Hari ini dengan media sosial semua orang bisa berekspresi, jelek menjadi cantik, bodoh terlihat pintar, bahkan bisa membuat orang mendadak bijaksana padahal sebaliknya.
Sehingga orang banyak tertipu dengan muslihat media sosial, bahkan tak jarang orang memanfaatkan media sosial sebagai sarana tindak kejahatan. Â
Bagi orang awan membedakan mana benar mana salah terkait informasi yang tersebar di media sosial tidaklah mudah.
Namun yang pasti, setiap apa yang kita unggah atau posting di media sosial, jejak digital itu akan terus ada, sehingga seseorang bisa menilai orang lain dengan melihat jejek media sosial yang ditinggalkannya.
Maka dari itu, jangan terburu-buru mengunggah atau memposting sesuatu di media sosial yang kita milili, karena jangan-jangan bisa menjadi penentu masa depan kita.
Bisa saja secara tes tertulis atau tatap muka kita menunjukan indikator-indikator positif namun jika setelah dilakukan pengecekan jejak media sosial tidak sama seperti yang kita tampilkan.
Hati-hati, bisa saja penilaian positif tersebut bisa berubah dan membatalkan keikutsertaan kita pada suatu even atau pekerjaan.
Lagi-lagi hal itu karena cuitan kita di media sosial, seperti yang saya tulisakan di awal, media sosial saat ini adalah mulut ke dua orang-orang untuk mengeskpresikan segala sesuatu.
Bahkan kadang-kadang bisa memunculkan sifat asli dari diri seseorang, karena adanya rasa emosinal yang melekat dalam media sosial tersebut.
Berbeda dengan tes tertulis atau wawancara karena seseorang bisa mengolah kata-kata untuk menyakinkan seseorang.
Namun media sosial bisa berlaku berbeda, orang jahat bisa menjadi seperti malaikan atau malaikat bisa menjadi kesetanan.
Karena di media sosial, semua orang bisa menulis dan menanyangkan apapun sehingga kita bisa menampilkan yang sebaliknya dari diri kita.
Oleh karena itu, kita harus jeli untuk melakukan penilaian, bukan hanya dicek dari media sosialnya saja tanpa melihat sisi manusianya atau hanya melihat sisi manusianya tanpa mengecek media sosialnya.
Kedua-duanya harus dicek secara menyeluruh sehingga kita bisa benar-benar mendapatkan informasi yang valid dan benar dari seseorang, terlebih di era digital seperti saat ini.
Jangan juga terjadi kebobolan seperti yang terjadi di Surabaya, dimana seorang dokter gadungan bernama Susanto bisa melenggang mulus bekerja di sebuah klinik dan tanpa ketahuan selama 2 tahun.
Ternyata dokter gadungan tersebut menggunakan identitas seorang dokter lain yang dicarinya melalui media sosial lalu mengedit foto dokter tersebut menjadi fotonya yang kemudian dikirimkan secara online ke pihak klinik yang membuka lamaran pekerjaan.
Kemudian dengan menggunakan dokumen fiktif yang dibuatnya, dokter gadungan tersebut bisa diterima di rumah sakit yang dilamarnya karena pada sesi wawancara yang dilakukan secara daring dokter gadungan tersebut dinyatakan lulus.
Bagaimana menurut anda?, Salam Background Check Medsos.
Media sosial dan realitas sosial, beda-beda tipis, Harus Jeli.
Bangka Selatan, 13 September 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H