Dalam sebuah kesempatan pada tanggal 14 Agustus 2016 yang lalu di tengah rintik hujan, sebuah komunitas kesejahteraan masyarakat bernama Yayasan Budaya Mandiri mengundang saya untuk berbagi cerita tentang pengembangan diri dan karir pada sejumlah remaja di daerah Klender, Jakarta Timur. Tentu saja undangan ini saya sambut dengan sukacita dan benar seperti dugaan ketika bertemu dengan mereka sungguh memberikan inspirasi tersendiri.
Dalam kunjungan tersebut saya berbagi cerita tentang pelatihan dasar pengembangan diri dan karir yang dinamakan "Kelas Mimpi Kecil Budaya Mandiri." Melalui percakapan dan interaksi tersebut, saya mendapati ada beberapa hal menarik menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke-71 ini.
MEREKA MASIH PUNYA MIMPI DAN CITA-CITA
Saya sangat terkesan ketika banyak anak muda saat ini sudah kehilangan mimpi-mimpi mereka, tidak demikian dengan remaja-remaja Budaya mandiri. Saya mengawali sesi ini dengan sebuah pertanyaan tentang, "Apa saja cita-cita kalian ke depan?" Ternyata masing-masing dari mereka berlomba untuk menjawab dengan antusias. Ada dari mereka yang mencita-citakan menjadi seorang dokter, pemain sepakbola, pilot, designer, bahkan teknisi AC. Bagi saya hal ini sudah sangat langka di mana banyak remaja saat ini sudah banyak kehilangan mimpi mereka di tengah kesibukan kota metropolitan dan persaingan global.
MEREKA BANYAK YANG PUTUS SEKOLAH
Sayang sekali dengan antusiasme mereka atas cita-cita yang begitu tinggi tidak diimbangi dengan kesempatan memperoleh pendidikan . Banyak sekali alasan mereka mengapa berhenti sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan formal. Berdasarkan pengakuan banyak dari mereka tidak punya kesempatan bersekolah karena alasan klasik yakni tidak adanya biaya. Tapi bagi saya justru yang menarik adanya pengakuan dari beberapa remaja yang mengatakan karena kesalahan mereka sendiri yang dikeluarkan pihak sekolah. Alasannya sederhana mereka suka tidak masuk sekolah tanpa ijin atau bahkan ada yang mengaku ketahuan malakin temennya.
BUKAN SALAH MEREKA MEMBENCI PENDIDIKAN
Dalam percakapan selanjutnya menjadi lebih menarik lagi karena potret pendidikan kita sebenarnya patut untuk terus dikaji dan dibenahi. Bagaimana tidak, walaupun wacana dan penerapan kurikulum berbasis karakter sudah digoalkan dan coba diterapkan oleh sejumlah pihak tetapi sejauh ini masih sekadar wacana dan konsep saja.
Tidak heran jika mereka mengatakan tidak suka masuk sekolah karena membenci model atau cara guru yang bersangkutan mengajar. Tidak heran jika kemudian ada dari mereka yang malakin temannya karena tidak ada role model bagaimana berlaku santun dan menghargai yang lain. Tidak jarang bahkan orang dewasa baik guru dan orang tua termasuk orang dewasa lain di sekitarnya sadar atau tidak justru menjadi penghalang pembentukan karakter remaja itu sendiri ketika apa yang ideal dituturkan tidak sesuai penerapannya.
ILMU TERAPAN MENJADI FOKUS MODEL PENDIDIKAN SAAT INI
Tujuan dari berbagi cerita yang saya sampaikan kepada mereka sebenarnya adalah memotivasi dan mendorong para remaja untuk kembali mencintai dan menyukai dunia pendidikan. Sekalipun setiap remaja punya mimpi yang tidak jarang dimotivasi karena keinginan mereka memperoleh uang yang banyak bukan berarti melupakan proses meraihnya.
Saya mengatakan bahwa ketika kamu punya mimpi dan cita-cita, maka yang pertama kali kamu akan pikirkan adalah bagaimana mengejar dan meraihnya. Ibarat kamu ingin makan es krim maka satu-satunya mencari sumber dimana es krim bisa diperoleh. Es krim itu bisa dibeli, bisa pula dibikin, itu pula bagaimana kamu meraih mimpi kamu dengan menggali potensi diri sendiri.
MEREKA MASIH PUNYA KREATIFITAS DAN IMAJINASI
Bagi saya di tengah keterbatasan ekonomi dan latar belakang pendidikan yang mereka miliki, saya cukup terkesima ketika beberapa latihan proyek yang diberikan dapat dikerjakan dengan baik. Melalui sejumlah permainan dan tes sederhana banyak dari mereka menunjukkan kemampuan mereka untuk menemukan problem solving. Bagi saya ini adalah modal yang sangat besar bagaimana para remaja dapat survive dalam menjalani kehidupannya kelak dan meraih mimpi-mimpi mereka.
Lalu, sudahkah remaja benar-benar menikmati kemerdekaannya dengan mendapat bimbingan dan role model dari kita guru, orangtua maupun orang dewasa lainnya? @nukenug
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H