Mohon tunggu...
Bro NuKe 누기쌤
Bro NuKe 누기쌤 Mohon Tunggu... Guru - "Jadilah Pemimpin yang Melahirkan Pemimpin Mandiri" - Youth Leader

👤 I'm just a disciple of Christ 💝 A sinner who gets God's forgiveness 😇 An ordinary person transformed by extraordinary grace and mercy

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Edukasi Keberagaman: Sebuah Refleksi dan Afeksi Obrolan Singkat Bersama ICRP

18 Desember 2014   04:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

6. Peran Negara melindungi hak warga negara bukan ikut campur pada privasinya

Pernyataan di atas sampai saat ini masih menjadi isu yang terus dibicarakan dan nampaknya belum bertemu pada satu titik. Beberapa pernyataan kontroversial sempat muncul dalam mengaplikasikan pernyataan tersebut seperti salah satunya "yang mayoritas melindungi minoritas" Pernyataan tersebut menimbulkan perdebatan karena konteks yang ada didalamnya tidak sejalan dengan terbentuknya bangsa Indonesia. Dengan alasan apakah mayoritas disebut melindungi minoritas? Siapa yang mayoritas, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia tidak pernah didirikan berdasarkan ideologi dan kepentingan mayoritas agama tertentu. Untuk itulah, keinginan terbesar bahwa negara berkewajiban melindungi hak dasar warga negaranya yakni beragama/kepercayaan dan untuk itulah negara tidak berkepentingan dalam mencampuri privasi warga negaranya termasuk apabila tidak ingin beragama apapun. Dengan dasar apa sebuah negara yang mengatasnamakan negara pancasila dapat menentukan baik dan buruknya agama/kepercayaan tertentu. Dengan agama/kepercayaan mayoritas? Adanya 6 agama/kepercayaan yang diakui pemerintah? Atau apa selain itu?

7. Masih adanya guru agama yang berpandangan chauvinistik

Sebuah kejadian lucu sekaligus menarik dan perlu mendapat perhatian terjadi dalam sebuahseminar Pendidikan HAM, Demokrasi, dan Konstitusi bagi penyuluh agama-agama terkhusus guru agama sekota Bekasi. Salah seorang peserta tidak sepakat dalam diskusi bahwa bagi dirinya hormat kepada bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya haram hukumnya. Melakukan hal ini sama dianggap seolah menduakan Tuhan. Bayangkan berapa banyak warga negara Indonesia yang berpikir semacam ini? Inilah yang disebut paham chauvinism. Apabila dirinya berperan sebagi satu orang guru saja yang berpandangan sesempit ini di Indonesia, berapa banyak generasi mendatang yang dididik secara chauvinistik.

8. Generasi muda berpandangan sempit karena kesalahan edukasi

Kesalahan terbesar yang dilakukan orang tua, guru sekolah, guru agama, dan orang dewasa kepada anak-anak adalah doktrinasi. Pengajaran iman orang tua khususnya kepada anak-anaknya adalah kewajiban yang tidak boleh dilupakan tetapi kekeliruannya adalah exclusive minded. Pengajaran iman bukan berarti menyerang dan menjelekkan agama/kepercayaan lain. Pengajaran iman justru bukan membuat alergi anak terhadap suasana atau ritual ibadah agama/kepercayaan lain. Bukankah semakin kita terbuka akan realita keberagaman bangsa ini semakin menolong anak-anak kita berpikir objektif dan justru makin memperkuat iman kepercayaan yang telah diturunkan dari keluarga. Bukankah kebanyakan seseorang berpindah agama lebih banyak dipengaruhi karena pernikahan dan kekecewaan terhadap agama yang sebelumnya dianut. Saya justru salut dengan mereka yang tetap mempertahankan iman kepercayaannya sekalipun menikah beda agama. Disitulah tampak kemurnian iman seseorang diuji sekalipun suatu saat akan berdampak pada keputusan yang harus diambil oleh anak-anaknya.

9. Pluralisme adalah karakteristik bangsa Indonesia

Bangsa Indonesia tercatat sebagai bangsa yang sangat majemuk, multi budaya, multi ras dan suku, multi kepercayaan dari sejak dulu sebelum nusantara terbentuk. Semua agama yang saat ini diakui sebagai agama negara merupakan agama pendatang. Mereka lupa bahwa jauh sebelum itu ada ribuan kepercayaan lokal yang arif dan bijaksana sudah bertumbuh dan berkembang di negeri sampai saat ini. Perbedaan pun sudah mencari ciri khas dari generasi ke generasi sampai terbentuknya nusantara oleh Majapahit yang adalah kerajaan maritim terbesar dan berjaya pada waktu itu. Itulah cetusan bhineka tunggal ika dharma magruwa terlahir. Sebuah cetusan kebanggan dan keberjayaan sebuah bangsa di tengah keberagamaan suku dan ras sekalipun di bawah komando satu kerajaan. Penghargaan atas keberagaman menjadi cita-cita luhur yang sebenarnya masih sangat dirindukan sampai saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun