Mohon tunggu...
WAHYU CANDRAYANTI
WAHYU CANDRAYANTI Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar menulis agar bisa lebih banyak berbagi

Bekerja di Yayasan Purba Danarta

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ingin Ekonomi Keluarga Sehat Selama dan Setelah Pandemi? Yuk, Terus Lakukan 3 M

8 Maret 2021   15:45 Diperbarui: 8 Maret 2021   16:19 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Apa yang terjadi kalau ibu-ibu bertemu? Hampir dipastikan selalu saja ada obrolan seru baik tentang sekolah anak, perawatan wajah, hobi baru yang ditekuni, pusingnya mengatur menu harian di rumah, acara televisi yang sedang digemari, sampai tertangkapnya anggota DPR dan pejabat negara oleh KPK.

Ini juga yang terjadi denganku dan sesama ibu kalau sudah bertemu. Namun, selama pandemi topik obrolan kami sedikit berbeda. Kalau sebelumnya sangat bervariasi, sekarang topiknya lebih banyak membahas bagaimana menjaga kesehatan keluarga dan mengatur keuangan keluarga saat pandemi. 

Kasus Covid-19 yang masih terus ada dan belum adanya kepastian kapan pandemi akan berakhir membuat kami didera rasa khawatir. Apalagi kondisi ekonomi akibat pandemi juga berimbas pada menurunnya pendapatan keluarga, terutama bagi kami yang bekerja di sektor swasta maupun berwirausaha.

Perubahan Pola Belanja dan Konsumsi Keluarga

Ternyata pandemi banyak mengubah kebiasaan belanja kami para ibu. Adanya pembatasan kegiatan masyarakat, pembatasan sosial berskala besar, maupun aturan work from home membuat kami tidak bisa leluasa berbelanja seperti sebelumnya. 

Kalau dulu kami bebas belanja di mana pun dan kapan pun. Sekarang lebih banyak yang kami pertimbangkan, tidak hanya soal waktu belanja, tetapi juga kondisi tempat seperti kebersihan dan keramaiannya. 

Beberapa dari kami memilih belanja di swalayan pada pukul tujuh pagi, sesaat setelah buka dan masih sepi pengunjung. Ada juga yang memesan sayuran, lauk dan buah pada pedagang keliling sehari sebelumnya melalui whatsapp, agar bisa meminimalkan waktu belanja dan mengurangi kontak dengan banyak orang. 

Bahkan ada yang beralih berbelanja online karena sangat takut keluar rumah. Selain itu kami juga lebih hati-hati membelanjakan uang karena pendapatan keluarga menurun, tetapi pengeluaran tidak berkurang. 

Tidak hanya kebiasaan belanja, barang yang dibelanjakan juga cenderung berubah. Sekarang para ibu lebih memprioritaskan belanja kebutuhan pokok dan segala sesuatu yang mendukung kesehatan anggota keluarga, seperti vitamin, hand sanitizer, masker, dan buah-buahan. 

Jenis bahan pangan pun dipilih yang memiliki kandungan gizi tinggi dan baik untuk kesehatan. Kebiasaan makan di luar termasuk mengonsumsi junk food nyaris tidak dilakukan lagi.  Kami lebih sering memasak sendiri di rumah karena lebih menjamin keamanan dan gizi makanan yang dikonsumsi keluarga. Faktor penghematan juga menjadi alasan mengingat kondisi ekonomi selanjutnya akibat pandemi tidak bisa diprediksi.

Ternyata ini selaras dengan survei yang dilakukan  McKinsey, bahwa selama pandemi, 92% konsumen mencoba metode berbelanja baru dengan 58% berbelanja secara digital, 48% melalui layanan pick-up dan aplikasi pengiriman. Selain itu 67% responden di Indonesia kini lebih mempertimbangkan cara mengeluarkan uang, 59% mencari langkah untuk lebih hemat agar bisa menabung.

Akibat Perubahan Pola

Sekilas perubahan pola belanja dan konsumsi ini berakibat positif terhadap keluarga, seperti  lebih disiplin dan hati-hati mengatur uang, lebih memperhatikan asupan gizi makanan yang dikonsumsi keluarga, memperhatikan kebersihan dan kesehatan, serta berusaha menambah jumlah tabungan. Namun, ternyata ada yang harus diwaspadai dari perubahan pola ini.

Beberapa teman mengungkapkan bahwa ekonomi keluarganya malah makin kacau akibat perubahan kebiasaan belanja. Sebelumnya mereka punya kebiasaan belanja besar setiap awal bulan di supermarket dan belanja kecil seperti sayur, lauk dan buah secara mingguan di pasar tradisional. Anggaran belanja besar dan kecil dialokasikan secara disiplin, bahkan uangnya disiapkan dalam amplop-amplop terpisah. 

Mereka bercerita kebiasaan disiplin tersebut ambyar setelah beralih belanja online. Adanya diskon pembelian dalam jumlah tertentu maupun promo ongkir membuat mereka tergoda membeli dalam jumlah banyak melebihi kebutuhannya. 

Selain itu, kemudahan berbelanja online yang praktis, tanpa harus pergi keluar rumah memungkinkan mereka mengunjungi banyak 'toko online'. Akhirnya tidak hanya kebutuhan, tetapi barang-barang lain yang terlihat cantik dan menarik  juga dibeli alias lapar mata. Tentu ekonomi keluarga menjadi terganggu karena pengeluaran membengkak, sedangkan pemasukan cenderung tetap dan menurun.

Lakukan saja 3 M

Keseruan obrolan kami berlanjut dengan menghubungkan pengalaman kami sebagai ibu sekaligus 'mentri keuangan' di rumah dengan protokol kesehatan di masa pandemi. Kalau 3 M bisa mengurangi risiko tertularnya virus Covid-19, kita juga bisa menerapkan hal yang sama untuk mengurangi risiko memburuknya ekonomi keluarga.

Pertama, menjaga jarak. Artinya kita harus membuat jarak antara kebutuhan dan keinginan. Kalau selama ini banyak orang mengatakan kebutuhan dan keinginan itu bedanya tipis, kini saatnya memperlebar jarak antar keduanya. Pahami benar mana yang merupakan kebutuhan dan yang sebenarnya hanya keinginan.

Sebagai contoh, gadget di era sekarang ini sangat dibutuhkan sebagai sarana bekerja dan belajar, sehingga gadget merupakan kebutuhan seperti halnya sandang, pangan, papan. Namun, benarkah selalu demikian? 

Jika kita membeli makanan untuk memenuhi standar kecukupan gizi, berbelanja pakaian  sesuai kebutuhan dan kemampuan, atau pun memilih gadget sesuai spesifikasi yang dibutuhkan dalam bekerja, tentu itu semua bisa dikatakan kebutuhan. Namun, jika pertimbangan membeli adalah mengikuti trend, rasa gengsi dan malu jika tidak memiliki barang tersebut, atau hanya karena ada diskon  tentu ini bukan lagi kebutuhan tetapi keinginan.

Kedua, memakai masker saat belanja. Kalau masker yang kita pakai berlapis dua atau tiga, hal yang sama juga harus dilakukan saat belanja. Tentu masker yang dimaksud bukan sebagai filter untuk menyaring virus Covid-19 agar tidak masuk tubuh kita, tetapi maknanya mengajak kita menyaring apa saja yang dilihat dan diinginkan saat belanja. 

Kita harus selalu memikirkan ulang, 2-3 kali bahkan lebih, apakah barang yang akan kita beli memiliki manfaat dan fungsi yang memang kita butuhkan? Saring, saring dan saring, sehingga hanya barang-barang yang dibutuhkan yang dibeli.  Tidak ada lagi membeli barang secara impulsif atau terburu-buru, apalagi hanya karena pertimbangan emosional sesaat seperti tampilan menarik, kemasannya unik atau limited edition. 

Ketiga, mencuci tangan. Jika mencuci tangan menggunakan sabun bertujuan membunuh kuman. Mencuci tangan di sini bermakna membersihkan diri dari kebiasaan buruk yang mengganggu kesehatan ekonomi keluarga, seperti belanja tanpa rencana,  malas membuat anggaran, menabung menunggu sisa uang belanja, atau pun membeli barang hanya karena gengsi atau mengikuti trend.

"Mencuci tangan pakai sabun saja kadang malas karena mengakibatkan tangan kering, apalagi harus mencuci tangan versi ekonomi keluarga. Bisa-bisa mood jadi garing dan hidup terasa kering." Komentar spontan beberapa teman waktu itu.

Komentar yang sangat wajar mengingat untuk sebagian orang, belanja adalah hiburan dan sarana rekreasi bahkan relaksasi. Tentu membangun kebiasaan baru untuk 'mencuci  tangan versi ekonomi' ini  bukan hal mudah karena mengurangi kenikmatan dan keleluasaan belanja.

Namun jika kita tidak ingin ekonomi keluarga kita sakit atau terganggu, mencuci dan membersihkan diri dari kebiasaan buruk, seperti belanja tanpa rencana atau asal berhutang tanpa berhitung, memang harus kita lakukan.

Jadi, tunggu apa lagi? Terus lakukan 3 M agar ekonomi keluarga kita sehat dan kuat tidak hanya di masa pandemi, tetapi juga setelah pandemi.

#semangatsehat

#berharaptanpabatas

#berbagitanpasekat

REFERENSI
Ekonomi Terpukul Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat selama Covid-19, 30 September 2020, 08.13
Perilaku Masyarakat Di Masa Pandemi Covid-19

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun