Sekolah tempat kami bertugas bisa dikategorikan kecil.
Hanya ada 6 kelas yang terdiri dari 2 kelas VII, 2 Kelas VIII dan 2 kelas IX.
Letaknyapun juga tak biasa, karena harus ditempuh dengan jalan darat dan laut.
Ya, sekolah kami merupakan sekolah kepulauan yang terpisah dari pulau utama.
Sehingga harus menggunakan kapal untuk menjangkaunya, yang kemudian dilanjutkan menggunakan perjalanan darat.
Struktur gurunya pun timpang, tercatat ASN hanya 3 orang dan selebihnya ada 7 guru berstatus sebagai guru honorer.
Alhamdulilah, kendati begitu tak pernah patah semangat untuk selalu datang ke sekolah dan menebar ilmu kepada peserta didik.
Salah satu guru honorer tersebut bahkan sudah ada yang puluhan tahun mengabdi.
Beliau adalah orang tempatan (rumahnya tidak jauh dari sekolah).
Beliau adalah lulusan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), namun karena dulu kekurangan tenaga guru, akhirnya beliau bisa menjadi guru dan mengajar di SMP.
Beliau adalah salah satu guru yang serba bisa, kadang beliau melahap beberapa jam mata pelajaran agar jamnya cukup 24 jam.
Ya, syarat untuk mendapat gaji dari dana APBD adalah 24 jam bagi guru honorer di Kabupaten kami, bila kurang dari itu menggunakan dana BOS.
Beliau pernah mengajar mapel IPA, IPS dan Senibudaya dalam satu semester mengajar.
Saat ini juga masih sama, beliau mengajar mapel IPS, Prakarya, Senibudaya dan IPA.
Memang harus banyak untuk bisa mendapat 24 jam.
Bukan tak pernah mendaftar tes PNS, setiapkali mendaftar beliau tak pernah lulus dan nilainya selalu jauh diambang batas.
Tidak tau apa masalahnya, apa karena soalnya yang terlalu sulit atau memang dari beliau yang tidak bisa menggerjakan.
Terakhir beliau ikut tes PNS adalah pada tahun 2019 dan itu tahun terakhir beliau bisa ikut tes PNS karena usianya sudah lebih dari 35 tahun.
Pupus sudah harapan beliau, mengabdi hampir 10 tahun tak pernah lulus ujian untuk diangkat menjadi PNS.
Memang berat, karena pesaingnya masih muda-muda terlebih baru lulus dari kuliah, otaknya masih segar-segar.
Namun ketika beliau merasa putus asa, harapan itu muncul, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan PPPK (P3K).
Yang salah satunya aturanya, umur di atas 35 tahun masih bisa mendaftar dan bahkan menjadi salah satu unsur untuk penambahan nilai.
Kabar itu disambut gembira oleh beliau dan berharap bisa memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Setelah melewati syarat administrasi, dengan semangat beliau melakukan ujian kompetensi dan lainnya.
Hasilnya secara total lagi-lagi nilai beliau belum dinyatakan lulus dan masih kalah dengan peserta lain dalam satu sekolah yang beliau daftar.
Namun alhamdulilah, karena adanya tambahan nilai dari poin umur, beliau bisa melewati nilai ambang batas yang ditetapkan.
Dengan nilai tersebut beliau masuk kategori P1 dan menjadi prioritas penempatan di sekolah yang dibuka formasinya oleh pemda pada tahun 2022 lalu.
Syukur, setelah hampir menunggu 1o tahun mengabdi menjadi honorer, saat ini beliau tinggal menunggu pembagian SK PPPK (P3K) dari Bupati untuk menjalankan tugasnya di satuan SD Negri di Kabupaten kami.
Berdasarkan pengalaman itu, program P3K dapat menjadi solusi untuk Honorer, pemerintah tinggal menyempurnakan detail-detail kecil agar semua honorer bisa memanfaatkan program tersebut dengan baik.Â
Terimakasih atas perjuangan pemerintah dalam menyelesaikan honorer terutama guru di negara ini, patut diapresiasi.Â
Tulis di kolom komentar pengalaman kawan-kawan tentang program P3K terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H