Mohon tunggu...
Nadine Putri
Nadine Putri Mohon Tunggu... Lainnya - an alter ego

-Farmasis yang antusias pada dunia literasi dan anak-anak. Penulis buku novela anak Penjaga Pohon Mangga Pak Nurdin (LovRinz 2022).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kereta Ini Melaju Lebih Cepat

29 Januari 2021   15:02 Diperbarui: 29 Januari 2021   15:08 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Cemplik, aduh!" 

Wanita itu menjerit tertahan. Bak memungut berlian jatuh dia menggendong balita itu dengan sangat hati-hati. Tentu saja anak yang dipanggil Cemplik itu menangis keras. Kata salah satu kawanku yang berpengalaman, anak kecil yang terjatuh menangis keras ada beberapa kemungkinannya: dia benar-benar merasakan sakit dan atau terkejut mendengar teriakan orang dewasa di sekitarnya.

Aku refleks mencabut earphone yang menyumpal telingaku. Alih-alih ingin membantunya, aku malah melongo memandang wanita itu. 

"Maaf, ya, Cemplik sayang ... sakit, ya? Oma nakal, ya?" 

What, Oma? Apakah maksudnya nenek? 

Wanita itu menimang-nimang dan menepuk pelan punggung kecil yang digendongnya. Anak yang dipanggil 'cemplik' itu masih menangis. Sedangkan cemplik satunya, terlelap di kursi dengan pulas. 

Aku masih melongo. Dengan penampilannya yang terbilang trendi; baju merah dengan celana bermuda warna khaki, flat shoes, dan rambut ikal sebahu, aku rasa wanita yang ada di depanku ini belum terlalu tua. Aku menaksir usianya kita-kita masih empat puluhan awal. Apa iya, balita kembar yang dibawanya ini adalah cucunya? Penasaran, aku hanya tersenyum dalam hati dengan penuh tanda tanya.

Merasa ada yang menatapnya lekat-lekat, wanita itu lalu mengajakku bicara. "Ini cucu pertama saya, Mas. Alhamdulillah dikasih kembar," katanya masih dengan menepuk-nepuk punggung si Cemplik.

Seakan mendapat angin segar untuk menuntaskan rasa penasaran, aku segera menimpali, "Alhamdulillah ya, Bu. Bahagia sekali sudah punya cucu, kembar, cantik, tapi neneknya masih muda." 

Wanita itu tertawa sekilas, seperti campuran rasa bahagia dan bangga. 

"Saya sudah tua Mas, sudah empat lima. Kalo masnya pasti masih masih sekolah, ya?" selorohnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun