Minggu ini para orangtua berhadapan dengan tahun ajaran baru bagi adik-adik yang sedang menempuh Pendidikan dasar dan menengah. Banyak orangtua yang gembira (karena anaknya bisa naik kelas atau lulus dengan hasil baik). Sang anak juga begitu, mereka mempersiapkan tahun ajaran baru ini dengan baik.
Di balik semua kegembiraan itu, ada beberapa fenomena dimana Pendidikan juga menyimpan beberapa persoalan. Persoalan itu seperti ketelibatan anak didik dengan narkotika dan tak kalah mengerikan juga adalah keterlibatan (atau lebih tepatnya kemungkinan terpaparnya) para murid pada radikalisme.
Apakah itu dimungkinkan ketika anak didik masih berusia sangat muda, bahkan belum menginjak mahasiswa?
Jawabannya : Iya.
Proses radikalisasi  sering dilakukan oleh beberapa pihak kepada anak-anak usia dini karena anak usia dini umumnya punya daya reseptif juat terutama berbagai hal baru. Karena itu, beberapa pihak ini kemudian melakukan pendekatan intensif untuk kemudian melakukan kaderisasi bagi golongannya.
Umumnya kemudian orangtua merasakan ada yang berbeda dengan sifat anak-anaknya. Mereka jadi jarang bergaul atau sering mengatai anak lain yang mungkin berbeda keyakinan sebagai kafir.Padahal dalam satu kompleks perumahan bisa saja ada beberapa keluarga menganut keyakinan yang berbeda.
Ini sangat dimungkinkan karena Indonesia punya keberagaman agama, suku dan ras. Dan idealnya keberagaman ini dikenalkan kepada anak sedini mungkin namun yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka menjauhi bahkan memberi label tertentu kepada orang yang berbeda keyakinan itu.
Radikalisme hakikatnya adalah suatu padangan atau mungkin lebih tepatnya adalah faham yang menolak secara menyeluruh terhadap satu tatanan, tertib sosial serta paham politik yang ada dengan cara ingin mengubah tatanan itu sesuai dengan standar mereka (misal berdasar syariat agama) . Usaha perubahan itu seringkali dilakukan dengan cara kekerasan.
Radikalisme biasanya mengeklusifkan kelompok pemujanya sebagai kelompok yang paling benar dan cenderung menyalahkan kelompok lain yang kurang sesuai dengan mereka meski satu keyakinan. Inilah yang membuat mereka akhirnya terlihat 'berbeda'dengan yang lain, dan bila terjadi pada anak , para orangtua pasti merasakan.
Biasanya mereka terpapar saat berada di lingkungan sekolah. Mungin saja ada beberapa guru yang juga beraliran radikal (yang biasanya disembunyikan dari pihak lain) namun berhasil memasukkan beberapa fahamnya ke dalam bahan ajar atau dalam diskusi di kelas saat proses belajar mengajar terjadi.