"Maaf, Tante, iya ini Nadine mau cari Abram," sahutku ketakutan.Â
"Ah, ya, kita sama-sama nyarinya. Lapor ke satpam di ujung sana, tuh!" sahut Tante Nikol cepat. Baru saja kami hendak berlari menuju meja satpam di ujung lorong, terdengar pemberitahuan melalui pengeras suara dari bagian informasi mal.
"Panggilan kepada Ibu Nikol, ditunggu putranya yang bernama Abram di bagian informasi. Sekali lagi, panggilan kepada Ibu Nikol ditunggu putranya yang memakai kaus merah bergambar ikan paus—di bagian informasi. Terima kasih."Â
Seketika kami berdua terdiam, saling memandang. Aku masih belum percaya hingga pihak informasi mal memberitahukan untuk ketiga kalinya.
"Ayo cepetan, Nad, kita ke bagian informasi di lantai tiga!" teriak Tante Nikol, setengah berlari sambil menggamit lenganku.Â
'Ya Tuhan, Abraam …! Semoga anak itu nggak kenapa-kenapa.' Aku terus menerus berdoa dalam hati. Â
Aku dan Tante Nikol hampir sampai di bagian informasi. Sudah terlihat bayangan Abram tengah digendong seorang satpam wanita.Â
"Itu Abram! Abraamm …!" teriak Tante Nikol. Beberapa orang di sekitar sontak melihat ke arah kami. Ya Tuhan, wajahku rasanya panas. Mungkin jika memandang cermin sudah mirip udang rebus warnanya.Â
"Haloo Mamaa … aku diculik!" teriak Abram tak kalah heboh dari jauh. Terlihat tangan Abram melambai-lambai sambil terus menerus mengatakan bahwa dia diculik. Astaga!Â
"Tantee … Abram kok bilang gitu?" kataku sambil menahan tawa demi mendengar ocehan Abram.
"Dasar Abram! Anak siapa, sih itu?! Haha .…" ujar Tante Nikol tak mampu menahan tawa.