Paus Fransiskus memang sudah bertolak setelah melakukan kunjungan tiga hari di Indonesia. Namun pembicaraan tetang tokoh katolik dunia tersebut belum juga habis. Sebagai seorang muslim, tentu saya sangat menghargai. Bukan bermaksud mempersoalkan, mengidolakan atau yang lainnya. Namun banyak yang bis akita jadikan pembelajaran bersama, terkait kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia.
Salah satu pembelajaran yang bisa petik adalah kesederhaannya. Dari hari pertama kedatangan Paus, kesederhanaan ini sudah menjadi pembahasan warga net dan media mainstream. Mulai dari jam tangan yang dipakai, sepatu yang dipakai, hingga fasilitas yang dipakai selama kunjungannya ke berbagai negara. Hal ini tentu menjadi tamparan tersendiri bagi pejabat di Indonesia, yang begitu berlimpah dengan berbagai fasilitas negara. Bahkan setelah melihat Paus hanya menggunakan Toyota Kijang Zenix, keesokan harinya presiden Jokowi langsung bergantu dengan kendaraan dengan jenis yang sama.
Kesederhanaan tersebut juga terlihat dari perilakunya. Selalu saja menyapa setiap masyarakat yang telah menunggunya. Bahkan makanan yang disediakan juga selalu dimakan, tidak pernah meminta yang aneh-anah. Ketika perjalanan ke Papua Nugini, Paus memakan nasi goreng, salah satu menu makanan yang disediakan maskapai Garuda Indonesia yang disewanya.
Sederhana dan rendah diri ini merupakan ciri khas kepemimpinan Paus Fransiskus, sejak menjabat sebagai pemimpin gereja Katolik dan kepala negara Vatikan. Meski berbeda agama, tidak ada salahnya jika sikap kesederhanaan dan rendah diri itu juga bisa kita tiru. Rasululllah SAW juga pernah mengajarkan hal yang sama. Semua umat muslim, semestinya juga bisa memiliki sikap yang sederhana dan rendah diri. Namun, jika dilihat kondisi yang ada sekarang ini apakah sama atau justru sebaliknya? Mari kita terus melakukan introspeksi untuk menuju hal yang lebih baik.
Mencontoh kesederhanaan Paus bukan berarti akan mengganggu tingkat keislaman kita. Karena Tuhan menciptakan bumi dan seisinya ini penuh dengan keberagaman. Tentu saja kita bisa belajar dari siapa saja dan apa saja, dengan latar belakang yang berbeda-beda. Sepanjang tujuannya untuk kebaikan, tidak ada masalah.
Bersikap sederhana, akan menjauhkan kita dari berbagai keinginan yang tidak perlu. Memang untuk belajar hidup sederhana, tidak mudah. Apalagi banyak fasilitas bertebaran disekitar kita. Ketika panitia akan menyiapkan kamar berstandar president suites, Paus Fransiskus justru memilih kamar sederhana di kedutaan besar vatikan di Indonesia. Dan kesederhaan itu tentu bukanlah formalitas. Karena kesehariannya memanglah demikian.
Lagi-lagi, apakah kita bisa melakukan? Tentu bisa, jika kita yang berkehendak. Kesederhanaan penting sekali diterapkan dalam ucapan dan perilaku. Jika kesederhaan ini diimplementasikan dalam skala yang lebih luas, maka perdamaian global akan bisa dirasakan semua pihak. Tidak ada yang egois melakukan perang karena ingin menguasai sesuatu. Tidak ada perang yang ingin mencaplok wilayah kekuasaan. Semua menerima apa yang telah diberikan Tuhan dengan Ikhlas. Dan keikhlasan itu merupakan bagian dari belajar untuk hidup sederhana. Semoga bisa jadi renungan bersama. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H