Indonesia dibangun diatas keberagaman. Indonesia juga terdiri dari berbagai suku, budaya, dan agama. Dengan semangat bhinneka tunggal ika, negeri ini mampu hidup berdampingan, rukun tanpa ada kebencian. sayangnya, dalam beberapa tahun kebelakang, ada upaya kelompok masyarakat yang menginginkan toleransi itu terbelah. Mereka menggunakan sentimen agama untuk memecah belah masyarakat. Hasilnya, sebagian masyarakat kita terpengaruh melakukan tindak kekerasan. Ironisnya, banyak generasi muda kita yang menjadi korban sebagai pelaku bom bunuh diri.
Kekerasan yang terjadi selalu dibenturkan dengan ajaran agama. Misalnya, aksi bom bunuh diri yang katanya memerangi kelompok kafir, dimaknai sebagai tindakan jihad. Padahal, korban yang diledakkan tidak pernah mengganggu, tidak pernah membuat onar, ataupun melecehkan agama tertentu. Sebut saja seperti ledakan yang terjadi di kawasan Thamrin, awal tahun 2016 lalu. Akibat ledakan tersebut, pelayan restoran yang bekerja di dekat lokasi ledakan, ikut menjadi korban. Apa korelasinya jihad dengan meledakkan diri di tempat umum?
Ada juga yang menganggap jika menjadi teroris, akan meninggal dalam kondisi syahid. Sebut saja seperti Santoso, pimpinan majelis mujahidin Indonesia timur, yang tertembak di tangan Satgas Tinombala, dikatakan meninggal dalam kondisi syahid. Padahal, syahid tidaknya itu bukan manusia yang menentukan. Jika semasa hidupnya, seringkali melakukan tindak kekerasan, seringkali meneror orang, atau menebar kebencian, akankah mendapatkan pahala dari aktifitasnya tersebut? Lalu jika mereka meninggal apakah serta merta dikatakan syahid? Hanya Tuhan yang bisa mengetahuinya.
Di hari kemerdekaan Indonesia ini, mari kita benar-benar menjadi manusia yang merdeka. Biarkan manusia menentukan pilihan terhadap keyakinannya sendiri. Jangan ganggu saudara kita yang tidak seiman ketika melakukan ibadah. Karena beribadah dan memeluk agama berdasarkan keyakinan, merupakan hak setiap warga negara. Hak tersebut juga diatur ke dalam undang-undang. Karena itulah, kekerasan atas nama agama yang rata-rata disebabkan karena perbedaan agama ini, sebaiknya segera disudahi. Tidak ada gunanya.
Lihatlah yang terjadi di Iraq dan Syuriah, yang mengklaim mengusung konsep khilafah, yang sering digunakan oleh kelompok radikal dan terorisme. Yang terjadi justru pemerintahan yang otoriter, pembunuhan terjadi dimana-mana, orang takut berekspresi, dan teror dimana-mana. Padahal Rasulullah tidak pernah mengajarkan kekerasan. Rasulullah justru merangkul semua pihak yang berbeda. Karena Allah menciptakan manusia di bumi ini berbeda-beda. Baik berbeda secara fisik, tapi juga perilaku, budaya dan keyakinannya. Karena itulah Allah menyarankan agar semua manusia saling mengenal.
Kini, Indonesia sudah 71 tahun merdeka. Indonesia juga lahir dengan mengedepankan toleransi antar sesama. Karena itiulah, mari kita terus jaga toleransi yang sudah masuk di dalam kultur masyarakat kita. Dalam budaya Aceh hingga Papua, semuanya mengedepankan gotorong royong dan toleransi. Tak heran jika para nenek moyang kita bisa hidup rukun antar sesama. Lihatlah peninggalan masjid jaman dulu, terkadang ada akulturasi budaya yang beragam. Jadi, tidak ada gunanya menyerap paham kekerasan atas nama agama. Kita sudah punya budaya asli Indonesia, yaitu gotong royong dan toleransi antar umat beragama. Wujud dari toleransi ini adalah memerdekaan setiap manusia dalam beribadah dan memeluk agama, berdasarkan keyakinannya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H