Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (2)

6 September 2024   19:00 Diperbarui: 6 September 2024   19:00 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

*Kepergian yang Menyakitkan*

Pagi itu, Bima terbangun dengan perasaan ganjil. Suara tangisan Lembayung yang biasanya mengisi udara masih terdengar seperti biasa, namun ada yang hilang. Suara langkah kaki Arum, suara lembutnya, tak lagi terdengar.“dek.., Arum..?” panggil Bima seraya turun dari tempat tidur. Dia mencari di setiap sudut rumah, berharap menemukan istrinya, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadirannya. 

Rasa gelisah merayap dalam dadanya. Di atas meja, ia melihat ada sepucuk surat. Dengan tangan gemetar, Bima membuka surat itu dan mulai membaca.

Teruntuk Mas Bima

"Mas, aku sudah lama memikirkan ini dan hari ini aku memutuskan untuk pergi. Maafkan aku mas. Aku tak bisa lagi hidup seperti ini. Aku tak sanggup hidup dengan seorang suami yang tak bisa memberikanku kehidupan yang layak seperti yang aku harapkan, apalagi harus merawat anak yang cacat seperti Lembayung, yang mungkin terus akan menjadi beban sampai ia besar nanti.

Sekali lagi maafkan aku mas, aku harap kamu mengerti. Banyak orang yang mengatakan jika aku cantik dan aku masih sangat muda. Aku berhak mendapatkan hidup yang lebih baik mas. Aku ingin mencari jalan hidupku sendiri, tanpa beban.

Mungkin aku akan mencari pekerjaan ke Kota mas. Mungkin juga tidak akan pernah kembali. Aku yakin, jika aku meminta izin atau meminta cerai secara langsung, kau tak akan mengizinkanku pergi. Tapi mas Bima, aku benar-benar tidak bisa terus hidup dalam rasa tertekan dan malu seperti ini. Hidup kita sudah hancur sejak kelahiran Lembayung dan aku tak mau ikut tenggelam di dalamnya.

Tolong, ceraikan aku saja mas. Lupakan aku dan jangan pernah mencari ku lagi."

Arum

Bima terdiam lemas, surat itu bergetar di tangannya. Satu demi satu kata yang tertulis di surat itu menusuk hatinya kian dalam seperti belati yang ditancapkan tiada henti. Air matanya mulai jatuh berderai.

Ia tak pernah membayangkan bahwa satu-satunya orang yang begitu ia cintai, yang selama ini ia perlakukan bak ratu, akan meninggalkannya begitu saja. Selama bertahun-tahun, ia selalu menuruti apa pun yang Arum inginkan, tanpa pernah membantah atau menolaknya sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun