Kementrian perdagangan pada tanggal 26 September 2023 meneken Peraturan Mentri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Latar belakang disahkannya Permendag No 31 Tahun 2023 tersebut selain karena masih lemahnya daya saing UMKM dan produk dalam negri terhadap gempuran produk asing juga karena adanya indikasi persaingan yang tidak sehat oleh pelaku usaha asing dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Bahkan salah satu pasar terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara yaitu Pasar Tanah Abang mengalami sepi pelanggan yang membuat banyak gerai harus gulung tikar karena minimnya pembeli yang berbelanja.
Berdasarkan berita yang saya sadur dari cnnindonesia.com yang terbit pada 13 september 2023, pedagang di Pasar Tanah Abang mengaku omset penjualannya anjlok sampai 80 persen.
Hal itu disinyalir gara-gara perubahan tren pelanggan dari toko konvensional ke sosial commerch market place dan e-commerch (belanja onlain).
Karena melalui belanja onlain pelanggan tak perlu berdesak-desakan atau kepanasan untuk mendapatkan barang yang diinginkan, selain itu social e-commerce juga memiliki harga yang jauh lebih murah dari pelaku usaha konvensional seperti di tanah abang.
Alasan itulah yang kemudian membuat toko-toko di Pasar Tanah Abang menjadi sepi peminat dan bahkan gulung tikar.
Lalu apa poin-poin yang perlu kita ketahui terkait Permendag No 31 Tahun 2023?
1. Media Sosial Hanya Bisa Digunakan Untuk Promosi Produk
Berdasarkan Permendag No 31 Tahun 2023, media sosial hanya bisa digunakan sebagai promosi produk bukan sebagai tempat social commerce atau pemanfaatan media sosial yang memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi jual beli.
Selain itu, dalam permendag tersebut juga mengatur terkait sosial media yang ingin melakukan transaksi jual-beli maka harus membuat platform e-commerce yang terpisah dari platform media sosial yang telah ada.
Contoh social commerch: Tiktok Shope, Pinterest, Whatsaap Commercs, Instagram Shopping dan Facebook Store.
2. Platform Digital Dilarang Sebagai Produsen
Selain melarang media sosial digunakan sebagai social ecommerce Permendag No 31 Tahun 2023 juga mengatur platform digital tidak boleh berperan sebagai produsen dalam aktifitas jual beli yang dilakukan.
Hal itu merujuk pada perlindungan pelaku usaha dan UMKM dalam negeri sehingga barang-barang yang dijual melalui platform digital baik melalui e-commerch termasuk marcetplace bisa menggerakan produsen lokal sebagai penyuplai untuk ditawarkan di platform digital tersebut.
3. Penetapan Harga Barang Dari Luar Negeri Minimum US$100 per unit Yang Dijual melalui E-Commercs Lintas Negara
Penetapan harga barang yang boleh masuk dari luar negri minimum US$100 (1,5 juta) per unit melalui e-commercs lintas Negara.
Hal tersebut dimaksudkan agar dapat menciptakan persaingan sehat antara harga barang yang ada di dalam negeri dengan yang berasal dari luar negeri.
Selain itu, penetapan harga minimum tersebut juga menunjukan keberpihakan pemerintah pada pelaku usaha dan UMKM dalam negri untuk bisa beraing dengan barang yang berasal dari luar negeri melalui margin harga yang rata-rata sama sehingga bisa memberikan iklim usaha yang sehat.
Namun sebaliknya, bagi pelaku usaha dan UMKM Indonesia tidak ada batasan harga untuk menjual barang impor
4. Mengatur Daftar Barang Luar Negeri Yang Boleh Diperjual Belikan Melalui Platform E-Commercs Dalam Negeri
Pengaturan daftar barang tersebut merujuk pada barang-barang yang boleh dijual melalui e-commerch dalam negeri sehingga pemerintah bisa mengatur barang masuk agar tidak sama dengan apa yang dijual oleh pelaku usaha dan UMKM dalam negeri melalui e-commerch.
Hal itu berarti, bila pasar dalam negeri (pelaku usaha dan UMKM) masih bisa memasoknya kenapa harus dipasok dari luar negeri
5. Menetapkan syarat khusus bagi Pedagang Luar Negeri Pada E-Commercs Dalam Negeri
Hal itu merujuk pada legalitas usaha pedagang luar negeri dari negara asal, pemenuhan standar SNI wajib dan halal, penyantuman asal pengiriman barang dan label berbahasa Indonesia pada produk luar negeri.
Hal itu selain untuk meningkatkan kepatuhan usaha di Indonesia juga memberikan rasa aman bagi konsumen karena adanya kejelasan produk yang akan di beli melalui e-commercs utamanya barang yang berasal dari luar negeri.
6. Larangan Penguasaan Data Oleh PPMSE dan Afiliasi
Pelarangan penguasaan data tersebut merujuk pada tidakadanya penyalahgunaan data untuk oleh PPMSE dan afiliasinya.
Atau dalam kata lain pemerintah mencoba melindungi data pengguna e-comerch di Indonesia agar tidak disalahgunakan oleh PPMS dan afiliasinya.
Berawal dari Tiktok Shop yang disinyalir meresahkan pelaku usaha dan UMKM dalam negeri, kemudian menginisiasi pemerintah untuk menerbitkan aturan terkait sosial commerch dan e commerch agar tidak merugikan iklim usaha di Indonesia.
Bangka Selatan, 30 September 2023. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H