Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (4)

8 September 2024   19:00 Diperbarui: 8 September 2024   19:12 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**Bagian 4: Cahaya di Ujung Terowongan**
 

_Kelahiran Lembayung membuat Arum pergi meninggalkan mereka begitu saja. Hari-hari terasa sangat berat untuk Bima jalani saat ini. Terlebih ia harus bekerja dan merawat bayi mungil istimewanya itu seorang diri. Akankah Bima menemukan cahaya dalam gelap dan sesak yang ia rasakan selama ini?_

***

Bima tak bisa memungkiri bahwa meski sudah tiga tahun Arum meninggalkan mereka, sebagian kecil hatinya masih berharap bahwa ia akan kembali. Setiap malam, setelah Lembayung terlelap, ia sering merenung, membayangkan Arum akan mengetuk pintu rumah mereka dengan rasa penyesalan. Namun, sejak mendengar kabar dari Rudi, Bima merasa seperti tersentak ke dalam kenyataan. Arum tidak akan kembali. Dan kali ini, Bima harus siap melepaskannya.

Malam itu, setelah Rudi pulang, Bima duduk di kamar, menatap pesan terakhir Arum yang masih ia simpan. Perasaannya campur aduk antara kecewa, sedih, dan amarah. Namun, saat ia melihat Lembayung yang sedang tertidur lelap dengan senyuman polosnya, Bima tahu bahwa ia tak boleh lagi terjebak dalam bayangan masa lalu. Ia harus bergerak maju, untuk dirinya dan terutama untuk Lembayung.

Dengan nafas berat, Bima akhirnya mengucap talak dalam hati. "Arum, aku lepaskan kamu. Aku tidak akan menunggu lagi. Kamu bebas pergi dan hidup dengan caramu sendiri. Aku hanya berharap yang terbaik untukmu." 

Dengan kata-kata itu, Bima merasa beban di hatinya sedikit terangkat. Ia tak ingin lagi mengharapkan Arum kembali dalam kehidupan mereka.

Sejak saat itu, Bima fokus sepenuhnya pada Lembayung. Sebagai ayah tunggal, ia tahu bahwa peran yang ia jalani tidak mudah, tetapi ia menjalankannya dengan sepenuh hati. Setiap hari, ia mengajarkan Lembayung hal-hal baru, sekecil apa pun itu, dan ia selalu memberikan pujian penuh kasih saat putrinya berhasil melakukan sesuatu. 

"Lembayung, kamu hebat sekali! Ayah bangga padamu," ucap Bima setiap kali Lembayung menunjukkan kemajuan, meskipun hanya dalam hal-hal kecil seperti makan sendiri atau berpindah tempat dengan kaki tunggalnya.


Perjuangan mereka berdua menjadi kisah yang menghangatkan hati orang-orang sekitar. Lembayung, meskipun dengan segala keterbatasannya, tumbuh menjadi anak yang penuh semangat dan memiliki bakat yang tak terduga. Suaranya yang lembut saat bersenandung atau bershalawat selalu memukau siapa pun yang mendengarnya. 

"Masya Allah, suara Lembayung begitu merdu, seperti suara malaikat kecil," sering kali tetangga berkata saat mendengar Lembayung bernyanyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun