Terorisme mungkin akan menjadi Pekerjaan Rumah (PR)  yang panjang bagi  Indonesia. Kejadian di beberapa tempat di Indonesia,  di mana para teroris secara agresif menyerang aparat, menjadi contoh bagaimana radikalisme dan terorisme belum selesai.  Malah fenomena itu menjadi  lebih terbuka dibanding kejadian-kejadian sebelumnya.
Kita ambil contoh aksi teroris  di Tuban pada  April tahun lalu, yang disebut polisi merupakan aksi dari  Jamaah Ansharut Daulah (JAD), adalah serangan kedua terorisme di Indonesia pada  tahun 2017.  Aksi teror sebelumnya adalah di Bandung pada Februari 2017 yang dikenal dengan bom panci Cicendo.  Serangan di Tuban seiring dengan dua aksi teroris yaitu bom di gereja Koptik Mesir  pada saat Minggu Palem (Minggu Sengsara) dan serangan menggunakan truk di Stockholm Swedia.
Setelah  dedengkot teroris Dr Azhari dan Noordin M Top tewas dan dihukumnya beberapa pelaku teroris besar Indonesia semisal  pelaku bom Bali, Abubakar Bakar Baasyir dan Aman Abdurrahman , rupanya tidak mematikan gerakan terorisme di Indonesia. Kita mencatat, selain JAD,  Jamaah Ansyarut Tauhid (JAT) dan pecahannya yaitu Jamaah Abshorut Baulah dan Jamaah Khalifah, kelompok Mujahidin IndonesiaTimur, ISIS  faksi Rois dan sebagainya. Dalam catatan aparat, ada sembilan kelompok Indonesia mendukung ISIS dan 21 kelompok di Singapura mendukung ISIS.
Sejarah juga mencatat bahwa aksi teror di Indonesia marak di awal 2000 an sampai 2009. Mulai dari bom Atrium Senen, Bom Bali satu dan dua, bom di Kedutaan Australia dan Filipina, bom di berbagai di tanah air sampai bom JW Marriot dan Ritz-Cartzton, mengharu biru masyarakat Indonesia. Kita mengingat rangkaian teror ini dengan berbagai peringatan. Eskalasi radikalisme dan terorisme meningkat pada 2000-2009.
Pada tahun 2010 - 2015, aksi teror di Indonesia menurun. Namun eskalasi teror bom naik lagi sejak awal 2016. Bom Sarinah pada bulan Januari yang menyebabkan 4  orang tewas. Bom di Surakarta pada bulan Juli, Batam dan Medan pada bulan Agustus, BSD Tangerang pada Oktober, Jakarta dan Samarinda pada November dan Tangerang Selatan dan Purwakarta pada Desember  2016.Â
Jenis penyerangan yang dilakukan teroris menunjukkan gejala yang makin beragam. Penyerangan konvensional sampai pada kreasi bom panci. Bahrun Naim yang menginspirasi pelaku bom lain belajar merakit bom melalui  teknologi  membuat aparat polisi berkerja keras untuk mempelajari pola terorisme terkini. Hal yang juga menambah kerunyaman situasi adalah kembalinya beberapa orang Indonesia dari  pertempuran Suriah dan Irak.
Meski tahun 2010-2015 grafik aksi terorisme menurun, tapi faham  seputar terorisme yang meliputi radikalisme dan intoleransi  meningkat, seiring menguatnya pengaruh wahabi dan salafi di Indonesia. Terorisme yang dulu melakukan rekruitmen dengan pola jaringan konvensional, kini ditinggalkan. Pola jaringan berubah bentuk menjadi sel -sel yang lebih kecil dan makin sulit dideteksi aparat.Â
Sel-sel itu berdasarkan pada ide (radikalisme) yang sama dan menyebar  (terdistribusi) dengan cepat  melalui kemudahan teknologi. Grup WA, Faceboook , jaringan telegram dan bentuk media sosial lain menjadi  distributor terbaik faham radikal tersebut.
Faham propaganda radikal sebagian besar terinpirasi Islamic State (IS) yang melakukan propanda melalui media sosial. Setiap hari mereka mempublish puluhan propaganda radikal  dengan grafis dramatis, kekinian dan eye catching sehingga membuat orang tertarik.
Kecepatan distribusi propaganda melalui media sosial ini secepat kilat, jauh melampaui kecepatan penyebaran faham radikal  masa sebelumnya yang dilakukan secara konvensional.  Selain punya kelebihan dalam hal kecepatan, pola distribusi melalui media sosial ini punya kelebihan hal privasi dan penguatan. Orang tak perlu lagi bertemu secara fisik untuk memberi informasi dan informasi yang berupa tautan dapat dibookmark(disimpan) dan dikulik berkali-kali sehingga memperkuat ingatan.
Karena itu semua, sebaiknya pada awal tahun ini kita harus mencaangkan Resolusi untuk mewujudkan kedamaian bagi bangsa Indoensia. Sebuah resolusi untuk mewujudkan tahun yang damai tanpa kekerasan dan terorisme. Jika masing-masing dari kita bisa bahu membahu, hal-hal itu bisa terwujud. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H