Pagi itu masih sangat buta, tapi suara ayam lantang berkokok menembus jalinan kabut tebal yang menyelimuti sekeliling rumah kami.
Seorang pria berkulit legam hanya dengan kaos mulai mengeluarkan perabotnya dan bersiap untuk berkeliling mencari penghidupan.
Tak lama, perabot itu dinaikannya di atas motor yang kemudian disusul dengan beberapa galon air dan gas melon yang ditumpuk bersama dengannya.
Setelah semua persiapan selesai dan matahari malu-malu menampakan sinarnya pria itu berlalu begitu saja dengan membawa setumpuk prabot yang rasanya memenuhi seluruh motornya.
Aktifitas itu adalah aktifitas yang selalu dilakukanya sebelum dirinya pergi mencari periuk lainnya yang mengharuskan rutinitas.
Sungguh rasanya pasti melelahkan, di pagi buta yang kebanyakan orang masih bergulat dengan mimpinya Dia sudah harus bertarung dengan kehidupan.
Semua itu Dia lakukan tidak lain tidak bukan hanya untuk keluarganya yang selalu menunggu Dirinya untuk sekedar bertukar lelah.
Begitu juga ketika Dirinya pulang dari rutinitas pekerjaan yang melalahkan di sore hari.
Tanpa berlama-lama menyandarkan bahu, Dirinya kembali menaikan perabot untuk kembali berkeliling dan mengadu nasib.
Kadangkala Aku membayangkan, ketika hujan mengguyur dengan hebat, dimana dirinya berteduh dan dengan siapa dirinya  bertukar kisah kehidupan ketika itu.
Atau kadangkala ketika terik menyengat dengan siapa Dirinya berbagi peluh untuk sekedar menyegarkan tenggorokan yang kerontang.
Tak bisaku bayangkan jika saat itu Aku diposisinya, rasanya dia tak pernah lelah atau mengeluh karena harapanya hanya ingin melihat kedua anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik daripada Dirinya.
Dia selalu berpesan kepada kedua anaknya hanya untuk belajar, belajar dan belajar agar nantinya bisa menjadi orang pintar sehingga bisa hidup lebih layak Darinya.
Biarlah badan ini lelah atau pikiran ini terkuras, memang itu yang bisa Dirinya lakukan untuk kebahagiaan keluarganya.
Aku bahkan melihat tulus airmatanya mengalir ketika melihat kedua anaknya dapat menyandang gelar Sajana dan Diploma.
Aku serasa melihat segala lelah dan letihnya tak berarti ketika Dirinya erat memeluk kami berdua seraya berdoa kuat akan keberhasilan kami.
Terimakasih Bapak, hari ini Dirimu sudah tidak lagi lelah dan melepaskan semua beban yang Dirimu miliki.
Bahkan berkat doa dan pengharapanmu kedua anakmu telah memiliki kehidupan yang patut untuk terus diperjuangkan.
Bapak, terimakasih atas cintamu yang terus menyala untuk menerangi kehidupan kami bahkan setelah dirimu menyatu dengan bumi.
Atas perjuanganmu, kami memahami bukan cinta ibu saja yang sepanjang masa namun cinta Bapak juga sama dan tak tergantikan.
Al-Fatikah untuk Bapak Kami, Bapak Salamun.
Selamat Hari Bapak, Toboali, 12 November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H