Musim kampaye telah tiba, banyak baliho-baliho berbagai ukuran telah terpampang dan bertebaran di jalan-jalan.
Ketika saya menyusuri jalan menuju sekolah tempat saya mengabdi, banyak baliho yang saya temui, baik di tikungan, tanjakan, hutan, kebun, di bawah pohon atau di area tempat sampah.
Jika tak salah menghitung, pada salah satu tikungan yang pernah saya lewati ketika akan berangkat ke sekolah ada delapan baliho yang saling berhimpit dan terpajang di situ.
Baliho itu menunjukan berbagai rupa dan gaya serta partai yang berbeda-beda, kebanyakan baliho tersebut hanya menggambarkan foto diri calon legislatif (caleg) dan nomor yang harus dicoblos masyarakat untuk memilihnya.
Bahkan jika harus memuat suatu kata-kata atau janji-janji mutiara, sangat minim dan kecil sehingga tak bisa terbaca apalagi jika sambil mengendarai mobil atau motor.
Namun setalah saya amati dengan sungguh-sungguh penggunaan baliho untuk mengenalkan diri para calon legislatif (Caleg) tersebut menurut saya tidak efektif.
Hal itu terjadi karena setelah baliho-baliho itu dipasang, tak sampai satu minggu sudah ada kerusakan di sana-sini terkait baliho tersebut.
Ada yang terjengkang, tetelungkup, sobek, terbakar, raib, hilang, kusam dan sebagainya sehingga tak bisa memberikan banyak informasi terkait calon legislatif yang terpampang di baliho tersebut.
Ujung-ujungnya hal itu hanya "membakar uang" calon legislatif (caleg), namun itulah politik dan biaya yang harus dikeluarkan oleh para calon legislatif (caleg).
Maka dari itu seharusnya seorang calon legislatif (caleg) tak hanya menjadi "baliho man" tetapi juga mampu untuk membangun citra diri atau personal branding kepada masyarakat pemilihnya.
Lalu bagaimana cara membangun citra diri atau personal branding bagi seorang calon legislatif yang akan bertarung pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang?.