Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jejak Langit Lembayung: Lukisan Takdir di Atas Sebuah Keterbatasan (2)

6 September 2024   19:00 Diperbarui: 6 September 2024   19:00 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini, walaupun belum memiliki pekerjaan tetap, Bima merasa ia selalu berupaya mencari nafkah dengan memperbaiki komputer maupun alat elektronik para tetangganya serta pekerjaan serabutan lain yang diminta kepadanya. Karena Bima memang cukup terampil dalam berbagai hal.

Ia merasa cinta yang ia berikan sangat tulus dan tanpa syarat, tetapi kini cinta itu tak berarti apa-apa bagi Arum. Semua yang mereka bangun bersama hancur dalam sekejap. 

Bima jatuh terduduk di lantai, memandangi surat itu dengan mata yang penuh air mata. Perasaan hancur dan kehilangan yang amat dalam menguasai dirinya. Rumah kecil mereka yang tadinya penuh dengan kebahagiaan dan harapan kini hanya dipenuhi dengan kehampaan.

"Lembayung... bagaimana nasibmu sekarang nak?" bisiknya lirih, menatap bayi kecilnya yang sedang terbaring menangis di tempat tidur. Lembayung tidak tahu apa-apa. Ia tidak tahu bahwa ibunya baru saja meninggalkannya. Ia hanya terus menangis, menuntut perhatian yang saat ini hanya bisa diberikan oleh ayahnya seorang.

Bima yang sejak kecil sudah yatim piatu benar-benar merasa tak memiliki siapa pun lagi selain Lembayung saat ini. Bima kemudian bangkit perlahan, mengambil Lembayung yang masih menangis dan mendekapnya erat. Air mata jatuh di pipinya, membasahi kepala Lembayung yang lembut. 

"Jangan khawatir, Nak. Ayah di sini. Ayah akan selalu bersamamu."Dalam hati, Bima berusaha menguatkan dirinya. 

Kepergian Arum adalah pukulan yang paling menyakitkan baginya tetapi ia tidak boleh goyah. Lembayung membutuhkan dirinya lebih dari siapa pun. Meskipun hatinya hancur, ia harus menjadi pelindung bagi putri kecilnya.

***

Hari-hari berikutnya, Bima harus menata hidup yang baru. Ia kini seorang diri, merawat bayi yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayangnya. Semangatnya untuk mencari pekerjaan tak sebesar dulu lagi. Dulu selain kebutuhannya dan Lembayung, ia selalu merasa perlu untuk mencukupi semua kebutuhan dan tuntutan Arum. Sebagai seorang suami yang baik, ia selalu ingin membahagiakan istri dan anaknya. Tapi kali ini perhatian nya hanya tertuju pada Lembayung.

"Jika aku bekerja sepanjang hari, siapa yang akan menjaga Lembayung? " pikirnya. Terlebih, penghasilan dari pekerjaannya yang serabutan saat ini pun masih ia rasakan cukup untuk membiayai kebutuhannya dan Lembayung. Ia memutuskan membuka jasa servis di rumah saja. Dengan begitu tetap bisa membagi waktu untuk menjaga dan merawat Lembayung di sela pekerjaannya.

Walaupun telah berupaya ikhlas, namun waktu belum dapat menyembuhkan luka dan kekecewaan di hatinya. Rasa cinta nya kepada Arum sangatlah besar. Seringkali di malam hari, setelah Lembayung tertidur, Bima memilih untuk mencurahkan segala kegundahannya pada sang pencipta. Ia terkadang menangis dalam doanya, memohon agar selalu diberikan petunjuk dan kekuatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun