Saya pilih bakso dan es teh tawar, rasanya sudah sangat lapar dan segera ingin makan.
Setelah makan, hampir satu jam saya tidak beranjak dari warung itu, sambil membaca buku puisi karya Jemi Batin Tikal, yang rasanya jenaka juga menyedihkan.
Â
Orang datang dan pergi tanpa satupun memegang buku yang jumlahnya ratusan itu, Â ketika sudah agak sepi saya berbincang dengan pemilik warung itu.
Pemilik warung itu adalah seorang anak muda lulusan Universitas Negri Yogyakarta dan sekarang berprofesi menjadi seorang guru.
Warung itu buka mulai jam 08:30 - 20:30 Wib dan sudah berdiri hampir 14 tahun, awalnya warung itu didirikan oleh ibu Carsinah atau orang desa memanggil beliau dengan budhe, kemudian diteruskan oleh pemuda tadi yang sekaligus anaknya.
Kata sang pemilik, sebelum warung itu menetap, hampir kuran lebih 10 tahun warung itu terus nonmaden (berpindah-pindah) dan akhirmya menetap di Jl. Trans Rias SP.A, Toboali, Bangka Selatan ini.
Percakapan itu kadang terhenti dan kembali lagi, karena sang pemuda kadang harus melayani permintaan pembeli yang datang, bahkan setiap hari warung itu selalu laris dan habis, lalu kenapa memajang buku, alasan sang pemuda itu sangat epik.
"Memang tidak semua orang yang datang ke warung ini akan membaca buku, namun dengan melihat buku setidaknya mereka telah melihat jendela dan dengan itu saya berharap mereka akan membukanya suatu hari nanti".
Selain itu, kerap pemuda itu mengajak siswanya makan sekaligus memilih buku untuk di baca, bahkan dinas perpustakaan Bangka Selatan juga pernah bekujung ke warungnya.