Mohon tunggu...
Nungky Dyah
Nungky Dyah Mohon Tunggu... -

Seorang istri, ibu, wanita bekerja yang menikmati hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Air Oh Air...

8 Maret 2010   08:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:33 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya yang sedari kecil menghabiskan waktu di kota Malang, krisis air cuma ada di belahan "dunia" lain, yang cuma bisa saya lihat di koran dan televisi. Tapi, saat ini, saya mengalami sendiri krisis air itu, di kota yang katanya sumber air ini.

Sejak hari Kamis malam, 4 Maret kemarin, sebagian besar wilayah kota Malang tidak dialiri air PDAM. Penyebabnya karena instalasi pompa di sumber air kota terendam banjir. Untuk menghindari hubungan arus pendek, maka PDAM kota mematikan pompa itu. Hasilnya air keran dari PDAM mati total. Tidak menetes sedikit pun. Saya baru menyadari bila air mati waktu Jumat pagi. Saya kira hanya mati sesaat. Barulah rumah heboh setelah ibu saya pulang dari berbelanja di pasar dan  membawa berita, "Mendit (sumber air PDAM) jebol, air mati total, perbaikannya semingguan."

Barulah saya panik. Apalagi anak saya masih batita, butuh air bersih yang lumayan banyak. Mulailah kami sekeluarga menyusun strategi. Mandi dengan air yang dijatah. Libur mencuci baju sementara. Suami punya ide untuk mengambil air di tempat kerjanya. Di tempat kerjanya, air berlimpah. Akhirnya suami saya membeli drum besar untuk menampung air. Menempuh perjalanan 20 KM pulang pergi. Agar keluarga kami bisa mandi dengan tenang.

Ibu saya pun tak ketinggalan. Bertanya kiri kanan, bila masih ada tetangga yang menggunakan sumur pompa. Akhirnya ada juga satu tetangga yang sumurnya masih dipergunakan. Tetangga yang baik hati ini pun menawarkan sumurnya untuk digunakan. Kami pun mencuci dan mengambil air untuk memenuhi bak mandi. Air hujan pun diberdayakan. Ibu menampung air hujan untuk mencuci lap dan gombal, juga untuk menyiram tanaman.

Baru kali ini saya merasakan mandi yang terbatas. Benar benar gerakan hemat air. Walaupun saya sempat hidup 3 tahun di Surabaya yang air bersih juga susah didapat, tapi baru kali ini mandi dengan air yang dijatah. Bahkan kemarin, saat air bersih pemberian tetangga yang baik hati itu menipis, saya pun terpaksa mandi dengan air hujan! Air hujan yang ditampung ibu memang bening, tapi seumur umur saya belum pernah mandi dengan air hujan. Tapi karena terpaksa, apa daya, air hujan pun jadilah. Berbekal cairan antiseptik, saya pun mandi dengan air hujan yang berharga itu. Karena saya tergolong "hygiene-freak", saya agak royal menuangkan cairan antiseptik pada ember air hujan itu. Takut gatal-gatal.

Tapi untunglah, kulit saya baik baik saja setelah mandi dengan air hujan itu. Entah karena cairan antiseptik yang saya tuangkan atau karena ternyata kulit saya termasuk kulit badak. Ternyata beginilah rasanya kesulitan air bersih. Saya baru menyadari penderitaan saudara saudara kita yang hidup di daerah tandus. Sehari-hari saya memang tidak boros air karena saya sadar saya harus hemat sumber daya alam ini. Saya juga berusaha mendidik anak untuk hemat air. Tapi sehemat-hematnya saya, ternyata mandi dengan air yang dijatah benar-benar tidak nikmat! Untunglah penderitaan warga kota Malang sudah berangsur-angsur menghilang. Perbaikan pihak PDAM terhadap pompa di sumber air kota sudah membawa hasil. Air sudah mulai mengalir meski masih kecil dan terbatas. Paling tidak saya tidak perlu mandi dengan air yang dijatah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun