Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keluarga Fedulla, Contoh Pertaruhan Menafikan Logika di Syria

11 Februari 2020   06:30 Diperbarui: 11 Februari 2020   06:29 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, ada sebuah liputan yang bagus dari BBC Internasional soal keluarga Indonesia yang merasa 'terjebak' pada Islamic State (IS) dan membuat semua keluarga mereka pindah dari Indonesia ke Syria. Liputan itu mewawancarai Nada Fedulla yang masih berumur belasan tahun dan ayahnya yang kini berada di penjara.

Dalam wawancara tersebut, Nada yang cukup fasih berbahasa Inggris menyatakan awalnya tak tahu rencana keluarganya memboyongnya ke Syria. Waktu itu Nada masih yunior dan senang belajar serta bercita-cita untuk menjadi dokter.

Namun ayahnya ternyata ayahnya membawa mereka ke negeri tersebut dengan berbagai harapan. Sekolah gratis, perumahan gratis, ekonomi terjamin dan lain sebagainya. Hal-hal itu tak mereka dapatkan di Indonesia. Sang ayah rupanya ingin agar masa depan keluarganya lebih baik dan sesuai dengan garis khilafah yang digambarkan di pelajaran-pelajaran agama.

Namun, kenyataan yang ditawarkan oleh Syria berbeda dengan pandangan sang ayah. Di sana dia dipaksa menjadi tentara dan bertempur bagi ISIS. Tidak ada sekolah gratis, air dan listrik gratis. Bahkan kehidupan sehari-hari mereka harus mereka tanggung sendiri.

Sang anak, Nada juga menuturkan bahwa dia kerap melihat kekerasan saat keluar dari penampungan. Orang yang disiksa sampai dipenggal kepalanya. Juga tahanan yang diarak seperti binatang. Apa yang digabarkan ayahnya soal Syria sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya

Saat diwawancarai, Nada menangis. Dia terpaksa harus mengubur cita-citanya untuk menjadi dokter, padahal dia terlihat amat cerdas. Diantara linangan airmatanya, dia berusaha untuk memaafkan ayahnya.

Sang reporter BBC juga mewawancarai sang ayah. Ayahnya menyesal dan mengatakan bahwa keputusannya untuk ke Syria adalah kesalahan terbesarnya sepanjang hidup. Dia menyesal dan sudah menyatakan minta maaf ke istri dan anak-anaknya. 

Karena hidupnya yang terlanjur suram, dia bahkan tidak berani untuk merancang masa depan keluarganya. Dia kini dipenjara tanpa pengadilan dan tidak tahu sampai kapan dia harus berada di tahanan.

Keluarga Fedulla adalah satu contoh dimana mereka termakan bujuk rayu ISIS yang dahsyat. Bagaimana bisa mempertaruhkan masa depan anak-anaknya yang berotak cemerlang untuk hidup sebagai anggota ISIS di Syria. Itu adalah pertaruhan yang tak amsuk akal.  

ISIS bukan hanya sebuah gerakan, tapi militant berbasis Islam yang ingin mengubah bentuk negara Syria dan Iran menjadi sebuah khilafah; satu bentuk negara ideal bagi mereka. Ide khilafah inilah yang 'dijual' ke simpatisannya dengan sejuta iming-iming.

Bagi keluarga Fedulla, ini senjata makan tuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun