Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keluarga dan Bahaya Radikalisme

26 Maret 2022   16:01 Diperbarui: 26 Maret 2022   16:04 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Apa sih yang terpenting bagi kita saat ini? Keluarga ? Pekerjaan? Bangsa dan Negara ? Atau hal lain?

 Kalau boleh menjawab, semuanya penting. Karenanya kita memang harus memakai skala prioritas dalam menentukan mana yang penting bagi kita dalam satu masa. 

 Sebenarnya yang penting adalah diri kita sendiri dan keluarga. Kesejahteraan, pendidikan, hubungan sosial dan agama harus didapatkan oleh seluruh anggota dengan baik. Sang ayah harus mencukupi kebutuhan keluarga itu dengan baik, atau ibu juga membantu sang ayah. 

Agama, budi pekerti menjadi hal yang sangat penting bagi masa kini dan masa depan. Orang menyebutnya dengan soft skill. Soft skill sering menyangkut soal keyakinan, etika, budipekerti termasuk bagaimana hubungan sosial. Ini menjadi modal penting selain ketrampilan pekerjaan dan bagaimana seseorang mampu meningkatkan produksi pekerjaannya (hard skill). 

Artinya seseorang kini (dan mungkin ke depan) tidak saja dihargai dari bagaimana hebatnya dia dalam pekerjaan, tapi juga dalam bekerjasama, menerima orang lain dan bagaimana dia memiliki toleransi dengan sesamanya. Intinya keseimbangan menjadi hal penting dalam proses produksi atau karya. 

Hanya saja memang ada banyak godaan yang ada di sekitar untuk mewujudkannya. Ada pengaruh korupsi, ada pengaruh narkoba, ada pengaruh ideologi yang melenceng dan lain sebagainya. Itu semua akan menganggu hardskill dan softskill itu. 

Mungkin soal korupsi dan narkoba sudah banyak yang mengulas. Kita mungkin perlu mengulas soal ideologi yang mau tidak mau kita akui, kini sangat banyak kita temui dalam masyarkat dalam intensitas rendah maupun berat. Intensitas rendah semisal soal intoleransi. Soal bagaimana seseorang tidak mau memberikan selamat kepada orang lain saat orang itu merayakan hari rayanya. Ada juga sikap-sikap yang bersifat antipati terhadap kaum yang berbeda keyakinan dengan tidak menghargainya (semisal menutup akses jalan ke gereja) dan lain sebagainya. 

Ada juga dengan intensitas yang berat. Yang masuk dalam skala ini adalah ajaran-ajaran yang mengarah ke pelencengan ajaran agama, seperti bagimana menerjenahkan jihad dengan melawan negara. Bagaimana dia melihat bom bunuh diri sebagai hal yang harus dilakukan untuk menegakkan kebenaran agama dan lain sebagainya. 

Hal yang harus kita lakukan adalah membentengi keluarga anda dari bahaya terorisme. Pemahaman agama di keluarga harus ditingkatkan tentu saja dengan mengambil guru agama yang sesuai dengan norma agama dan kebangsaan kita sehingga anak-anak tidak dicekoki dengan ajaran-ajaran intoleran yang kemudian mengarah ke radikal. 

Dalam hal ini kita bisa menengok keluarga pengebom tiga gereja di Surabaya yang memiliki guru ngaji yang banyak mempengaruhi keluarga itu sehingga berkeyakinan bahwa mengebom gereja dalam hal ini milik kafir adalah jihad dan dihargai oleh Allah. Padahal pemahaman itu melenceng dari ajaran para ulama dan al Quran itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun