Ditengah kondisi pandemic covid-19 yang tak kunjung usai, Direktur Jendral Pajak (DJP) Kementrian Keuangan merencanakan untuk pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako dan jasa pendidikan. Â
Hal tersebut jelas menjadi polemik di masyrakat, bagaimana tidak? Pandemic ini banyak memberikan dampak negative terhadap masyrakat seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ditutup nya usaha mereka karena menghindari kerumunan, dipotongnya gaji dan lain sebagainya yang memberatkan masyarakat. Mendengar kabar sembako dan jasa pendidikan akan dikenakan PPN jelas saja mengundang amarah masyarakat. Pemerintah dianggap tidak memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat saat ini yang serba sulit karena pandemi covid-19 .
Menurut Ditjen Pajak rencana pemberlakuan pengenaan PPN pada sembako dan jasa pendidikan, karena dianggapnya kebijakan tidak diberlakukan PPN pada sembako dan jasa pendidikan saat ini tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak tepat sasaran.
Berdasarkan sumber dari akun Instagram resmi Ditjen pajak @ditjenpajakri, Sabtu (12/6/2021). Dikatakan " fakta bahwa pengecualian dan fasilitas PPN yang diberikan saat ini tidak mempertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengkonsumsi, sehingga menciptakan distorsi."
Pemberlakuan PPN untuk barang sembako yang dijual di pasar tradisional yang berisi kebutuhan masyarkat sehari-hari dan juga sekolah negeri tidak akan dikenakan PPN. Yang dimaksudkan oleh pemerintah adalah bahan-bahan makanan atau sembako yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas dan sekolah-sekolah berbayar atau biasa disebut swasta.
Contohnya "konsumsi beras premium dan beras biasa, sama-sama tidak kena PPN. Konsunsi daging segar wagyu dan daging segar di pasar tradisional sama-sama tidak kena PPN. "
Konsumsi bahan makanan premium dan impor seperti beras shirataki, beras basmati, daging wagyu dan lain sebagainya yang dikonsumsi masyrakat kelas atas dan harganya yang berkali-kali lipat dari beras biasa yang diserap oleh Bulog yang akan dikenakan PPN. Begitupun dengan daging segar dan jasa pendidikan.
Begitupun dengan jasa pendidikan untuk pendidikan gratis dan les privat berbayar, sekolah dengan bayaran yang mahal sama --sama tidak dikenakan PPN.
"orang-orang yang mampu bayar justru tidak membayar pajak karena mengkonsumsi barang/jasa yang tidak dikenai PPN".
Dalam jasa pendidikan, pemerintah akan memilih sekolah mana yang akan dikenai pajak. Sekolah negeri atau sekolah dengan subsidi dari pemerintah tidak akan dikenai pajak.
Salah satu ciri sekolah yang akan dikenakan PPN adalah sekolah dengan iuran/SPP yang dibayar oleh orang tua murid melewati batas yang diatur oleh pemerintah. Â
Namun sayangnya pemerintah belum mau menjelaskan berapa batasan harga bahan pokok premium serta tarif jasa pendidikan yang akan dikenakan biaya PPN tersebut.
Dengan dasar-dasar tersebut pemerintah menyiapkan RUU KUP yang berisi tentang reformasi perpajakan yang antara lain isinya mengenai sistem PPN. Yang diharapkan dengan sistem baru dapat memenuhi rasa keadilan di Indonesia.
Namun, dikatakan pula bahwa aturan tersebut akan direalisasikan apabila kondisi ekonomi sudah kembali normal sepeti sedia kala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H