Sumber : CNBC Indonesia
Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan menggunakan anggaran sebesar Rp10.000 per anak per hari, turun dari rencana awal Rp15.000 Program ini menjadi salah satu inisiatif prioritas pemerintah untuk mengatasi stunting, meningkatkan asupan gizi masyarakat, dan memberikan dukungan terhadap kelompok rentan seperti anak-anak, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Keputusan tersebut diumumkan bersamaan dengan penetapan kenaikan upah minimum nasional sebesar 6,5 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Detail Program Makan Bergizi Gratis
Program MBG dirancang untuk mendistribusikan makanan bergizi secara merata, dengan sasaran utama anak sekolah, ibu hamil, balita, dan kelompok lain yang membutuhkan perhatian gizi khusus. Presiden Prabowo menegaskan bahwa meski anggaran untuk makanan bergizi per anak diturunkan, kualitas dan kecukupan gizinya tetap dijaga. Menu yang disediakan mencakup 600-700 kalori dengan kandungan karbohidrat, protein, zat besi, dan yodium.
"Meski kita mengurangi alokasi dari Rp15.000 menjadi Rp10.000, kita pastikan kebutuhan gizi tetap terpenuhi melalui efisiensi yang telah diuji selama 10 bulan di berbagai daerah," jelas Presiden. Pemerintah memanfaatkan pembelian langsung bahan pangan dari produsen dalam skala besar untuk menekan biaya. Selain itu, distribusi bahan pangan menggunakan jalur lokal untuk meminimalisasi ongkos transportasi.
Dengan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun, setiap keluarga dengan tiga anak, misalnya, diproyeksikan akan menerima bantuan senilai Rp2,7 juta per bulan dari program MBG. Meski demikian, Presiden menekankan bahwa program ini hanya salah satu dari sekian banyak program pemerintah untuk mendukung kebutuhan pokok masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.
Tantangan Pemenuhan Gizi di Anggaran Rp10 Ribu
Meski pemerintah optimis, sejumlah pakar menilai alokasi Rp10 ribu per anak cukup menantang. Qonita Rachmah, pakar gizi dari Universitas Airlangga, mengungkapkan bahwa kebutuhan gizi anak bisa saja terpenuhi, namun dengan beberapa catatan. "Penggunaan bahan pangan lokal, penekanan biaya transportasi, dan tenaga lokal untuk pengolahan makanan dapat membantu efisiensi," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa untuk memenuhi gizi seimbang, menu harus difokuskan pada bahan makanan yang kaya nutrisi namun terjangkau. Sebagai contoh, telur sebagai sumber protein hewani dapat menjadi pilihan utama. Satu kilogram telur, yang harganya sekitar Rp27.000, cukup untuk lebih dari 10 porsi. Dengan biaya sekitar Rp3.000 untuk protein, ditambah Rp2.000 untuk nasi, sisa anggaran bisa digunakan untuk sayuran. Namun, Qonita mengingatkan bahwa menu dengan anggaran terbatas ini masih jauh dari ideal jika dibandingkan dengan standar makan lengkap yang seimbang.
Alternatif lainnya adalah memprioritaskan komponen tertentu, seperti memberikan fokus pada protein hewani, daripada memaksakan penyediaan makanan lengkap yang cenderung menurunkan kualitas gizi. “Jika menu dipaksakan untuk memenuhi semua elemen dalam satu kali makan, anggaran ini sangat mepet,” tambahnya.
Strategi Pemerintah dalam Meningkatkan Efisiensi