Akhir-akhir ini banyak berita bermunculan baik di siaran televisi maupun media masa yang menyuguhkan kabar yang tidak mengenakkan. Beberapa guru di berbagai daerah melakukan tindak kekerasan kepada muridnya. Perilaku guru yang demikian tidak menunjukkan rasa kemanusiaan, bahkan pada beberapa  kasus ada yang berujung kematian.
Contoh kasus yang terjadi di Sumatra Utara sebagaimana dikabarkan oleh Kompas, 15 Maret 2018 terdapat seorang guru yang menghukum muridnya dengan memintanya untuk menjilati WC sekolah. Hal tersebut disebabkan si murid tidak membawa tugas yang diminta sang guru. Berita tersebut mencuat karena orang tua tidak terima jika anaknya diperlakukan secara tidak manusiawi.
Selanjutnya Kompas juga memberitakan pada 2 Oktober 2019, bahwa di Kecamatan Mapengat Barat, Manado seorang murid SMP meninggal dunia akibat kelelahan karena dihukum lari oleh gurunya. Murid tersebut telah meminta izin untuk istirahat, tetapi sang guru menghiraukannya.
Terjadi lagi kekerasan guru, dengan beredarnya video yang kemudian viral pada Februari 2020. Video tersebut memperlihatkan seorang guru memukul muridnya berulang kali disebabkan beberapa murid terlambat masuk sekolah dan tidak lengkap menggunakan atribut sekolah. Guru tersebut melampiaskan emosi dan kekesalannya kepada para murid. Para guru juga membenarkan bahwa guru tersebut kerap memperlihatkan perilaku emosional di hadapan murid-muridnya.
Beberapa kasus di atas merupakan contoh perilaku negatif yang seharusnya tidak dilakukan oleh guru. Hendaknya guru menampilkan sikap yang penuh kasih sayang, lembut, dan perhatian. Guru, seseorang yang tidak hanya didengarkan ucapannya, tetapi juga ditaati dan dicontoh setiap tutur kata dan perilakunya.
Kekerasan guru banyak terjadi disebabkan karena kesalahan yang dilakukan oleh murid atau perilaku murid yang tidak disukai oleh guru, misalnya tidak memerhatikan pelajaran, gaduh di kelas, tidak melaksanakan perintah guru, tidak menaati aturan sekolah.
Sebagian guru beranggapan bahwa memberikan hukuman kepada murid yang melakukan kesalahan merupakan cara yang efektif untuk mengurangi perilaku negatif. Hukuman tersebut diharapkan memberikan efek jera kepada murid, sehingga tidak dilakukan lagi kesalahan yang sama.
Namun, hal yang luput dari perhatian guru adalah terkadang murid juga tidak mengenali perilakunya sendiri. Murid tidak mengetahui bahwa perilakunya merupakan bentuk perilaku negatif, sehingga murid tidak paham mengapa ia mendapatkan hukuman. Jika murid saja tidak memahami perilakunya, maka bagaimana murid dapat mengubah perilakunya?
Guru hendaknya mengomunikasikan harapannya kepada murid dengan baik, sehingga keduanya memiliki satu pemahaman. Kurangnya kemampuan guru dalam mengomunikasikan perilaku yang diinginkan kepada murid, menyebabkan banyak murid yang keliru dalam memaknai atau menilai perilakunya sendiri dan perilaku yang didapatkan dari guru (hukuman).
Selain hal di atas, di dalam bukunya Mamiq Gaza (2014) Bijak Menghukum Siswa, Panduan Menghukum Tanpa Kekerasan menyebutkan terdapat beberapa faktor pemicu guru dalam memberikan hukuman kepada murid. Faktor-fator tersebut sebagai berikut.
Pertama, warisan dari generasi sebelumnya. Guru sulit melepaskan diri dari perilaku menghukum disebabkan proses pendidikan yang didapatkan sebelumnya, baik proses pendidikan pada waktu kecil, maupun proses pendidikan di lingkungan sebelumnya. Perilaku tersebut sudah masuk ke dalam alam bawah sadar dan sudah terstruktur, sehingga perilaku menghukum merupakan hal yang wajar dilakukan.