Asia tenggara sangat berpotensi untuk menjadi bagian salah satu pilar pertumbuhan ekonomi di dunia. Asia Tenggara yang terdiri dari 10 negara yaitu, Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja, Brunei Darussalam, Myanmar, Filipina, dan Laos. Negara-negara ini jika digabungkan maka akan memiliki populasi sekitar 663,9 juta penduduk dan mendapatkan peringkat ketiga dengan populasi terbesar di seluruh dunia, setara dengan 8,4% populasi di dunia ini merupakan berasal dari warga ASEAN.
Selain itu, negara-negara di Asia Tenggara memiliki kekayaan berupa keanekaragaman budaya, agama, dan bahasa di setiap negara di Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator utama dalam keberhasilan negara untuk mengelola perekonomiannya. Kebijakan moneter seperti, mengelola suplai uang, tingkat suku bunga, dan kebijakan-kebijakan lainnya akan berdampak secara signifikan pada aktivitas ekonomi-ekonomi di suatu negara, termasuk untuk negara-negara di Asia Tenggara.
Implikasi kebijakan yang penting bagi negara maju dan berkembang di Asia Tenggara, bagi negara berkembang pemahaman tentang efektivitas kebijakan moneter bisa membantu untuk merancang strategi ekonomi agar lebih efisien dan efektif dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan seperti, memperkuat sistem keuangan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan agar mencapai tujuan untuk meningkatkan efektivitas dari kebijakan moneter.
Implikasi kebijakan yang penting bagi negara-negara maju di Asia Tenggara seperti Singapura dengan memastikan kebijakan makroekonomi yang stabil dalam mendukung pertumbuhan perekonomiannya secara berkelanjutan. Dalam meningkatkan inklusi ekonomi di negara-negara maju Asia Tenggara melakukan reformasi struktural serta penyederhanaan regulasinya seperti Singapura yang sudah berhasil menciptakan bisnis yang ramah terhadap investor asing yang telah ditandai oleh tingkat FDI yang tinggi. Selain itu, negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia juga sedang melakukan peningkatan ketahanan nasional dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya agar dapat mendorong UMKM.
Perdagangan bebas dan integrasi regional untuk berkolaborasi dan kerja sama regional sangatlah vital agar dapat meningkatkan perdagangan serta aliran investasi. Negara- negara di Asia Tenggara atau ASEAN telah melakukan komitmen dalam meningkatkan integritas ekonomi regional seperti, RPC atau Regional Payment Connectivity. Namun, faktor-faktor seperti ketidakpastian ekonomi global, perkembangan teknologi, serta perubahan dalam sosial budaya akan mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter bagi negara-negara Asia Tenggara di masa depan. Sebagai negara-negara di Asia Tenggara perlu mengambil peluang dalam memanfaatkan teknologi baru dan meningkatkan perekonomian agar dapat meningkatkan kebijakan moneter.
Pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara pada tahun 2024 telah mencapai 4,6% dan telah meningkat menjadi 5,6%. Selain itu, generasi muda yang didominasi oleh kelompok dengan usia yang produktif, negara di Asia Tenggara seperti, Filipina dan Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam meningkatkan konsumsi domestik dan produktivitasnya.
Pada sektor maufaktur sudah menjadi pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi yang memberikan sumbangan secara signifikat terhadap produk domestik bruto (PDB) serta dalam menciptakan sumber lapangan pekerjaan. Digitalisasi yang berperan penting dalam sektor manufaktur, yang mencakup penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi, inovasi, serta fleksibilitas.
Negara-negara di Asia Tenggara dalam menerapkan integrasi regionalnya dapat meningkatkan perdagangan bebas dan melakukan investasi. ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan sebuah perjanjian perdagangan bebas yang dibentuk oleh negara-negara anggota ASEAN atau anggota negara yang berada di Asia Tenggara agar dapat meningkatkan daya saing kawasan sebagai basis produksi global dan menarik investasi asing. Dibentuk pada tahun 1992, AFTA bertujuan menghapus tarif dan hambatan non-tarif dalam perdagangan intra-ASEAN, sehingga menciptakan pasar tunggal dan basis produksi internasional. Melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT), tarif intra-regional secara bertahap diturunkan menjadi 0-5%, dengan negara anggota terbaru seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam diberikan waktu tambahan untuk menerapkan tarif yang lebih rendah. Pada tahun 2010, CEPT digantikan oleh ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) yang memperkuat integrasi ekonomi regional dengan tujuan akhir menghilangkan tarif impor pada hampir semua produk
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-4 ASEAN-Australia yang berlangsung pada 10 Oktober 2024 di Vientiane, Laos, Indonesia, Sebagai Koordinator Kerja Sama ASEAN-Australia, menyampaikan pencapaian signifikan dalam tiga aspek kerja sama, yaitu politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam aspek politik dan keamanan, penanganan terorisme dan kejahatan lintas negara diperkuat, serta penghargaan diberikan atas dukungan Australia dalam pelaksanaan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific.
Pada pilar ekonomi, Australia berperan signifikan dalam penerapan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru. Sementara itu, dalam pilar sosial budaya, Australia mendukung ketahanan kesehatan, kerja sama pendidikan, dan hubungan antar masyarakat, termasuk melalui rencana pendirian ASEAN dengan Australia Center. Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menekankan pentingnya kerja sama di ketiga pilar tersebut untuk meningkatkan ketahanan kawasan dan mewujudkan AOIP yang inklusif.
Selain itu, transformasi digital menjadi salah satu pendorong dalam sebuah pertumbuhan perekonomian di Asia Tenggara. Hilirisasi digital yang menjelaskan bagaimana adanya transisi dari ekonomi tradisional berkembang menjadi ekonomi digital. Dengan memanfaatkan teknologi informasi yang berperan sebagai peningkatan efisiensi dan inovasi.