Mohon tunggu...
Nuke AmeliaFirdasari
Nuke AmeliaFirdasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tim Pengabdian Universitas Negeri Jakarta Beri Pelatihan Pewarnaan Batik Ramah Lingkungan

31 Agustus 2023   15:35 Diperbarui: 21 Oktober 2023   10:16 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 7. Pewarna kain dengan Nanokurkumin  (dokpri)

Oleh: Tritiyatma dan Afrizal

Program Studi Kimia, Univeritas Negeri Jakarta

Batik adalah suatu bahan sandang yang proses pembuatan motifnya dengan menggunakan canting dan lilin batik yang kemudian diberi warna sesuai dengan kehendak si pembuat dan diakhiri dengan pelorodan. Sebagai bahan sandang tentunya selain difungsikan untuk pelindung bahan, diharapkan juga mampu memberikan nilai lebih, dalam hal ini nilai estetis kepada si pemakai yang dimunculkan dari batik adalah pada sisi bentuk, motif, warna, bahan maupun rancangan dari keseluruhan pakaian tersebut.

Proses pembuatan batik dimulai dari pembuatan disain, pewarnaan dan pelorotan. Observasi langsung pada pengusaha batik  bertujuan untuk melihat langsung masalah masalah yang dihadapi para pelaku industri batik. Tim UNJ menemukan bahwa masalah utama yang dihadapi pelaku industri batik adalah pada proses pembuatan disain atau corak batik. Masalah utama pada proses membuat pola dengan canting adalah mendapatkan temperatur lilin secara tepat. Beberapa keluhan disampaikan pengguna seperti kesulitan dalam melakukan proses penjepitan canting, canting yang dirasa berat, nyamplung yang mudah lepas dari ganggang, dan tangan terkena lilin panas.

  (dokpri)
  (dokpri)

Gambar 2. Kunjungan Tim UNJ ke Rumah Batik Kembang Mayang, Tangerang  (dokpri)
Gambar 2. Kunjungan Tim UNJ ke Rumah Batik Kembang Mayang, Tangerang  (dokpri)

Kegiatan ini dibantu dan dibiayai oleh  Kemristekdikti. Inovasi yang dilakukan oleh tim UNJ adalah membuat canting dengan menggunakan baterai dan dilengkapi dengan  sensor temperatur yaitu dioda tipe 1N4148.  Sensor suhu akan mengukur temperatur dari cairan malam yang dipanaskan melalui heater filamen Dengan adanya sensor temperature, maka temperatur cairan malam dapat dijaga nilainya pada temperatur yang tetap sehingga proses pembuatan corak batik  menjadi lebih cepat dari pada canting biasa. Gambar 4 dibawah ini menunjukkan canting baterai yang dikembangkan oleh tim UNJ.

Gambar 3.  Kompor dan Canting (dokpri)
Gambar 3.  Kompor dan Canting (dokpri)

Gambar 4. Canting baterai dengan sensor suhu  (dokpri)
Gambar 4. Canting baterai dengan sensor suhu  (dokpri)

Salah satu kebijakan yang digunakan oleh industri batik tulis  adalah menggunakan pewarna alam sebagai bahan pewarna batik. Sayangnya proses pewarnaan perlu diulang berkali kali 8-10 kali, sehingga memerlukan waktu yang lama dan menghasilkan air limbah yang banyak. Kekurangan lainnya adalah  pewarna alam  warnanya terbatas, warna kain mudah luntur, warnanya tidak tahan gosok, tidak tahan terhadap panas dan sinar radiasi.

Inovasi lainnya yang dikembangkan oleh Tim UNJ adalah alat celup putar untuk mewarnakan kain. Biasanya pewarnaan dilakukan dengan cara mencelupkan kain yang telah diberi pola,   ke dalam wadah berupa ember, drum atau  bekas cat. Kain dicelupkan berulang ulang 5-8 kali. Hal ini membuat waktu pewarnaan yang lama, larutan pewarna alam bayak yang terbuang dan mengotori lantai, menjadikan lantai menjadi dipenuhi oleh bercak bercak yang berwarna warni. Untuk membuat proses pewarnaan lebih bersih, lebih cepat, Tim UNJ Universitas Negeri Jakarta mengembangkan alat celup putar seprti yang ditunjukkan pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 5. Proses pewarnaan  dengan ember  (dokpri)   
Gambar 5. Proses pewarnaan  dengan ember  (dokpri)   
Gambar 6. Proses pewarnaan dengan alat celup  (dokpri)
Gambar 6. Proses pewarnaan dengan alat celup  (dokpri)

Salah satu kebijakan yang digunakan oleh industri batik tulis  adalah menggunakan pewarna alam sebagai bahan pewarna batik. Sayangnya proses pewarnaan perlu diulang berkali kali 8-10 kali, sehingga memerlukan waktu yang lama dan menghasilkan air limbah yang banyak. Kekurangan lainnya adalah  pewarna alam  warnanya terbatas , warna kain mudah luntur, warnanya tidak tahan  gosok, tidak tahan terhadap panas dan sinar radiasi UV. Semua kekurangan ini  dapat diminimalisir dengan merekayasa pewarna alam menjadi bentuk nanoemulsi yang tujuannya untuk: (i) mempercepat waktu pewarnaan ,(ii) mengurangi limbah ,(iii) meningkatkan kestabilan  dan ketahnan luntur warna kain Semua kekurangan ini  dapat diminimalisir dengan merekayasa pewarna alam menjadi bentuk nanoemulsi dengan Teknik enkapsulasi.

Berbagai bahan enkapsulan yang digunakan untuk mengenkapsulasi pewarna alam di antaranya pektin, alginate, gum Arabic,protein da. Kitosan .Pada kegiatan pengabdian ini tim UNJ menggunakan nanoemulsi kitosan sebagai bahan enkapsulan pewarna alam. Hasil pewarnaan kain dengan pewarna alam yang terenkapsulasi  menunjukkan warna yang dihasilkan lebih cerah, tahan luntur , dan tidak menghasilkan limbah yang banyak .warna kain yang dihasilkan dari pewarna alam kurkumin, tannin dan brazilin yang dienkapsulasi denan kitosan ditunjukkan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 7. Pewarna kain dengan Nanokurkumin  (dokpri)
Gambar 7. Pewarna kain dengan Nanokurkumin  (dokpri)
Gambar 8. Pewarna kain dengan Nano tannin  (dokpri)
Gambar 8. Pewarna kain dengan Nano tannin  (dokpri)

Gambar 9. Pewarna kain dengan Nano Brazilin  (dokpri)
Gambar 9. Pewarna kain dengan Nano Brazilin  (dokpri)

Gambar 10. Pewarna kain dengan Nano Indigo  (dokpri)
Gambar 10. Pewarna kain dengan Nano Indigo  (dokpri)

Pelatihan pewarnaan kain dengan mengunakan pewarna alam yang terenkapsulasi dilakukan di Rumah Batik Palbatueelarut dengan peserta sebanyak 8-10 orang menunjukkan bahwa:

  • Proses pewarnaan cukup 3-4 kali
  • Rasio berat kain terhadap larutan pewarna 1 : 5 
  • Warna kain sangat cerah, tahan terhadap luntur, panas dan suhu tinggi

Gambar di bawah ini menunjukkan foto kegiatan pelatihan:

  (dokpri)
  (dokpri)

  (dokpri)
  (dokpri)

  (dokpri)
  (dokpri)

Gambar 11. Kegiatan pelatihan pewarnaan kain batik dengan mengunakan pewarna yang terenkapsulasi  (dokpri)
Gambar 11. Kegiatan pelatihan pewarnaan kain batik dengan mengunakan pewarna yang terenkapsulasi  (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun