas. Ia belajar menggunakan kaki tunggalnya untuk berpindah tempat, mengambil benda, dan bahkan membantu dirinya sendiri dalam beberapa aktivitas sehari-hari. Tidak jarang, ia akan melompat-lompat dengan riang, tertawa bersama Bima atau tetangga yang sering berkunjung.

Kini, Lembayung juga mulai lebih cerewet. Ia suka berbicara ini dan itu, menirukan nyanyian, dan bercanda dengan suara-suara kecilnya yang lucu. "Baba, Baba! Ayo nyanyi!" katanya sambil memperlihatkan kebolehannya.

Sesekali Bima membawa Lembayung berjalan jalan ke minimarket, tempat wisata ataupun pasar malam. Tanpa ragu ataupun malu Bima menggendong Lembayung dan menikmati kebersamaan dengan puteri semata wayangnya itu.

Tak jarang pengunjung lain memandangi mereka dengan tatapan yang beragam, entah iba atau apalah itu. Sebagian orang bertanya terkait kondisi Lembayung. Bima selalu tersenyum dan menatap bangga puterinya. Ia selalu menjawab dengan jawaban yang membuat Lembayung nyaman dan tak merasa bahwa ia berbeda. 

Namun, di tengah semua kebahagiaan kecil yang mereka miliki, Bima masih harus menghadapi kenyataan yang tak kalah menyakitkan. Suatu sore, Rudi, sahabat lamanya yang baru kembali dari kota, datang berkunjung. Mereka duduk bersama di teras, berbincang tentang kehidupan dan banyak hal.

"Bim, aku merasa harus cerita sesuatu, tapi aku masih ragu. Aku... Aku kemarin lihat Arum Bim," kata Rudi perlahan, seolah-olah ia tak yakin apakah kabar ini pantas disampaikan.

Bima terdiam, tubuhnya menegang mendengar nama itu. "Arum?" tanyanya pelan, menatap Rudi dengan cemas.

"Iya Bim. Aku lihat dia di pusat perbelanjaan di kota. Tapi dia... Dia berjalan bergandengan dengan seorang pria," lanjut Rudi sambil mengusap tengkuknya, tak nyaman dengan pembicaraan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun