Datang dan pergi adalah hukum alam. Seseorang bisa singgah sebentar, kemudian menghilang, atau menetap beberapa lamanya, kemudian pulang.
Setiap hati akan menangis ketika melepaskan kepergian seseorang, karena ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati.
Hari-hari berlalu dengan sangat sendu. Segala macam kenangan menyergap, menyelinap, dan berlarian dalam ingatan. Membawa harapan yang belum usai, membawa perjalanan yang dipaksa harus mencapai titik akhir.
Ada sebagian orang yang cepat pulih dengan hati barunya, ada sebagian lagi yang penuh peluh merawat luka.
Tak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan untuk ditinggal pergi. Aku tak pernah bersiap-siap untuk menerima kenyataan akan kepergian seseorang dalam hidupku. Aku juga tak pernah benar-benar siap untuk menerima kehilangan itu sendiri.
Jika aku tahu rasanya ditinggalkan sesakit ini, barangkali aku tak mengizinkan kedatangan itu menyemai hati. Akan kupangkas tiap kali tawa dan bahagia itu tumbuh.
Atau, aku akan memberi peringatan sejak ia datang, untuk berjanji bahwa tidak akan pernah pergi. Janji!
Siapakah aku? Aku tak bisa menggenggam erat seseorang yang berniat untuk pergi, sekali pun dengan mengorbankan diriku sendiri.
Jika pergi adalah takdir terbaik untuk masing-masing hati, akan ada hati baru yang pantas disebut rumah. Membangun mimpi, menyelimuti penuh kehangatan.
Pada akhirnya, aku tetap merasakan patah hati. Menjadi pesakitan di setiap bayangan tentangmu hadir memeluk ingatan.