Pandemi covid-19 tak terasa sudah berlangsung hampir 4 bulan di Indonesia. Selama ini pula, kasus positif semakin mengkhawatirkan peningkatannya.Â
Pada awal Maret lalu, jumlah kasus positif baru 2 orang saja yang terinfeksi. Kini, per 21 Juni 2020, sudah ada 45.029 kasus terkonfirmasi positif, 24.717 dirawat, 2.429 meninggal, dan 17.883 sembuh.Â
Saat ini, penambahan kasus positif rata-rata 1000 an kasus per harinya. Sungguh sangat mengkhawatirkan. Semoga, angka sangat fantastis itu segera mencapai puncaknya, dan grafiknya mulai menurun.
Penambahan kasus positif yang sangat signifikan ini tentu harus menjadi kewaspadaan bersama. Semoga protokol kesehatan selalu kita jaga, agar penambahan kasus positif bisa dikendalikan, bahkan berkurang.Â
Namun ada satu hal lagi yang harus menjadi perhatian di tengah pandemi ini. Yaitu penyebaran virus kebencian di dunia maya. Entah apa maksudnya, ujaran kebencian ini masih terus dimunculkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Di tahun politik ketika itu, kebencian di dunia maya ini begitu vulgar. Seseorang bisa dengan santainya menebar kebencian atas nama apapun. Sampai akhirnya banyak orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pencemaran nama baik, melanggar UU ITE dan segala macamnya. Meski ada sanksi hukum, praktek penyebaran ujaran kebencian masih saja terjadi. Â
Dan dalam perkembangannya, kebencian ini disatukan dengan berita bohong atau hoaks. Tujuannya adalah memancing amarah masyarakat. Pola semacam ini biasanya dilakukan oleh kelompok radikal, untuk mendiskreditkan pemerintah.
Kalau sudah begini, tentu masyarakat akan terbelah, bingung mencari mana yang benar. Dan semuanya sibuk mencari kebenaran dan kesalahan.Â
Sementara di masa pandemi ini, yang harus dilakukan adalah semua orang sibuk mengedepankan protokol kesehatan, menguatkan imun tubuhnya, menggunakan masker ketika keluar rumah, menjaga social distancing dan segala macamnya.Â
Jika kita sudah bisa melakukan itu, langkah selanjutnya adalah saling menguatkan, saling meringankan beban, saling mendoakan dan saling berbuat kebaikan agar bisa survive di tengah pandemi ini.
Kita sudah punya pengalaman bagaimana dampak kebencian dan hoaks juga disatukan. Dan yang jika hal ini terjadi, tentu saja yang merasakan kerugian adalah kita sendiri. Kita sendiri teman-teman.Â
Mari belajar dari kerusuhan yang terjadi di Papua, mari kita belajar dari kasus pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara, mari kita belajar dari pilkada DKI Jakarta, dan masih banyak lagi peristiwa yang bisa kita jadikan pembelajaran. Karena kebencian dan terprovokasi di dunia maya, potensi konflik bisa saja terjadi.
Jangan lagi mau terjebak konflik antar sesama. Saatnya untuk introspeksi. Di masa pandemi ini kita diwajibkan mengenakan masker. Bisa jadi ini peringatan kepada kita karena selama ini banyak mengumbar ujaran yang tidak baik. Kini saatnya diam dan melakukan aksi nyata. Mari bekali diri dengan literasi dan informasi yang tepat. Mari saling mengedepankan toleransi, agar keberagaman di negeri ini tetap terjaga.Â
Mari saling menebar pesan damai, agar kedamaian di negeri ini tercipta. Dan mari saling menebar kebaikan dan protokol kesehatan, agar pandemi di negeri ini segera berlalu dan kita bisa hidup normal seperti semula. Amin. Salam sehat selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H