Kita tahu penyebaran informasi selama beberapa tahun ini mengalami perubahan. Semula, informasi terpusat dan jaringan distribusinya dikuasai oleh media-media mainstream, kini tak berlaku lagi.
Kini semua orang bisa menjadi media itu sendiri bahkan menjadi penyebarnya. Sederhananya dia sumber berita sekaligus penyebar berita itu sendiri. Bahkan satu berita yang berasal dari individu dapat menjadi perhatian public seluruh negeri.
Berita yang berasal dari public ini umumnya tak memerlukan berbagai filter seperti halnya di media konvensional. Filter ini bisa dari editor dan pejabat media setempat. Sehingga konten terjagan dan menimalisir kesalahpahaman atau akibat yang tidak diinginkan.Â
Umumnya media konvensional yang ketat akan menghindari isu-isu atau berita berbau Suku Agama Ras dan antar Golongan (SARA). Karena sangat ketat, jarang media konvensional memberitakan kabar hoax.
Tidak seperti masa kini. Hoax bertebaran di mana-mana karena tidak semua berita berasal dari media resmi. Kebanyakan adalah individu yang dengan bebas memberitakan dan menyebarkannya, seperti yang diterangkan diatas. Â Sehingga hoax seperti yang disebarkan oleh aktivis Indonesia seperti yang terjadi beberapa hari lalu bisa terjadi.
Keadaan ini juga pernah kita alami ketika Pemilihan Presiden 2014 lalu. Dimana salah seorang kandidat Presiden diisukan adalah seorang PKI. Isu itu menggelinding saja di ranah media social tanpa tahu siapa yang menghembuskannya pertama kali.Â
Saat ini, meski sudah bertahun-tahun dan berkali kali dibantah (disertai bukti kuat) isu itu masih saja dipakai oleh pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan tokoh Indonesia.
Tentu saja hal itu tidak fair. Juga tidak membuat iklim informasi kita membaik. Imbas untuk generasi muda juga harus kita fikirkan, karena seringkali generasi muda menelan apa saja yang ada di depan mereka. Terlebih tak ada filter-filter kuat.
Mungkin sudah saatnya kita sadar untuk selalu menguji kebenaran berita yang kita terima. Jangan karena penerima, lalu membaca kemudian menyebarkannya dengan menggebu. Teman kita juga begitu. Menyebarkannya dengan semangat 45. Sapa tahu yang disebarkannya itu kabar bohong. Â Kita bisa dengan sederhana menlihat kabar itu hoax atau bukan dari kredibilitas sang pembawa pesan. Jika berlebihan atau dilebih-lebihkan tentu saja tidak benar. Juga jika para grup supportnya memelintir sedemikian rupa, bisa dipastikan itu tak benar.
Marilah mulai sekarang kita bertindak hati-hati terhadap semua informasi yang kita terima terlebih yang berasal dari media social. Dengan bertindak hati-hati kita sudah menyelamatkan negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H