Mohon tunggu...
Agustian Deny Ardiansyah
Agustian Deny Ardiansyah Mohon Tunggu... Guru - Guru yang tinggal di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Setiap tulisan yang saya tulis dan memiliki nilai manfaat pada blog kompasiana ini, pahalanya saya berikan kepada Alm. Ayah saya (Bapak Salamun)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seabrek Title Guru untuk Apa?

4 Juni 2024   19:31 Diperbarui: 5 Juni 2024   20:31 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Guru. (Sumber: Heryunanto/Kompas.id)

Jika satu-satunya negara dengan title guru honorer di sandang oleh Indonesia, mungkin saya juga boleh menuliskan bahwa guru dengan seabrek title juga hanya dimiliki oleh Indonesia.

Terlebih semenjak Mas Mentri Nadim Anwar Makarim menjabat sebagai Kemendikbudristekdikti, title guru di Indonesia menjadi seabrek.

Kenapa? karena sebelumnya perdebatan tentang title guru hanya sebatas guru honorer dan PNS, namun di era Mas Mentri perdebatan tentang title guru di Indonesia menjadi lebih banyak.

Tidak hanya sebatas S.Pd (sarjana pendidikan), guru sertifikasi saja diberi title (Gr) lalu guru penggerak (GP), guru pengajar praktik (PP), guru fasilitator (fasil), dan guru instruktur.

Sampai-sampai banyak guru memplesetkan setelah selesai mengerjakan pengelolaan kinerja di PMM mendapat title "guru Platform Merdeka Mengajar (PMM)".

Bila diilustrasikan mungkin akan seperti ini, Agustian Deny Ardiansyah, S.Pd., Gr., GP., PP., Fsl, Inst, P.df., PMM (haha). Untuk apa coba title guru seabrek itu?.

Jika kita kembali pada kompetensi guru di Indonesia maka seyogyanya bukan title seabrek yang perlu ditingkatkan atau ditambahkan.

Seharusnya yang ditingkatkan dan ditambahkan adalah pemenuhan kompetensi guru yang meliputi kompetensi profesional, pedagogik, sosial dan kepribadian.

Empat kompetensi guru itulah yang seharusnya dapat ditularkan secara merata dan setara terhadap semua guru-guru di Indonesia.

Bukan sebaliknya, dilakukan berdasarkan kreteria-kreteria tertentu sehingga membuat title guru mejadi lebih seabrek namun berbanding terbalik dengan kompetensi guru di lapangan.

Bahkan tak sedikit guru yang belum sertifikasi mempertanyakan, apa bedanya guru yang telah sertifikasi dengan guru yang belum sertifikasi?.

Atau ketika guru bertanya apa bedanya guru yang tidak menyandang guru penggerak dengan guru yang menyandang guru penggerak?.

Atau lebih ekstrem, apa bedanya guru dengan status PNS dengan guru berstatus PPPK atau dengan guru yang saat ini masih berstatus honorer?.

Pertanyaan-pertanyan itu seolah-oleh menegaskan bahwa, seabrek title yang dimiliki seorang guru kadangkala tak sesuai dengan ekspektasi tentang guru ideal di sekolah.

Lebih miris lagi, tak semua orang yang lulus dengan title Sarjana Pendidikan (S.Pd) bisa menjadi seorang guru bukan karena minimnya kesempatan berkarya dan mengabdi.

Lebih dari itu, kreteria guru di era Mas Mentri bukan hanya memiliki title Sarjana Pendidikan (S.Pd), namun harus mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) terlebih dahulu baru bisa menjadi guru.

Apakah selama kurang lebih 8 semester dan 4 tahun pendidikan seseorang calon guru belum cukup untuk menyebut guru tersebut sebagai profesional?.

Tentunya guru tidak bisa dibandingkan dengan seorang dokter yang harus menjadi spesialis karena memang setiap anggota tubuh manusia memiliki perlakuan yang berbeda.

Guru hanya perlu memenuhi empat kompetensi yaitu profesional, pedagogik, sosial dan kepribadian, lalu apakan selama kurang lebih 8 semester atau 4 tahun tidak bisa untuk mendalami hal tersebut?.

Haruskan merengkuh pendidikan profesi guru lagi untuk bisa dikatakan sebagai Sarjana Pendidikan (S.Pd) yang benar-benar profesional?.

Seabrek title guru untuk apa?.

Toboali, 4 Juni 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun